NovelToon NovelToon
Harga Diri Seorang Istri

Harga Diri Seorang Istri

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor / Wanita Karir / Penyesalan Suami / Selingkuh / Romansa
Popularitas:5.9k
Nilai: 5
Nama Author: Bunda SB

Indira pikir dia satu-satunya. Tapi ternyata, dia hanya salah satunya.

Bagi Indira, Rangga adalah segalanya. Sikap lembutnya, perhatiannya, dan pengertiannya, membuat Indira luluh hingga mau melakukan apa saja untuk Rangga.

Bahkan, Indira secara diam-diam membantu perusahaan Rangga yang hampir bangkrut kembali berjaya di udara.

Tapi sayangnya, air susu dibalas dengan air tuba. Rangga diam-diam malah menikahi cinta pertamanya.

Indira sakit hati. Dia tidak menerima pengkhianatan ini. Indira akan membalasnya satu persatu. Akan dia buat Rangga menyesal. Karena Indira putri Zamora, bukan wanita biasa yang bisa dia permainkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda SB, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Permulaan Perubahan

Cahaya pagi masuk melalui jendela dapur, menerangi meja makan yang biasanya dipenuhi hidangan untuk dua orang. Tapi pagi ini berbeda. Di meja hanya ada satu set piring, dengan roti panggang, telur mata sapi, salad buah segar, dan secangkir kopi hitam yang masih mengepulkan uap.

Indira duduk sendiri di ujung meja, mengenakan blazer abu-abu gelap, rambutnya diikat tinggi rapi, makeup minimal tapi sempurna. Ia makan dengan tenang, sesekali membaca tablet yang tersandar di samping piringnya, laporan keuangan Zamora Company yang perlu ia review sebelum rapat pagi.

Tidak ada lagi wanita yang sibuk bolak-balik dapur ke ruang makan, memastikan sarapan suami tersaji sempurna. Tidak ada lagi wanita yang repot-repot mempersiapkan segala kebutuhan untuk pria yang tidak menghargainya.

Wanita itu sudah mati. Yang tersisa adalah CEO yang punya agenda lebih penting daripada melayani suami yang tidak setia.

Suara langkah kaki dari tangga membuat Indira melirik sekilas, hanya sekilas lalu kembali fokus pada laporan di tabletnya.

Rangga turun dengan kemeja biru muda dan celana bahan hitam. Rambutnya masih basah, pertanda baru saja mandi. Ia menguap sambil melonggarkan kerah kemejanya, berjalan menuju ruang makan dengan santai.

"Pagi," sapanya pada Indira sambil duduk di kursi seberang.

Indira tidak menjawab. Ia hanya mengangguk sedikit, gerakan minimal yang bahkan tidak bisa disebut sebagai sapaan.

Rangga menatap meja yang biasanya sudah penuh dengan sarapan untuknya. Tapi pagi ini meja itu kosong. Hanya ada piring Indira dan secangkir kopi miliknya.

"Eh, kok cuma satu piring?" tanya Rangga sambil melirik ke dapur. "Aku belum sarapan."

"Hmm," gumam Indira tanpa mengangkat matanya dari tablet.

Rangga menunggu. Biasanya Indira akan langsung berdiri, pergi ke dapur, dan membawakan sarapan untuknya. Tapi detik berlalu, menit berlalu, Indira tetap duduk tenang makan sarapannya sendiri.

"Dira," Rangga akhirnya memanggil. "Aku lapar. Buatkan sarapan dong."

"Tidak," jawab Indira singkat, masih tidak menatapnya.

Rangga terdiam, tidak yakin ia mendengar dengan benar. "Apa?"

"Aku bilang tidak," Indira mengangkat wajahnya, menatap suaminya dengan tatapan datar. "Aku tidak akan buatkan Mas sarapan."

"Kenapa?" Rangga mulai terdengar tidak percaya. "Memangnya kenapa?"

"Karena Mas punya istri baru," jawab Indira dengan nada yang sangat tenang, sangat rasional. "Istri yang seharusnya melayani suaminya. Bukan hanya di ranjang, tapi juga di dapur, di meja makan, di mana saja yang Mas butuhkan."

Wajah Rangga memerah. "Indira, jangan bicara seperti itu..."

