Ye Chen, sang "Kaisar Pedang Langit", pernah berdiri di puncak dunia kultivasi. Pedangnya ditakuti oleh Iblis dan Dewa di Sembilan Langit. Namun, di saat ia mencoba menembus ranah terakhir menuju keabadian, ia dikhianati dan dibunuh oleh saudara angkat serta kekasihnya sendiri demi merebut Kitab Pedang Samsara.
Namun, takdir belum berakhir baginya.
Ye Chen tersentak bangun dan mendapati dirinya kembali ke masa lalu. Ia kembali ke tubuhnya saat masih berusia 16 tahun—masa di mana ia dikenal sebagai murid sampah yang tidak berguna di Sekte Pedang Patah.
Sekte Pedang Patah hanyalah sekte kelas tiga yang sedang di ambang kehancuran. Pusaka mereka hilang, teknik mereka tidak lengkap, dan murid-muridnya sering menjadi bulan-bulanan sekte lain.
Tapi kali ini, ada yang berbeda. Di dalam tubuh pemuda 16 tahun itu, bersemayam jiwa seorang Kaisar yang telah hidup ribuan tahun.
Dengan ingatan tentang teknik kultivasi tingkat Dewa yang hilang, lokasi harta karun yang belum ditemukan...........
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rikistory33, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perpisahan di Bawah Bulan dan Warisan Sang Kaisar
Sebulan telah berlalu sejak Insiden Lembah Awan Terbelah.
Sekte Pedang Patah tidak lagi seperti dulu. Dengan kekayaan rampasan dari Sekte Harimau Hitam (yang dibubarkan paksa oleh Aliansi) dan hadiah juara, sekte ini sedang dalam proses renovasi besar-besaran. Murid-murid baru berdatangan, dan moral para murid lama berada di puncaknya.
Namun, di tengah pesta pora dan perayaan yang seolah tiada henti, sang pahlawan justru menyepi.
Di atas atap genteng Paviliun Utama, Ye Chen duduk sendirian menatap bulan purnama. Di tangannya ada secawan arak, dan di pangkuannya tergeletak Pedang Iblis Langit yang kini memiliki sarung hitam sederhana.
"Kamu akan pergi besok?"
Suara berat terdengar dari belakang. Master Sekte Lin Feng melompat naik dan duduk di sebelah Ye Chen. Wajah Lin Feng kini terlihat lebih muda sepuluh tahun, beban di pundaknya telah terangkat.
Ye Chen menyesap araknya. "Dunia ini terlalu kecil, Master Sekte. Dan musuhku terlalu besar. Jika aku tetap di sini, Sekte Iblis Darah akhirnya akan mengirim pasukan utama mereka untuk meratakan tempat ini demi membunuhku. Aku harus membawa target itu pergi bersamaku."
Lin Feng menghela napas. Dia tahu dia tidak bisa menahan naga di kolam ikan.
"Tanah Kuno Tianwu..." gumam Lin Feng. "Itu adalah kuburan bagi yang lemah dan surga bagi yang kuat. Hati-hati, Ye Chen. Di sana, statusmu sebagai Juara Wilayah Selatan tidak ada artinya. Kau akan bertemu dengan Pangeran Kekaisaran, Putri Suci dari Sekte Bintang Lima, dan monster-monster tua yang menyamar menjadi muda."
Ye Chen tersenyum tipis. "Semakin kuat musuhnya, semakin tajam pedangku."
Ye Chen merogoh jubahnya dan mengeluarkan tiga buah Gulungan Giok. Dia meletakkannya di tangan Lin Feng.
"Apa ini?" Lin Feng bingung.
"Warisan," jawab Ye Chen. "Gulungan pertama adalah Seni Pedang Awan Mengalir yang sudah kusempurnakan. Ini untuk murid biasa. Gulungan kedua adalah Formasi Pertahanan Bintang Sembilan. Pasang ini di gerbang sekte. Bahkan ahli ranah Inti Emas (Golden Core) tidak akan bisa menembusnya. Gulungan ketiga..."
Wajah Ye Chen menjadi serius.
"...Adalah peta lokasi tambang rahasia di pegunungan belakang yang belum ditemukan orang lain. Di sana ada urat nadi Batu Roh Kualitas Tinggi. Gunakan untuk membangun kekuatan sekte secara diam-diam."
Tangan Lin Feng gemetar. Tiga benda ini nilainya tak terhingga! Ini adalah fondasi untuk menjadi Sekte Besar!
"Ye Chen... kau..." Mata Lin Feng berkaca-kaca. "Kenapa kamu memberikan semua ini?"
Ye Chen berdiri, menepuk debu dari jubahnya.
"Karena tempat ini adalah rumah pertamaku di kehidupan ini. Jaga rumah ini untukku, Master Sekte. Suatu hari nanti, aku akan kembali."
