NovelToon NovelToon
BAYANGAN DALAM MELODY

BAYANGAN DALAM MELODY

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / BTS / Persahabatan
Popularitas:624
Nilai: 5
Nama Author: JM. adhisty

"Persahabatan adalah ikatan yang tak terpisahkan, hingga cinta datang dan menjadikannya sebuah pilihan."

Kisah ini berputar di sekitar dinamika yang rapuh antara dua sahabat karib yang datang dari kutub kehidupan yang berbeda.

Gabriella, gadis kaya raya dengan senyum semanis madu, hidup dalam istana marmer dan kemewahan yang tak terbatas. Namun, di balik sampul kehidupannya yang sempurna, ia mendambakan seseorang yang mencintainya tulus, bukan karena hartanya.

Aluna, gadis tangguh dengan semangat baja. Ia tumbuh di tengah keterbatasan, berjuang keras membiayai kuliahnya dengan bekerja serabutan. Aluna melihat dunia dengan kejujuran yang polos.

Persahabatan antara Gabriella dan Aluna adalah keajaiban yang tak terduga
Namun, ketika cinta datang mengubah segalanya
Tanpa disadari, kedua hati sahabat ini jatuh pada pandangan yang sama.

Kisah ini adalah drama emosional tentang kelas sosial, pengorbanan, dan keputusan terberat di antara cinta pertama dan ikatan persahabatan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon JM. adhisty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

UNDANGAN DAN ALASAN

SMA Sinar Abadi. Pagi hari, di koridor loker yang ramai.

Justin sedang menutup lokernya, memeluk erat buku-buku pelajarannya. Pikirannya dipenuhi oleh perbincangannya dengan Aluna semalam—ia berjanji akan membuat lagu yang bagus, tetapi ia juga harus mencari cara agar uang di toples dapur mereka tidak semakin menipis.

Tiba-tiba, suara ceria memanggil namanya. Ariana muncul di sebelahnya, memegang amplop tebal berwarna perak metalik yang berkilauan.

"Justin! Pas sekali aku menemukanmu," seru Ariana, senyumnya sehangat biasanya.

"Pagi, Ariana," balas Justin, menjaga jarak dan menyembunyikan wajah lelahnya.

Ariana mengulurkan amplop itu padanya. "Ini, undangan resmi ulang tahunku yang ke-17. Datang, ya? Tapi jangan datang sebagai tamu biasa."

Justin menatap amplop itu dengan bingung. Ia enggan menerimanya.

"Aku serius, Justin," kata Ariana, matanya berbinar. "Aku ingin kamu tampil di pestaku. Aku tidak mau DJ atau band besar. Aku mau kamu yang bernyanyi. Suaramu, lirikmu... itu murni. Aku sudah menanyakan pada Kakakku, dan teman-temannya. Mereka setuju."

Ariana kemudian berbisik, nadanya berubah menjadi profesional, seolah ia mengerti kesulitan Justin. "Dan tentu saja, ini tidak gratis. Aku akan membayarmu dengan harga yang sangat layak. Anggap saja ini fee tampil. Lebih dari cukup untuk membeli gitar baru, mungkin?"

Tawaran itu menghantam Justin seperti sambaran petir.

Sisi Hati dan Harga Diri, Justin merasa dicap sebagai 'anak sewaan'. Ia teringat cemoohan Jovan bahwa ia hanyalah sampah yang tidak tahu tempatnya. Ia takut, jika ia menerima uang itu, ia akan terlihat memanfaatkan kemurahan hati keluarga kaya Ariana.

Di sisi lain, Justin memikirkan Aluna. Ia memikirkan wajah lelah kakaknya saat pulang larut malam dengan seragam pelayan kafe.

Ia memikirkan uang sewa kontrakan, biaya darurat, dan uang kuliah Aluna. Uang yang ditawarkan Ariana adalah jumlah yang sangat besar—cukup untuk meringankan beban Aluna selama berbulan-bulan. Ini adalah peluang emas untuk menolong kakaknya.

Justin menggenggam buku-bukunya erat-erat, menolak mengambil undangan itu.

"Ariana, aku... aku tidak tahu," ucap Justin, suaranya tercekat. "Aku harus memikirkannya. Aku tidak yakin bisa tampil di acara sebesar itu."

"Jangan khawatir soal itu," desak Ariana. "Pestanya akan santai, di private rooftop. Hanya keluarga dan teman dekat. Aku hanya butuh yes darimu. Kapan aku bisa mendapatkan jawaban?"

Justin memejamkan mata sebentar. Ia perlu waktu untuk menimbang-nimbang antara harga diri pribadi dan kesejahteraan Aluna.