"Seperti apa?" potong Indira sambil menyeruput kopinya. "Seperti fakta? Ayunda adalah istrimu sekarang. Dia tinggal di sini. Dia tidur di kamarmu. Jadi kenapa aku yang harus buatkan sarapan untukmu? Suruh dia."

"Ayunda masih tidur," Rangga berargumen, suaranya mulai kesal. "Dia lelah. Dia baru sampai kemarin dari Bali dan..."

"Dan aku harus peduli karenanya?" Indira meletakkan cangkir kopinya dengan bunyi nyaring yang membuat Rangga tersentak. "Mas Rangga, dengar baik-baik. Aku bukan pembantumu. Aku bukan pelayan di rumah ini. Kalau Mas mau sarapan, Mas bisa buat sendiri atau bangunkan istrimu yang baru itu untuk membuatkannya. Bukan tanggung jawabku lagi."

Keheningan mengisi ruang makan. Rangga menatap wanita di hadapannya dengan campuran terkejut dan tidak percaya. Ini bukan Indira yang ia kenal. Indira yang ia kenal selalu lembut, selalu patuh, selalu...

"Kamu berubah," ucap Rangga akhirnya.

"Ya," jawab Indira sambil menghabiskan roti panggangnya. "Aku berubah. Masalah?"

"Tapi... kamu tidak pernah seperti ini," Rangga masih tidak percaya. "Kamu selalu membuatkan sarapan. Setiap hari. Bahkan waktu kita bertengkar, kamu tetap buatkan. Kenapa sekarang tiba-tiba..."

"Karena sekarang Mas punya istri lain yang bisa melakukan itu," potong Indira dengan nada final. "Simple."

Rangga mengusap wajahnya dengan frustasi. Ia lapar. Perutnya keroncongan. Dan istri pertamanya yang biasanya sudah menyiapkan segalanya, sekarang duduk tenang menikmati sarapannya sendiri seolah ia tidak ada.

"Baiklah," akhirnya Rangga berdiri dengan kesal. "Aku buat sendiri."

"Silakan," ucap Indira sambil mengambil tabletnya lagi, kembali membaca laporan.

Rangga berjalan ke dapur dengan langkah berat. Ia membuka kulkas, penuh dengan bahan makanan seperti biasa. Tapi Rangga tidak pernah memasak. Selama tiga tahun pernikahan, Indira yang selalu masak. Ia bahkan tidak tahu cara membuat telur mata sapi yang benar.

Dengan kesal, ia mengambil roti tawar, mengoleskan selai kacang dengan asal, dan membuat kopi instan dengan air panas dari dispenser. Sarapan paling sederhana yang pernah ia makan.

Ia kembali ke meja makan dengan piring roti yang terlihat menyedihkan. Duduk dengan wajah cemberut, menggigit roti yang kering dan hambar.

Sementara Indira masih asyik dengan tabletnya, tidak peduli sama sekali.

"Oh ya," Indira tiba-tiba berbicara tanpa mengangkat matanya dari layar. "Mulai hari ini, aku juga tidak akan menyiapkan pakaian kerjamu lagi. Jadi kalau Mas butuh kemeja yang disetrika atau celana yang perlu dry clean, urus sendiri. Atau suruh Ayunda."

Rangga berhenti mengunyah. "Apa?"

"Mas dengar aku," Indira akhirnya menatapnya. "Pakaian. Urus sendiri. Bukan tanggung jawabku lagi."

"Tapi Dira..."

"Dan satu lagi," lanjut Indira sebelum Rangga bisa protes. "Aku akan berangkat ke kantor sekarang. Jadi jangan tunggu aku pulang untuk masak makan malam. Kalau Mas mau makan, bisa pesan delivery atau suruh Ayunda masak."

Rangga meletakkan rotinya, menatap Indira dengan kerutan di dahi. "Kantor? Kantor apa?"

"Kantorku," jawab Indira sambil berdiri, membawa piring dan cangkirnya ke wastafel. "Aku bekerja sekarang."

"BEKERJA?" Rangga ikut berdiri, suaranya meninggi. "Sejak kapan?"

"Sejak aku memutuskan untuk tidak jadi ibu rumah tangga yang hanya menunggu suami yang tidak setia," jawab Indira dengan santai sambil mencuci piringnya. "Kenapa? Ada masalah?"