Setelah pembicaraan dengan Lin Feng, Ye Chen kembali ke kediamannya. Namun, langkahnya terhenti di depan pintu.
Seorang gadis berdiri di sana, mematung dalam dinginnya angin malam. Su Xiao.
Dia mengenakan jubah murid inti yang baru, sekarang dia bukan lagi pelayan, melainkan murid resmi berkat perlindungan Ye Chen. Wajahnya yang cantik terlihat sedih.
"Kakak Ye... kamu benar-benar akan pergi?" tanya Su Xiao pelan.
"Aku harus pergi, Xiao-er," jawab Ye Chen lembut.
"Bawa aku!" Su Xiao melangkah maju, matanya basah. "Aku bisa memasak, aku bisa mencuci pedangmu, aku bisa menjagamu! Aku tidak mau ditinggal sendirian lagi!"
Ye Chen menatap gadis itu. Di kehidupan lalu, Su Xiao mati karena Ye Chen terlalu lemah untuk melindunginya. Di kehidupan ini, dia tidak boleh mengulangi kesalahan itu. Membawa Su Xiao ke Tanah Kuno sekarang sama saja dengan membawanya ke kandang singa.
Ye Chen menggeleng. "Kau terlalu lemah, Xiao-er."
Kata-kata itu menusuk hati Su Xiao. Dia menunduk, air mata menetes. "Aku tahu... aku hanya beban..."
"Bukan itu maksudku."
Ye Chen menyentuh dahi Su Xiao dengan jari telunjuknya.
ZING!
Sebuah aliran informasi membanjiri pikiran Su Xiao. Teknik kultivasi tingkat Dewa, Sutra Hati Teratai Es (Ice Lotus Heart Sutra).
Su Xiao terbelalak kaget. Tubuhnya tiba-tiba memancarkan hawa dingin yang murni.
"Tubuhmu memiliki konstitusi Yin Murni. Itu bakat langka yang terpendam," jelas Ye Chen. "Aku memberimu teknik ini. Berlatihlah dengan keras."
Ye Chen melepaskan kalung giok dari lehernya yaitu sebuah jimat pelindung yang ia buat sendiri dan memakaikannya ke leher Su Xiao.
"Tiga tahun," kata Ye Chen. "Jika dalam tiga tahun kau bisa mencapai Ranah Pembentukan Pondasi, datanglah mencariku di Ibukota Kekaisaran. Tapi sebelum itu, tetaplah di sini dan jadilah lebih kuat."
Mata Su Xiao kembali bersinar. Ini bukan penolakan, ini adalah janji.
Dia menghapus air matanya dan mengangguk tegas. "Tiga tahun! Aku janji! Aku akan menjadi kuat sehingga aku bisa berdiri di sampingmu, bukan di belakangmu!"
Ye Chen tersenyum, mengusap kepala gadis itu untuk terakhir kalinya, lalu berbalik badan.
"Selamat tinggal, Xiao-er."
Ye Chen melompat ke atas pedangnya, dan melesat ke langit malam, meninggalkan Sekte Pedang Patah di belakangnya.
Dua Minggu Kemudian.
Kota Kekaisaran Tianjin.
Ini adalah pusat dari Kekaisaran Angin Surgawi. Kota yang begitu besar hingga temboknya membentang sejauh mata memandang. Menara-menara tinggi menjulang menembus awan. Kapal-kapal terbang (Spirit Ark) berukuran raksasa melayang di langit, membawa pedagang dan kultivator dari berbagai penjuru benua.
Ye Chen berdiri di gerbang kota yang tingginya lima puluh meter. Dia merasa seperti semut.
"Akhirnya sampai," gumam Ye Chen. Dia memakai topi caping bambu untuk menutupi sebagian wajahnya. Dia ingin berprofil rendah (low profile) dulu sebelum masuk ke Tanah Kuno.
Antrean masuk ke kota sangat panjang. Penjaga gerbang memeriksa setiap orang dengan ketat.
"Biaya masuk, 5 Batu Roh!" bentak penjaga berbaju besi perak.
Tiba-tiba, keributan terjadi di belakang antrean.
"MINGGIR! MINGGIR SEMUA, RAKYAT JELATA!"
Suara cambuk membelah udara.
CETAR!
Seekor Binatang Roh berbentuk Singa Emas berlari kencang menabrak antrean orang. Di punggung singa itu, duduk seorang pemuda tampan berwajah sombong dengan pakaian sutra emas yang menyilaukan.
Orang-orang berteriak panik, melompat ke pinggir agar tidak terinjak. Seorang kakek tua yang lambat bergerak terjatuh tepat di jalur singa itu.
"Hahaha! Lari, tikus-tikus!" tawa pemuda itu. Dia tidak berniat menghentikan singanya. Kaki besar singa itu terangkat, siap menginjak kepala si kakek.
