NovelToon NovelToon
Hamil Anak CEO

Hamil Anak CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / CEO / Hamil di luar nikah / Duda / Romansa
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: Hanela cantik

Dara yang baru saja berumur 25 tahun mendapati dirinya tengah hamil. Hidup sebatang kara di kota orang bukanlah hal yang mudah. Saat itu Dara yang berniat untuk membantu teman kerjanya mengantarkan pesanan malah terjebak bersama pria mabuk yang tidak dia ketahui asal usulnya.

"ya Tuhan, apa yang telah kau lakukan Dara."

setelah malam itu Dara memutuskan untuk pergi sebelum pria yang bersamanya itu terbangun, dia bergegas pergi dari sana sebelum masalahnya semakin memburuk.
Tapi hari-hari tidak pernah berjalan seperti biasanya setelah malam itu, apalagi saat mengetahui jika dia tengah mengandung. apakah dia harus meminta pertanggungjawaban pada lelaki itu atau membesarkan anak itu sendirinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hanela cantik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

17

Terkadang Dara memanggil Arkan Hanaya dengan sebutan nama. Tapi jika di waktu-waktu tertentu dia akan memanggil pria itu dengan sebutan "bapak". Mungkin karena usia Dara yang masih dua lima dan Arkan yang usianya mungkin sudah berkepala tiga.

Pagi itu, matahari baru naik setengah, sinarnya menembus jendela kecil kontrakan Dara, menyoroti meja sederhana yang masih berantakan dengan sisa sarapan. Dara berdiri di depan cermin, merapikan rambut dan memastikan seragam kerjanya rapi. Hari itu, ia berencana berangkat lebih awal ke kafe ingin menebus keterlambatan kemarin.

Namun langkahnya terhenti ketika suara klakson mobil terdengar dari luar.

"Siapa yang pagi-pagi datang begini?" pikirnya, sedikit heran.

Dara berjalan ke depan, mengintip dari celah jendela dan sontak matanya membulat.

Sebuah mobil hitam elegan terparkir di depan kontrakannya. Dan dari balik kemudi, keluar seorang pria dengan kemeja putih tergulung di siku, celana panjang gelap.

Dara langsung membuka pintu itu, kala Arkan sudah didepan.

“Arkan?” suaranya hampir tercekat. “Kamu ngapain di sini pagi-pagi begini?”

"orang-orang nanti pada curiga kita punya hubungan"

Arkan berjalan mendekat, dengan langkah santai.

“Selamat pagi,” ucapnya datar tapi lembut. “Aku datang buat jemput kamu.”

“Jemput?” Dara mengerutkan dahi. “Jemput mau ke mana?”

“Kita akan ke rumah orangtuaku. Aku udah janji mau ngenalin kamu ke mereka, ingat?”

Dara spontan menatap jam di pergelangan tangannya. “Sekarang? Aku harus kerja, Aku nggak bisa seenaknya pergi kayak gini. Belum izin juga.”

" Lagi pula siapa yang mau nikah sama kamu. Kan aku belum setuju"

Arkan hanya menatapnya sebentar “Sudah. Aku sudah izin. Dan aku ngga butuh persetujuan dari kamu”

Dara menatapnya tak percaya. “Apa?”

" udah ayok masuk. Papa sama mama udah nunggu di rumah" ucapnya sambil membuka pintu mobil bagian depan.

Dara menatap pakaian yang dia gunakan saat ini, sangat jauh dari kata mewah. Hanya dibalut dengan kemeja yang warnanya sudah mulai pudar dan celana kulot senada.

"Tenang aja. Sebelum kesana nanti kita mampir ke butik kalo kamu ngga pede sama penampilanmu. Tapi kalo kamu ngga masalah, ya ngga papa orang tua ku baik kok" Tawar Arkan seolah mengetahui isi pikiran dari wanita di depannya itu.

“Aku nggak akan ganti baju,” ucap Dara akhirnya, suaranya tegas. “Aku mau datang apa adanya. Kalau orang tuamu nggak suka, itu lebih bagus.”

Arkan tertawa kecil, nada suaranya tenang seperti biasa. “Baiklah, kalau begitu ayo berangkat.”

Dara masuk ke dalam mobil itu dan disusun oleh Arkan. Suasana di dalamnya sangat hening, mungkin karena Dara yang grogi akan bertemu dengan orang tuanya Arkan. Dia sudah menyiapkan mentalnya, jika sampai disana dia akan diperlakukan tidak baik.

"emmm, sebelumnya aku belum tahu siapa kamu sebenarnya. Bisa kamu jelaskan tentang dirimu ?" tanya dara memecah keheningan.

Arkan menatapnya sebentar, “Kamu mau versi singkat atau panjang?”

“Yang jujur.”

Arkan mengangguk. " kamu sudah tahukan namaku, Arkan Hanaya Mahendra. Usiaku sekarang baru tigapuluh dua dan memiliki satu anak yang berusia empat tahun. Ohh bukan satu lagi melainkan dua"

" maksudmu kamu punya anak selain siapa namanya itu" Tanya dara heran, karena sepengetahuannya Arkan hanya memiliki satu anak.

" Rafa namanya. kamu mau tahu siapa satu lagi"

Dara mengangguk penasaran.

Arkan menoleh sekilas " yang ke dua ada di dalam perut kamu" jawabnya dengan senyum tipis.

Mendengar itu pipi Dara merona bak kepiting rebus. Ia menatap pria di sebelahnya itu yang tersenyum tipis.

"Ada yang mau ditanyakan lagi"

Dara menarik napas dalam, suaranya sedikit ragu. “emm..Di mana… ibunya Rafa sekarang?”