"Tentu ada masalah!" Rangga berjalan mendekat. "Kamu mau kerja tapi tidak bilang-bilang dulu sama aku? Tidak minta izin?"

Indira menutup keran dengan gerakan yang terkontrol. Ia mengeringkan tangannya dengan handuk, lalu berbalik menghadap suaminya dengan tatapan yang membuat Rangga mundur selangkah.

"Izin?" ulang Indira dengan nada yang berbahaya tenang. "Mas bicara tentang izin?"

"Ya, izin," Rangga bersikukuh meski suaranya mulai tidak yakin. "Kamu istriku. Kamu seharusnya minta izin dulu kalau mau kerja. Seharusnya kita diskusi dulu..."

"Oh, seperti kamu minta izin padaku waktu mau menikahi Ayunda?" potong Indira dengan senyum sarkastik. "Seperti kamu diskusi dulu denganku waktu mau membawa selingkuhanmu tinggal di rumah ini? Seperti kamu minta persetujuanku dulu sebelum mengusirku dari kamar utama?"

Rangga terdiam. Tidak ada jawaban untuk itu.

"Mas Rangga," Indira melangkah mendekat, menatap mata suaminya dengan tajam. "Kamu kehilangan hak untuk mengatur hidupku pada detik kamu memutuskan untuk mengkhianatiku. Mas kehilangan hak untuk minta 'izin' atau 'diskusi' pada detik kamu membawa wanita lain ke rumah ini. Jadi sekarang, aku tidak perlu izinmu untuk apapun."

"Tapi sebagai istriku..."

"Istri?" Indira tertawa dingin tanpa humor. "Aku masih istrimu secara hukum, tapi dalam praktiknya? Kamu sudah ganti aku dengan Ayunda. Jadi, jangan harap aku akan tetap berperan sebagai istri yang taat dan melayani."

Rangga membuka mulutnya, ingin membantah, tapi tidak ada kata yang keluar. Karena Indira benar. Ia tidak bisa menuntut Indira berperan sebagai istri sementara ia sendiri sudah membawa istri lain.

Indira mengambil tas kerjanya dari kursi. "Aku berangkat sekarang. Jangan tunggu aku pulang cepat. Mungkin aku akan lembur atau ada dinner meeting."

"Dinner meeting?" Rangga mengerutkan kening. "Dengan siapa?"

"Kenapa Mas peduli?" Indira menatapnya dengan alis terangkat. "Mas juga sering dinner meeting sampai malam, kan? Atau itu hanya alasan untuk ketemu Ayunda?"

Rangga terdiam, tertangkap basah.

"Apa yang aku lakukan di luar rumah ini bukan urusanmu lagi, Mas Rangga," lanjut Indira sambil merapikan blazernya. "Sama seperti apa yang kamu lakukan bukan urusanku. Kita masing-masing punya kehidupan sekarang. Kebetulan saja kita masih berbagi rumah. Untuk sementara."

"Untuk sementara?" ulang Rangga. "Maksudmu?"

"Maksudku," Indira menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa dibaca, "jangan terlalu nyaman dengan situasi ini. Karena ini tidak akan bertahan lama."

Sebelum Rangga bisa bertanya lebih jauh, Indira sudah berjalan menuju pintu depan. Heels-nya berbunyi tegas di lantai marmer.

"Indira!" Rangga berteriak. "Kita belum selesai bicara!"

Indira berhenti di ambang pintu, tidak berbalik. "Oh, kita sudah selesai, Mas Rangga. Sangat selesai."

Lalu ia membuka pintu dan melangkah keluar. Pintu tertutup dengan bunyi final.

Rangga berdiri sendirian di ruang makan, menatap pintu yang baru saja ditutup Indira. Roti dengan selai kacang di tangannya terlupakan. Pikirannya kacau.

Apa yang baru saja terjadi?

Indira yang kemarin masih tenang menerima semua penghinaan, hari ini tiba-tiba menjadi wanita yang berbeda, tajam, tegas, tidak bisa dikendalikan. Ini bukan Indira yang ia nikahi tiga tahun lalu. Ini bukan Indira yang selalu patuh dan pengertian.

Ini adalah orang lain.

