NovelToon NovelToon
Harga Diri Seorang Istri

Harga Diri Seorang Istri

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor / Wanita Karir / Penyesalan Suami / Selingkuh / Romansa
Popularitas:48.2k
Nilai: 5
Nama Author: Bunda SB

Indira pikir dia satu-satunya. Tapi ternyata, dia hanya salah satunya.

Bagi Indira, Rangga adalah segalanya. Sikap lembutnya, perhatiannya, dan pengertiannya, membuat Indira luluh hingga mau melakukan apa saja untuk Rangga.

Bahkan, Indira secara diam-diam membantu perusahaan Rangga yang hampir bangkrut kembali berjaya di udara.

Tapi sayangnya, air susu dibalas dengan air tuba. Rangga diam-diam malah menikahi cinta pertamanya.

Indira sakit hati. Dia tidak menerima pengkhianatan ini. Indira akan membalasnya satu persatu. Akan dia buat Rangga menyesal. Karena Indira putri Zamora, bukan wanita biasa yang bisa dia permainkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda SB, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Permulaan Perubahan

Cahaya pagi masuk melalui jendela dapur, menerangi meja makan yang biasanya dipenuhi hidangan untuk dua orang. Tapi pagi ini berbeda. Di meja hanya ada satu set piring, dengan roti panggang, telur mata sapi, salad buah segar, dan secangkir kopi hitam yang masih mengepulkan uap.

Indira duduk sendiri di ujung meja, mengenakan blazer abu-abu gelap, rambutnya diikat tinggi rapi, makeup minimal tapi sempurna. Ia makan dengan tenang, sesekali membaca tablet yang tersandar di samping piringnya, laporan keuangan Zamora Company yang perlu ia review sebelum rapat pagi.

Tidak ada lagi wanita yang sibuk bolak-balik dapur ke ruang makan, memastikan sarapan suami tersaji sempurna. Tidak ada lagi wanita yang repot-repot mempersiapkan segala kebutuhan untuk pria yang tidak menghargainya.

Wanita itu sudah mati. Yang tersisa adalah CEO yang punya agenda lebih penting daripada melayani suami yang tidak setia.

Suara langkah kaki dari tangga membuat Indira melirik sekilas, hanya sekilas lalu kembali fokus pada laporan di tabletnya.

Rangga turun dengan kemeja biru muda dan celana bahan hitam. Rambutnya masih basah, pertanda baru saja mandi. Ia menguap sambil melonggarkan kerah kemejanya, berjalan menuju ruang makan dengan santai.

"Pagi," sapanya pada Indira sambil duduk di kursi seberang.

Indira tidak menjawab. Ia hanya mengangguk sedikit, gerakan minimal yang bahkan tidak bisa disebut sebagai sapaan.

Rangga menatap meja yang biasanya sudah penuh dengan sarapan untuknya. Tapi pagi ini meja itu kosong. Hanya ada piring Indira dan secangkir kopi miliknya.

"Eh, kok cuma satu piring?" tanya Rangga sambil melirik ke dapur. "Aku belum sarapan."

"Hmm," gumam Indira tanpa mengangkat matanya dari tablet.

Rangga menunggu. Biasanya Indira akan langsung berdiri, pergi ke dapur, dan membawakan sarapan untuknya. Tapi detik berlalu, menit berlalu, Indira tetap duduk tenang makan sarapannya sendiri.

"Dira," Rangga akhirnya memanggil. "Aku lapar. Buatkan sarapan dong."

"Tidak," jawab Indira singkat, masih tidak menatapnya.

Rangga terdiam, tidak yakin ia mendengar dengan benar. "Apa?"

"Aku bilang tidak," Indira mengangkat wajahnya, menatap suaminya dengan tatapan datar. "Aku tidak akan buatkan Mas sarapan."

"Kenapa?" Rangga mulai terdengar tidak percaya. "Memangnya kenapa?"

"Karena Mas punya istri baru," jawab Indira dengan nada yang sangat tenang, sangat rasional. "Istri yang seharusnya melayani suaminya. Bukan hanya di ranjang, tapi juga di dapur, di meja makan, di mana saja yang Mas butuhkan."

Wajah Rangga memerah. "Indira, jangan bicara seperti itu..."