"Beri aku waktu sampai besok," kata Justin, akhirnya, suaranya sedikit lebih tenang. "Aku akan memberimu jawaban besok pagi."

Ariana tersenyum cerah, lega karena Justin tidak langsung menolak. "Aku tunggu, Justin. Aku sangat berharap kamu mau."

Justin mengangguk, mengambil langkah mundur, dan bergegas pergi. Ia meninggalkan Ariana dan amplop berkilauan itu, membawa pergi dilema besar yang kini harus ia selesaikan: Apakah ia akan mengorbankan harga dirinya demi menolong Kakaknya? Ia tahu, apa pun keputusannya, itu akan mengubah jalan hidupnya.

Akankah Justin memilih harga diri atau kebutuhan Aluna.

...

Ruang kuliah Kewirausahaan. Aluna, Gabriella, dan Big Five (Axel, Jhonatan, Kevin, Jay, Yoga) sedang berkumpul di sekitar meja Aluna, menunggu dosen yang belum juga muncul. Suasana akrab, penuh tawa dan obrolan ringan.

Axel mengeluarkan setumpuk amplop berdesain modern dari tasnya.

"Oke, perhatian sebentar. Dua hari lagi adalah ulang tahun adikku, Ariana. Kalian semua wajib datang. Ini pesta yang lebih santai, hanya untuk teman dekat."

Axel mulai membagikan undangan. Begitu sampai pada Aluna, senyumnya semakin lebar. "Terutama kamu, Aluna. Ariana sangat ingin berkenalan denganmu."

Gabriella segera meraih undangan Aluna dari tangan Axel dan memajangnya.

"Dua hari lagi! Sabtu malam! Aluna, kamu harus ikut denganku. Kita akan berdandan dan bersenang-senang. Ini adalah pesta yang tidak boleh kamu lewatkan."

Aluna tersenyum tipis, merasakan kehangatan dari undangan itu, terutama dari Axel. Ia sangat ingin pergi. Namun, Sabtu malam berarti shift terpanjangnya, dan manajernya baru saja memintanya untuk lembur.

"Terima kasih banyak, Axel, Gabriella. Aku... aku benar-benar menghargai ini." Aluna mengambil napas. "Tapi aku tidak bisa datang."

Gabriella: (Wajahnya langsung cemberut) "Apa? Kenapa lagi? Aluna, jangan bilang ada 'urusan mendesak' lagi! Kali ini Aku tidak bisa menerima alasanmu, ini pesta!"

Kevin: "Wah, gawat! Ada mahasiswi yang menolak pesta keluarga Pranatha. Mungkin kamu alergi pada musik yang terlalu keras?"

Aluna harus menelan kebenaman di hatinya dan merangkai kata-kata yang paling bisa dipercaya tanpa berbohong sepenuhnya. Ia memilih alasan yang melibatkan tanggung jawabnya pada Justin, tanpa menyebut nama adiknya.

"Bukan, bukan alergi. Aku hanya... aku punya adik yang harus kuurus. Aku tidak bisa meninggalkannya sendirian sepanjang malam. Apalagi akhir pekan, dia butuh bantuanku."

Axel Nadanya penuh pengertian "Oh, kamu punya adik? Tidak masalah. Jika itu masalah keluarga, tentu saja tidak bisa dipaksakan."

Jhonatan Mengangguk setuju "Benar. Keluarga harus diutamakan, Aluna. Kami mengerti. Lain kali, ya."

Gabriella Masih tidak terima, ia merengek manja "Tapi, Aluna! Hanya dua jam? Adikmu bisa ditinggal sebentar, kan? Aku ingin kamu bertemu Ariana!"

Aluna mencoba memohon dengan tatapan mata "Aku benar-benar minta maaf, Gaby. Aku tidak bisa. Tugas ini tidak bisa didelegasikan pada orang lain. Aku janji lain kali ya"

Yoga adalah satu-satunya yang tidak mengucapkan sepatah kata pun. Ia hanya memandang Aluna saat gadis itu memberikan alasan penolakannya.

Yoga melihat tekanan di mata Aluna, dan cara gadis itu menghindari tatapan mata Gabriella. Ia mencatat kata 'adik' dan 'tugas yang tidak bisa didelegasikan'. Yoga mulai bertanya-tanya, Pekerjaan apa yang dilakukan adiknya sehingga Aluna harus menolak undangan sepupunya? Atau, apakah 'adik' ini hanya alasan Aluna untuk menyembunyikan sesuatu?

Saat Aluna kembali fokus pada bukunya, lega karena rahasianya tetap aman, Axel, Kevin, dan Jay mulai mendiskusikan daftar tamu lain.