"TIDAK!" teriak cucu si kakek.
Namun, kaki singa itu tidak pernah mendarat.
BUGH!
Singa Emas raksasa seberat dua ton itu tiba-tiba berhenti mendadak seolah menabrak tembok besi.
Ye Chen berdiri di depan kakek itu, satu tangannya menahan dada singa itu dengan santai. Topi capingnya sedikit miring.
"Binatang peliharaan harus dirantai," kata Ye Chen datar. "Kalau tidak, dia bisa menggigit orang sembarangan."
Hening.
Semua orang di gerbang kota ternganga. Pemuda bertopi bambu itu menahan Singa Roh Tingkat 2 (setara Pembentukan Pondasi Awal) dengan satu tangan?
Pemuda di atas singa itu terkejut, lalu wajahnya memerah karena marah.
"Siapa kau?! Berani menghalangi jalan Tuan Muda Wang Teng dari Keluarga Wang?!"
Wang Teng. Salah satu dari Empat Tuan Muda Besar di Ibukota. Jenius yang terkenal arogan dan kejam.
Ye Chen tidak menjawab. Dia hanya sedikit menghentakkan telapak tangannya.
ROAR!
Singa itu meraung kesakitan. Kekuatan fisik Ye Chen mematahkan tulang rusuk singa itu. Singa itu mundur ketakutan, menjatuhkan Wang Teng dari punggungnya.
Wang Teng jatuh berguling di tanah yang kotor. Jubah sutra emasnya ternoda lumpur.
"Bajingan! Kau mencari mati!" Wang Teng bangkit berdiri, wajahnya merah padam. "Pengawal! Bunuh dia! Potong-potong dia dan berikan dagingnya pada singaku!"
Dua pengawal berjubah hitam muncul di belakang Wang Teng. Aura mereka kuat, Pembentukan Pondasi Tahap Akhir (Late Foundation Establishment)!
Di Ibukota, level kekuatan memang berbeda jauh dari desa. Pengawal saja sekuat Master Sekte di wilayah Ye Chen.
"Habisi dia!"
Kedua pengawal itu menerjang Ye Chen.
Ye Chen menghela napas. Baru sampai lima menit, sudah ada masalah. Memang nasib tokoh utama.
Namun, Ye Chen tidak berniat bertarung besar di sini. Dia tidak ingin menarik perhatian Kekaisaran sebelum Tanah Kuno dibuka.
Dia bersiap menggunakan Langkah Hantu untuk menghilang.
Tiba-tiba, sebuah suara lembut namun penuh otoritas terdengar dari sebuah kereta kencana yang sedang melayang turun di dekat gerbang.
"Berhenti."
Suara itu tidak keras, tapi mengandung tekanan Wibawa Kekaisaran.
Kedua pengawal Wang Teng seketika membeku, keringat dingin mengucur deras. Wang Teng yang tadinya mengamuk, tiba-tiba wajahnya berubah pucat pasi saat melihat lambang Naga dan Phoenix di kereta itu.
"Ke-Kereta Putri Kekaisaran?"
Tirai kereta tersibak sedikit oleh tangan yang putih mulus. Seorang wanita muda dengan cadar tipis melirik keluar. Meski wajahnya tertutup, mata indahnya yang seperti bintang memancarkan kecerdasan dan keanggunan yang luar biasa.
Putri Feng Wu. Putri Kesembilan Kekaisaran Angin Surgawi. Jenius nomor satu di keluarga kerajaan.
Matanya tidak melihat Wang Teng. Matanya tertuju lurus pada Ye Chen.
"Jalanan umum bukan tempat untuk pamer kekuasaan, Tuan Muda Wang," kata Putri Feng Wu dingin. "Dan kau, Tuan Muda bertopi bambu... kekuatan fisikmu menarik."
"Masuklah. Aku yang menjamin biaya masukmu."
Sebuah lencana emas melayang dari kereta ke arah Ye Chen. Ye Chen menangkapnya.
Wang Teng menggertakkan gigi, tapi dia tidak berani membantah Putri. "Cih! Kau beruntung, udik! Tapi ingat wajahku. Di Tanah Kuno nanti, tidak ada Putri yang akan melindungimu!"
Wang Teng menyeret singanya yang pincang dan pergi dengan penuh dendam.
Ye Chen menatap lencana emas di tangannya, lalu menatap kereta yang mulai bergerak masuk ke kota.
Putri Feng Wu... batin Ye Chen. Di kehidupan lalu, dia mati muda di dalam Tanah Kuno Tianwu karena dikhianati tunangannya sendiri. Sepertinya takdir mempertemukan kami lebih awal.
Ye Chen menyimpan lencana itu dan melangkah masuk ke Ibukota.
Papan catur baru telah digelar. Dan kali ini, Ye Chen bukan lagi pion, tapi pemain yang akan mengacaukan segalanya.