Istriku! Oon!?.
Eric Alaric Wiguna , seorang Mafia & CEO perfeksionis, mendapati hidupnya jungkir balik setelah menikahi Mini.
Mini Chacha Pramesti adalah definisi bencana berjalan: ceroboh, pelupa, dan selalu sukses membuat Eric naik darah—mulai dari masakan gosong hingga kekacauan rumah tangga yang tak terduga.
Bagi Eric, Mini itu oon tingkat dewa.
Namun, di balik ke-oon-annya, Mini punya hati yang tulus dan hangat. Mampukah Eric bertahan dengan istrinya yang super oon ini?
Atau justru kekonyolan Mini yang akan menjadi bumbu terlezat dalam pernikahan kaku mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon simeeee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 13: Senyap di Bawah Tanah dan Harga Sebuah Nama
Selamat Membaca 👇 🤧
Di dalam Ruang Kaca yang terkunci, Mini Chacha Pramesti masih memeluk Eric Alaric Wiguna erat. Air matanya membasahi kemeja putih Eric. Kenyataan bahwa ia bukan cucu kandung Kakek Pranoto, melainkan Putri dari Silvio Valerius—Pangeran Klan musuh yang masih hidup—menghantamnya dengan kejam.
Eric melepaskan pelukan itu, mengambil napas dalam-dalam. "Kita harus fokus, Mini. Ayahku, Luca, mempertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkanmu dari Nenek Alessandra dan Silvio. Sekarang kita harus menyelamatkan Pranoto. Dia adalah kakek yang membesarkanmu, darah atau bukan."
Mini menyeka air matanya. "Bagaimana caranya? Kastil ini dijaga ketat. Dan Nenek Alessandra tahu kita sudah sampai ke sini."
Eric membalik-balik buku Kontrak Darah Klan Conti. "Nenek percaya dia mengancam kita dengan pistolnya. Dia tidak tahu bahwa kita membaca catatan Luca. Dia pikir kita masih terperangkap di antara dua kebohongan. Kita gunakan waktu ini."
Eric menunjuk pada peta arsitektur kastil yang tersembunyi di balik arsip di Ruang Kaca. "Penjara bawah tanah memiliki sistem ventilasi tua yang terhubung ke dapur service kastil. Kita tidak bisa melewati gereja lagi karena dia pasti menempatkan penjaga di sana. Kita harus menggunakan ventilasi."
Eric segera menyusun rencana. Ia menggunakan kertas arsip untuk membuat sketsa sederhana. Saat Eric fokus pada denah, Mini mencondongkan tubuhnya ke samping, menatap Eric. Mini menyentuh punggung tangan Eric dengan lembut.
"Eric," Mini berbisik. "Aku tahu aku bukan cucu kandungnya. Tapi dia adalah satu-satunya keluarga yang aku miliki. Dan... kau, kenapa kau begitu gigih melindungiku? Kau bisa saja menyerahkan cincin itu pada Nenekmu."
Eric menghentikan tangannya, matanya menatap Mini dengan intensitas yang dalam. "Karena aku tidak suka dimanipulasi, Mini. Oleh Nakekku, oleh Ayahku, atau oleh Valerius. Dan... karena sumpah Fede e Fuoco yang kuucapkan di depan Kakek Pranoto. Aku tidak main-main dengan sumpah itu."
Eric menghela napas, menyentuh pipi Mini. "Dan kau," katanya, suaranya sedikit melembut. "Kau memiliki semacam keberanian bodoh yang membuatku ingin terus hidup. Kau adalah Il Mio Faro (Mercusuar-ku). Kau adalah kekacauan yang membuatku fokus. Aku tidak bisa membiarkan kekacauan berharga ini dihancurkan."
Mini tersenyum tipis, merasakan kehangatan di tengah ketakutan. Kali ini, Eric tidak menggunakan Mini secara strategis; ini adalah pengakuan yang nyata.
Pukul 04.00 pagi. Eric dan Mini mengenakan pakaian gelap. Eric membawa Shadow Fang dan Mini membawa tas berisi makanan instan (bekal Mini) dan kotak P3K darurat.
Mereka turun melalui ruang servis tua, membuka penutup ventilasi besi yang berkarat. Eric memimpin.
Mereka merangkak di dalam saluran udara yang sempit dan berdebu. Eric adalah CEO Mafia, yang biasanya bepergian dengan jet pribadi, kini merangkak di saluran ventilasi kastilnya sendiri.
"Ini tempat paling kotor yang pernah kumasuki, Eric," Mini berbisik, batuk pelan.
"Jangan bersuara! Dan jangan sentuh apa pun, Mini! Kita tidak mau memicu alarm dapur," desis Eric.
Mini, yang berusaha keras menahan Naluri Kekacauan-nya, melihat ada tumpukan sarang laba-laba besar di atas kepala Eric. Mini tidak ingin Eric kotor.