Axel kemudian teringat rencana lain. "Omong-omong, kami harus segera menghubungi musisi yang Ariana inginkan itu. Dia bilang ingin musisi itu mengisi acara dua hari lagi. Aku harap anak itu mau menerima tawaran kami."

Aluna, yang tidak tahu bahwa musisi yang dimaksud adalah Justin, hanya mengangguk, senang karena perhatian Axel kini teralihkan dari dirinya.

. ....

Cinta di Tengah Tumpukan Tugas

Persiapan di Antara Laporan Keuangan

Kantor Arjuna William di lantai tertinggi gedung William Group terasa lebih sibuk dari biasanya. Bukan hanya karena laporan merger yang menumpuk, tetapi karena meja kerjanya kini dipenuhi cetakan denah tempat duduk dan sampel kartu undangan pernikahan.

Alana, tunangannya, seorang dokter residen yang sibuk, baru saja masuk ke ruangan Arjuna. Ia mengenakan scrub rumah sakit, menunjukkan bahwa ia langsung datang dari shift panjang.

"Aku hanya punya sepuluh menit, Juna. Kemeja yang kamu pilih untuk resepsi kedua sudah dikirim. Warnanya navy atau midnight blue?" tanya Alana, mencoba menyusun sampel kain di sebelah tumpukan dokumen perusahaan.

Arjuna, yang sedang membaca grafik saham yang rumit, menghela napas. Ia bangkit, melingkarkan lengannya di pinggang Alana, dan mencium keningnya. Kehadiran Alana selalu menjadi pelabuhan tenang di tengah badai korporatnya.

"Apa pun yang kamu pilih, Sayang. Kamu yang paling tahu seleraku," jawab Arjuna, kembali ke laptop-nya. "Tapi bisakah kita menunda pembicaraan tentang suvenir? Aku harus menyelesaikan proposal ini sebelum tengah malam."

Alana menyandarkan kepalanya di bahu Arjuna. "Aku tahu kamu sibuk, Juna. Aku juga. Tapi setidaknya, mari kita sisihkan waktu lima menit untuk benar-benar merayakan mengapa kita melakukan semua ini. Bukan hanya soal navy atau midnight blue, tapi tentang kita."

Arjuna tersenyum, menutup laptop-nya sejenak. "Benar. Pernikahan ini adalah satu-satunya deal yang paling aku syukuri, Alana. Bukan karena aliansi bisnis yang diatur Ayah, tapi karena itu membawaku padamu. Sekarang, aku kembali ke laporan itu, atau bulan madu kita harus kubayar dengan saham daripada tunai."

Saat Alana meninggalkan ruangan, kembali ke rumah sakit, pikiran Arjuna beralih pada adiknya, Gabriella.

Kekhawatiran itu terasa lebih berat daripada semua tanggung jawab perusahaannya.

Pernikahannya dengan Alana, yang di mata publik adalah puncak kejayaan bisnis, secara implisit menempatkan tekanan besar pada Gabriella. Arjuna tahu, setelah ia resmi menikah, Gabriella akan menjadi fokus berikutnya. Ayahnya akan mulai menuntut keseriusan penuh, menariknya sepenuhnya dari kehidupan kampus, dan, yang paling Arjuna takutkan, menjodohkannya dengan seseorang yang akan membuat Gabriella sengsara.

Arjuna mengambil ponselnya, menatap foto Aluna dan Gabriella yang ia simpan setelah Gaby bercerita. Ia bangga bahwa adiknya menemukan ketulusan pada Aluna, tetapi ia juga melihat betapa rapuhnya kebahagiaan itu.

Ayah tidak akan pernah membiarkan Gaby bebas. Pikir Arjuna getir. Ayah akan menekannya sampai dia melupakan semua tentang ketulusan dan hanya memikirkan bisnis.

Ia memutuskan bahwa ia harus menjadi perisai dan penopang Gaby. Setelah menikah, ia mungkin sibuk membangun keluarga dan mengelola perusahaan yang lebih besar, tetapi ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan menggunakan kekuasaannya untuk membatasi campur tangan Ayahnya dalam kehidupan Gabriella.

"Aku harap kamu bisa menemukan kebahagiaan yang sebenarnya, Gaby," bisik Arjuna pada dirinya sendiri, sebelum kembali membuka laptop-nya. "Karena begitu aku menikah, perjuanganmu yang sebenarnya baru dimulai."

Di tengah tumpukan pekerjaan dan persiapan pernikahan, Arjuna harus menyeimbangkan cintanya pada Alana dan tugasnya untuk melindungi satu-satunya adik yang ia miliki dari cengkeraman keras dunia korporat yang akan ia warisi.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!