Pertanyaan itu membuat mobil sedikit melambat tanpa sadar. Arkan diam beberapa saat, matanya menatap lurus ke depan seolah sedang menimbang harus menjawab seperti apa.

"Kalo ngga mau jawab ngga papa kok"

“Ibunya Rafa…” Arkan akhirnya bicara dengan nada pelan. “Dia udah nggak ada, Dara.”

Dara menoleh cepat, matanya memandang Arkan tak percaya. “Maksud kamu…?”

" mamanya Rafa udah ngga ada sejak empat tahun yang lalu. Saat melahirkan Rafa. Dia pendarahan hebat saat itu dan ngga bisa terselamatkan"

"Maaf.....aku ngga bermaksud untuk....."

Arkan langsung menggeleng cepat " ngga papa, itu wajib Kamu tahu. Kan sebentar lagi kamu yang akan jadi bundanya Rafa "

Mobil hitam itu berhenti perlahan di depan sebuah rumah besar bergaya modern klasik di kawasan elit kota. Halamannya luas, dengan taman yang tertata rapi dan air mancur kecil di tengahnya.

Dara menelan ludah pelan. Kedua tangannya ia genggam erat di pangkuannya. Rumah ini terlalu besar untuk dirinya yang terbiasa hidup sederhana di kontrakan mungil.

“Ini rumah orang tuamu?” tanyanya lirih, nyaris seperti bisikan.

Arkan menoleh dengan ekspresi lembut. “Iya. Santai aja, mereka nggak se-menakutkan yang kamu pikir.”

Hufff

Arkan tersenyum samar. “Kalau kamu gugup, cukup pegang tanganku.”

“Ng… nggak perlu.” Dara buru-buru menepis tangan Arkan yang hampir menggenggam jemarinya. “Aku bisa sendiri.”

Arkan tertawa kecil. “Ya sudah, ayo.”

Begitu mereka menapaki tangga marmer dan bel pintu ditekan, tak butuh waktu lama sebelum seorang wanita berusia sekitar akhir lima puluhan membuka pintu.

“Arkan?” suara itu terdengar hangat. “Akhirnya kamu datang juga.”

“Iya, Ma,” jawab Arkan

Tatapan sang ibu berpindah pada Dara — dari ujung rambut hingga ke ujung kaki. Dara berdiri kaku, menunduk hormat.

“Selamat pagi, Tante,” ucap Dara pelan menundukkan kepalanya.

Senyum kecil muncul di wajah wanita itu. “Kamu Dara, ya? Arkan udah cerita banyak tentang kamu ke mama. Ngga perlu sungkan gitu. ya udah yok masuk papamu udah nunggu di dalam "

Suara lembut itu sedikit menenangkan jantung Dara yang sejak tadi berdetak kencang.

Di ruang itu sudah ada seorang pria paruh baya Ayah Arkan yang duduk membaca koran di sofa besar. Ia menatap sejenak ke arah Dara, kemudian ke Arkan, lalu menurunkan korannya perlahan.

"Pagi pah" sapa Arkan .

“Ini yang kamu bilang, Kan?” tanya Damar.

Arkan mengangguk. “Iya, Yah. Ini Dara.” lalu mendudukkan dirinya di sofa kosong disana. Sedangkan Dara masih berdiri tidak tahu mau melakukan apa.

" sudah duduk saja, tak perlu sungkan"

“Terima kasih, om,” jawab Dara pelan, lalu duduk di tepi sofa. Tangannya saling menggenggam erat di pangkuan.

Suasana sempat hening beberapa saat sebelum ibunda Arkan memecahnya dengan suara lembut.

"Nama kamu siapa sayang" tanya Ratna ya g duduk di samping suaminya.

" Saya Dara Tante, Dara Pratama. Usia saya baru dua puluh lima kemaren" jelasnya.

"orang tua kamu kerja apa dan tinggal dimana" Kali ini Damar yang bertanya.

"pah" ucap Arkan yang merasa keberatan dengan pertanyaan ayahnya itu.

" ngga papa kok pak. Sebelumnya saya berasal dari kota bandung ayah saya dan ibu saya sudah tidak ada lagi om dan saya anak tunggal. Dan saya di Jakarta juga tinggi sendirian om"

“Saya kerja di kafe om ,” jawab Dara jujur.

Damar mengangguk pelan, sementara Ratna menatap Dara dengan penuh perhatian. Ada raut terkejut dan iba sekaligus kekaguman di wajah wanita itu bagaimana tidak, gadis muda di hadapannya terlihat sopan, sederhana, namun tutur katanya begitu tenang.

“Sendirian di Jakarta?” tanya Ratna pelan, nadanya lembut, penuh rasa ingin tahu.

“Iya, Tante,” jawab Dara, menunduk sopan. “Awalnya saya ke sini buat cari kerja setelah lulus kuliah. Saya pikir bisa hidup mandiri. Tapi ya begitulah, kadang nggak semudah yang dibayangkan.”

"Ngga papa sayang itu hal wajar kok. Jadi kapan rencananya kalian akan menikah"

Dara buru-buru mengangkat wajahnya, suaranya bergetar. “Saya… saya tahu posisi saya nggak pantas, Tante. Tapi saya juga nggak pernah berniat merebut Arkan dari siapa pun. Semua ini… di luar rencana saya.”

Ratna tersenyum tulus. " mama sama papanya Arkan sudah membicarakan ini sebelumnya dan kami menyetujuinya."

"mungkin seminggu lagi, Aku juga sudah mau mengurus semuanya"

1
Holma Pakpahan
lanjut,Dara tetaplah menjadi ibu yg baik.
knovitriana
update
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!