"Seperti apa?" potong Indira sambil menyeruput kopinya. "Seperti fakta? Ayunda adalah istrimu sekarang. Dia tinggal di sini. Dia tidur di kamarmu. Jadi kenapa aku yang harus buatkan sarapan untukmu? Suruh dia."

"Ayunda masih tidur," Rangga berargumen, suaranya mulai kesal. "Dia lelah. Dia baru sampai kemarin dari Bali dan..."

"Dan aku harus peduli karenanya?" Indira meletakkan cangkir kopinya dengan bunyi nyaring yang membuat Rangga tersentak. "Mas Rangga, dengar baik-baik. Aku bukan pembantumu. Aku bukan pelayan di rumah ini. Kalau Mas mau sarapan, Mas bisa buat sendiri atau bangunkan istrimu yang baru itu untuk membuatkannya. Bukan tanggung jawabku lagi."

Keheningan mengisi ruang makan. Rangga menatap wanita di hadapannya dengan campuran terkejut dan tidak percaya. Ini bukan Indira yang ia kenal. Indira yang ia kenal selalu lembut, selalu patuh, selalu...

"Kamu berubah," ucap Rangga akhirnya.

"Ya," jawab Indira sambil menghabiskan roti panggangnya. "Aku berubah. Masalah?"

"Tapi... kamu tidak pernah seperti ini," Rangga masih tidak percaya. "Kamu selalu membuatkan sarapan. Setiap hari. Bahkan waktu kita bertengkar, kamu tetap buatkan. Kenapa sekarang tiba-tiba..."

"Karena sekarang Mas punya istri lain yang bisa melakukan itu," potong Indira dengan nada final. "Simple."

Rangga mengusap wajahnya dengan frustasi. Ia lapar. Perutnya keroncongan. Dan istri pertamanya yang biasanya sudah menyiapkan segalanya, sekarang duduk tenang menikmati sarapannya sendiri seolah ia tidak ada.

"Baiklah," akhirnya Rangga berdiri dengan kesal. "Aku buat sendiri."

"Silakan," ucap Indira sambil mengambil tabletnya lagi, kembali membaca laporan.

Rangga berjalan ke dapur dengan langkah berat. Ia membuka kulkas, penuh dengan bahan makanan seperti biasa. Tapi Rangga tidak pernah memasak. Selama tiga tahun pernikahan, Indira yang selalu masak. Ia bahkan tidak tahu cara membuat telur mata sapi yang benar.

Dengan kesal, ia mengambil roti tawar, mengoleskan selai kacang dengan asal, dan membuat kopi instan dengan air panas dari dispenser. Sarapan paling sederhana yang pernah ia makan.

Ia kembali ke meja makan dengan piring roti yang terlihat menyedihkan. Duduk dengan wajah cemberut, menggigit roti yang kering dan hambar.

Sementara Indira masih asyik dengan tabletnya, tidak peduli sama sekali.

"Oh ya," Indira tiba-tiba berbicara tanpa mengangkat matanya dari layar. "Mulai hari ini, aku juga tidak akan menyiapkan pakaian kerjamu lagi. Jadi kalau Mas butuh kemeja yang disetrika atau celana yang perlu dry clean, urus sendiri. Atau suruh Ayunda."

Rangga berhenti mengunyah. "Apa?"

"Mas dengar aku," Indira akhirnya menatapnya. "Pakaian. Urus sendiri. Bukan tanggung jawabku lagi."

"Tapi Dira..."

"Dan satu lagi," lanjut Indira sebelum Rangga bisa protes. "Aku akan berangkat ke kantor sekarang. Jadi jangan tunggu aku pulang untuk masak makan malam. Kalau Mas mau makan, bisa pesan delivery atau suruh Ayunda masak."

Rangga meletakkan rotinya, menatap Indira dengan kerutan di dahi. "Kantor? Kantor apa?"

"Kantorku," jawab Indira sambil berdiri, membawa piring dan cangkirnya ke wastafel. "Aku bekerja sekarang."

"BEKERJA?" Rangga ikut berdiri, suaranya meninggi. "Sejak kapan?"