Mini secara refleks mengulurkan tangan. Ia hanya ingin menyingkirkan sarang laba-laba itu, tetapi lengannya yang panjang justru menyentuh pipa air yang sudah rapuh di atas mereka.
TSSST!
Pipa itu retak sedikit, dan air dingin mulai menetes deras ke wajah Eric.
“Mini!” Eric mendesis, wajahnya basah dan penuh debu.
“Maaf! Sarang laba-laba!” Mini panik.
Eric hanya menutup mata. Ini adalah Mini, Il Faro-nya yang selalu membawa bencana kecil. Mereka harus bergerak cepat sebelum kebocoran air ini disadari oleh staf dapur.
Mereka akhirnya mencapai ujung saluran ventilasi yang terhubung ke lorong penjara bawah tanah. Eric membuka penutup besi dengan hati-hati.
Mereka keluar, Eric membersihkan debu dari jasnya yang sudah tidak berbentuk. Mereka berdua basah kuyup oleh air yang menetes dari pipa.
Mereka berjalan cepat menuju jeruji besi Kakek Pranoto.
“Kakek Pranoto! Ini kami!” Eric berbisik.
Kakek Pranoto terkejut melihat mereka basah kuyup dan berlumuran debu. "Eric! Mini! Kenapa kalian basah? Kalian melawan Nenek Alessandra di kolam renang?"
Mini tersenyum tipis. "Hampir. Kami dari saluran ventilasi."
Eric dengan cepat menggunakan kawat khusus untuk membuka kunci jeruji besi. Begitu Kakek Pranoto bebas, Eric memeluknya sebentar.
“Kakek, kita harus segera keluar. Nenek sudah tahu Anda masih hidup. Dan dia tahu tentang cincin itu,” kata Eric.
“Dia tidak akan pernah menduga kita menggunakan jalur ventilasi. Nenek Alessandra alergi debu,” Kakek Pranoto tertawa getir. "Eric, kau harus membawa Mini keluar dari kastil ini. Bawa dia ke Roma. Dia adalah target utama Silvio."
Kakek Pranoto menatap Mini, kelembutan terpancar di matanya. "Mini, kau adalah Putri Silvio. Aku harus membohongimu agar kau selamat. Tapi kau harus tahu, Il Vero Nome (Nama Asli) milikmu, adalah kunci untuk mengalahkan Silvio."
Mereka mencapai lorong rahasia tempat patung kura-kura berada. Tiba-tiba, dari kegelapan lorong di depan mereka, muncul sosok yang sangat familiar.
Itu adalah Luca Wiguna, Ayah Eric, yang menodongkan pistol. Di belakangnya, berdiri tiga orang penjaga elit Conti.
"Eric. Pranoto," kata Luca, suaranya sedih dan tegas. "Aku tahu kalian akan mencoba ini. Aku menandatangani kontrak palsu untuk melindungi Mini dari Nenek Alessandra, tetapi sekarang Aku harus melindunginya dari kalian berdua."
Eric terdiam. “Ayah, apa maksudmu?”
“Kau tidak bisa membawa Pranoto keluar. Dia adalah bom waktu. Dan kau tidak bisa menikahinya, Eric. Mini adalah darah musuh. Nenek Alessandra mungkin kejam, tapi dia benar. Jika kau membawanya keluar dari kastil ini, kau akan memicu perang total dengan Klan Valerius, dan Conti akan hancur,” jelas Luca.
“Aku sudah bersumpah Fede e Fuoco!” teriak Eric.
“Sumpahmu akan menghancurkan klan!” Luca mengarahkan pistolnya ke Kakek Pranoto. "Eric, serahkan Pranoto. Kalian berdua akan menikah, dan Mini akan tetap menjadi perisai Conti. Itu adalah kesepakatan terbaik."
Mini, yang kini sadar bahwa semua orang di sekitarnya hanya melihatnya sebagai "kunci" atau "perisai", merasakan kekecewaan yang mendalam. Mini maju satu langkah.
“Aku bukan perisai!” teriak Mini. Mini menatap Luca, lalu ke Eric. Ia merasa perlu melakukan sesuatu, bukan karena Naluri Kekacauan, tetapi karena ia tidak ingin Eric mengkhianati sumpahnya.
Mini merobek sedikit lengan kemeja basah Eric. Tangan Mini yang bergetar itu menyentuh kulit Eric, dan Eric yang tadi terpaku dalam perdebatan dengan Ayahnya, tiba-tiba melihat kesempatan.
Eric mendorong Mini ke samping, dan dengan gerakan cepat, pistol Shadow Fang di tangan Eric menembak lampu darurat di lorong itu. Kegelapan total.
BERSAMBUNG.
contohnya:
"Lari! Jangan diam saja!"
"Dan, kenapa istrimu lama sekali?!"
Begitulah yang di ucapkan konsen padaku.
jadi mudah dipahami kan?