1
rian Away
awokawok Rangga
Ariany Sudjana
itu hukum tabur tuai Rangga, terima saja konsekuensinya. Indira kamu sia-siakan demi batu kerikil
yuni ati
Menarik/Good/
Ma Em
Alhamdulillah Indira sdh bisa keluar dari rumahnya, Rani emang sahabat terbaik , pasti Rangga kaget pas buka kamar Indira sdh pergi .
Wulan Sari
ceritanya semakin kesini semakin menarik lho bacanya, seorang istri yg di selingkuhi suami,bacanya bikin greget banget semoga yg di aelingkuhi lepas dan cerita akhirnya happy end semangat 💪 Thor salam sukses selalu ya ❤️👍🙂🙏
Wulan Sari
suka deh salut mb Indira semangat 💪
Ma Em
Makanya Rangga jgn sok mau poligami yg akhirnya akan membawamu pada penyesalan , kamu berbuat sesuka hati membawa istri keduamu tinggal bersama Indira istri pertamamu dan mengusirnya dari kamarnya dan malah tinggal dikamar tamu kan kamu gila Rangga , emang Indira wanita hebat dimadu sama suami tdk menangis tdk mengeluh berani melawan berani bertindak 👍👍💪💪
Nany Susilowati
ini novel tahun berapakah kok masih pake SMS
Ariany Sudjana
Rangga bodoh, apa dengan mengunci Indira di kamar tamu, maka Indira akan berubah pikiran? justru akan membuat Indira semakin membenci Rangga
Ma Em
Semoga Indira berjodoh dgn Adrian setelah cerai dgn Rangga .
Ariany Sudjana
Indira harus bercerai dari Rangga, ngapain juga punya suami mokondo, dan juga kan Rangga sudah punya Ayunda. lebih baik Indira kejar kebahagiaan kamu sendiri, apalagi kamu perempuan yang mandiri. masih ada Adrian, yang lebih pantas jadi suami kamu, dan yang pasti lebih berkelas dan bertanggung jawab
Dew666
🥰🥰🥰
Mundri Astuti
mending kamu pisah dulu Dira sama si kutil, biar ga jadi masalah ntar klo sidang cerai
Wulan Sari: iya cerai saja buat apa RT yang sudah ada perselingkuhan sudah tidak kondusif di teruskan juga ga baik mana ada seorang wanita di selingkuhi mau bersama heee lanjut Thor semangat 💪
total 1 replies
Ariany Sudjana
Rani benar Indira, jangan terus terpuruk dengan masalah rumah tangga kamu. kamu perlu keluar dari rumah toxic itu, perlu waktu untuk menyenangkan diri kamu sendiri. kamu tunjukkan kamu perempuan yang tegar, kuat dan mandiri
Ma Em
Rangga lelaki yg banyak tingkah punya usaha baru melek saja sdh poligami , Indira saja sang istri pertama tdk pernah dikasih nafkah eh malah mendatangkan madu yg banyak maunya yg ingin menguasai segalanya , Ayunda kira nikah dgn Rangga bakal terjamin hidupnya ga taunya malah zonk
Ariany Sudjana
bagus Indira, kamu harus tegas sama itu pelakor. urusan rumah tangga dan cari pembantu bukan urusan kamu lagi, tapi urusan Ayunda, yang katanya ingin diakui jadi nyonya rumah 🤭🤣
Ma Em
Indira hebat kamu sdh benar kamu hrs berani melawan ketidak Adilan dan mundur itu lbh baik serta cari kebahagiaanmu sendiri Indira daripada hidupmu tersiksa 💪💪💪
Ariany Sudjana
bagus Indira, kamu harus tegas dan tetap berdiri tegak, di tengah keluarga yang mengagungkan nama baik, tapi tingkah laku keluarga itu yang menghancurkan nama baik itu sendiri. sudah Indira, tinggalkan saja Rangga, masih banyak pria mapan yang lebih bertanggung jawab di luar sana dan tidak sekedar menghakimi kamu
Ariany Sudjana
itulah hukum tabur tuai, Rangga sudah memilih Ayunda jadi istrinya, ya terima semua kelebihan dan kekurangannya, jangan mengeluh dan jangan berharap Indira akan berubah pendirian
Dew666
😍😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!