"Sejak aku memutuskan untuk tidak jadi ibu rumah tangga yang hanya menunggu suami yang tidak setia," jawab Indira dengan santai sambil mencuci piringnya. "Kenapa? Ada masalah?"

"Tentu ada masalah!" Rangga berjalan mendekat. "Kamu mau kerja tapi tidak bilang-bilang dulu sama aku? Tidak minta izin?"

Indira menutup keran dengan gerakan yang terkontrol. Ia mengeringkan tangannya dengan handuk, lalu berbalik menghadap suaminya dengan tatapan yang membuat Rangga mundur selangkah.

"Izin?" ulang Indira dengan nada yang berbahaya tenang. "Mas bicara tentang izin?"

"Ya, izin," Rangga bersikukuh meski suaranya mulai tidak yakin. "Kamu istriku. Kamu seharusnya minta izin dulu kalau mau kerja. Seharusnya kita diskusi dulu..."

"Oh, seperti kamu minta izin padaku waktu mau menikahi Ayunda?" potong Indira dengan senyum sarkastik. "Seperti kamu diskusi dulu denganku waktu mau membawa selingkuhanmu tinggal di rumah ini? Seperti kamu minta persetujuanku dulu sebelum mengusirku dari kamar utama?"

Rangga terdiam. Tidak ada jawaban untuk itu.

"Mas Rangga," Indira melangkah mendekat, menatap mata suaminya dengan tajam. "Kamu kehilangan hak untuk mengatur hidupku pada detik kamu memutuskan untuk mengkhianatiku. Mas kehilangan hak untuk minta 'izin' atau 'diskusi' pada detik kamu membawa wanita lain ke rumah ini. Jadi sekarang, aku tidak perlu izinmu untuk apapun."

"Tapi sebagai istriku..."

"Istri?" Indira tertawa dingin tanpa humor. "Aku masih istrimu secara hukum, tapi dalam praktiknya? Kamu sudah ganti aku dengan Ayunda. Jadi, jangan harap aku akan tetap berperan sebagai istri yang taat dan melayani."

Rangga membuka mulutnya, ingin membantah, tapi tidak ada kata yang keluar. Karena Indira benar. Ia tidak bisa menuntut Indira berperan sebagai istri sementara ia sendiri sudah membawa istri lain.

Indira mengambil tas kerjanya dari kursi. "Aku berangkat sekarang. Jangan tunggu aku pulang cepat. Mungkin aku akan lembur atau ada dinner meeting."

"Dinner meeting?" Rangga mengerutkan kening. "Dengan siapa?"

"Kenapa Mas peduli?" Indira menatapnya dengan alis terangkat. "Mas juga sering dinner meeting sampai malam, kan? Atau itu hanya alasan untuk ketemu Ayunda?"

Rangga terdiam, tertangkap basah.

"Apa yang aku lakukan di luar rumah ini bukan urusanmu lagi, Mas Rangga," lanjut Indira sambil merapikan blazernya. "Sama seperti apa yang kamu lakukan bukan urusanku. Kita masing-masing punya kehidupan sekarang. Kebetulan saja kita masih berbagi rumah. Untuk sementara."

"Untuk sementara?" ulang Rangga. "Maksudmu?"

"Maksudku," Indira menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa dibaca, "jangan terlalu nyaman dengan situasi ini. Karena ini tidak akan bertahan lama."

Sebelum Rangga bisa bertanya lebih jauh, Indira sudah berjalan menuju pintu depan. Heels-nya berbunyi tegas di lantai marmer.

"Indira!" Rangga berteriak. "Kita belum selesai bicara!"

Indira berhenti di ambang pintu, tidak berbalik. "Oh, kita sudah selesai, Mas Rangga. Sangat selesai."

Lalu ia membuka pintu dan melangkah keluar. Pintu tertutup dengan bunyi final.

Rangga berdiri sendirian di ruang makan, menatap pintu yang baru saja ditutup Indira. Roti dengan selai kacang di tangannya terlupakan. Pikirannya kacau.

Apa yang baru saja terjadi?

Indira yang kemarin masih tenang menerima semua penghinaan, hari ini tiba-tiba menjadi wanita yang berbeda, tajam, tegas, tidak bisa dikendalikan. Ini bukan Indira yang ia nikahi tiga tahun lalu. Ini bukan Indira yang selalu patuh dan pengertian.

Ini adalah orang lain.

1
Ma Em
Tidak mungkin Indira akan kambali padamu Rangga karena Indira sdh dapat penggantinya lelaki yg jauh lbh baik darimu Rangga , nikmati saja penyesalanmu seumur hidupmu .
Mundri Astuti
ntar lagi Adrian ..klo dah halal...girang beud dah, pecah telor y penantian panjangmu Adrian 😂
Aether
kesempatan apa goblok
Mundri Astuti
iya aja Dira....ntar kabur lagi jodohnya....
Rizka Susanto
skrng udh sadar kan bang.... sdh terjawab penyebab kehancuranmu slma ini itu apa😁
Rizka Susanto
kutunggu jandamu ya bang.. 😄😆
gaby
Janganlah sampai Ayunda hamil anak Rangga. Ntar ujungnya2 mreka balikan. Jgn kasih pendamping hidup lg buat pria tkg clapclup. Kasih karma karena dah bikin Amara hamil & bunuh diri. Ksh karma karena telah mengkhianati Indira. Jgn lupa karma buat Ayunda jg, apapun alasannya merusak rmh tangga wanita lain tdk di benarkan. Ksian Indira ga berdosa jd korbannya.
gaby
Knp Lina nyalahin Rangga?? Bukankah dia yg membantu pesta pernikahan Rangga. Coba kalo dia mencegah Rangga slingkuh. Pasti skrg Lina bisa bangga pny kaka ipar pemilik Zamora. Mana tuh kakeknya Rangga yg menghina Indira mandul?? Apakah jantung tuanya msh aman pas tau bahwa mantan cucu menantunya ternyata konglongmerat??
gaby
Aq heran sm Ayunda, ko bisa jatuh cinta sama pria yg dah menghamili adiknya lalu mencampakannya dgn menikahi Indira. Ayunda dah tdr sama Rangga aja haruanya jijik. Jijik karena dia menikmati Senjata yg sama dgn yg mbuat adiknya hamil lalu bunuh diri. Masa adik kaka bisa sama2 di pake oleh pria yg sama, mana sampe jth cinta lg. Ayunda tolol
gaby
Thor tolong hilangkan panggilan Mas utk rangga. Mas itu panggilan hormat yb di tujukan utk pria. Biat apa menghormati pria pengkhianat. Panggil Rangga aja atau ga usah sebut namanya sama sekali sbg wujud kemarahan seorg istri yg di khianati
gaby
Kalo alasan Rangga menikahi Ayunda karena keturunan, knp ga nunggu Ayunda hamil dulu br nikahin. Rugi dong kalo ternyata Ayunda ga bs hamil jg. Bilang aja karena napsu & cinta, bukan karena keturunan. Karena di jaman modern bny cara agar bisa hamil.
Sunaryati
Sadar dari kesalahan taubat dan bangkit jika masih ingin meneruskan hidup dengan baik dan menebus kesalahan, memang kau pria kejam, dan Ayunda aku menanti karnamu mungkin hamil anak Rangga
Aether
awokawok mampus
Lee Mbaa Young
wes hancur jd gembel tinggal ayunda pelakor blm dpt karma nya.
Lee Mbaa Young
Semoga perusahaan rangga itu bangkrut jd ya ayunda dan rangga sama sama gigit jari gk Ada yg dpt.
mau bgaimanapun ayunda adlh pelakor.
mau bgaimanapun alasannya ayunda adlh pelakor dan pelakor hrs dpt hukuman juga biar gk tuman dan gk Ada yg niru.
nnti jd kebiasaan mendukung ayunda jd pelakor krn blas dendam.
Afrina Wati
oke
Rati Nafi
😍😍😍😍😍
Sunaryati
Segitu kejamnya kamu pada wanita muda, Tangga.
Aether: Tangga Saha?
total 1 replies
Aether
wow ternyata sebajingan itu ya, sampai ada korban jiwa
Ma Em
Rangga siapkan saja mental kamu yg kuat jgn sampai kena serangan jantung karena sock perusahaannya sdh diambil alih oleh Arya saudaranya Ayunda atau selingkuhannya .
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!