NovelToon NovelToon
The Legend Of The Shadow Eater

The Legend Of The Shadow Eater

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Iblis / Kutukan / TKP / Hantu
Popularitas:417
Nilai: 5
Nama Author: Senara Rain

Bagi Lira, Yash adalah mimpi buruk. Lelaki itu menyimpan rahasia kelam tentang masa lalunya, tentang darah dan cinta yang pernah dihancurkan. Namun anehnya, semakin Lira menolak, semakin dekat Yash mendekat, seolah tak pernah memberi ruang untuk bernapas.
Yang tak Lira tahu, di dalam dirinya tersimpan cahaya—kunci gerbang antara manusia dan dunia roh. Dan Yash, pria yang ia benci sekaligus tak bisa dihindari, adalah satu-satunya yang mampu melindunginya… atau justru menghancurkannya sekali lagi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senara Rain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

13

Jalan setapak itu sunyi. Hanya suara jangkrik dan desir angin malam yang menemani langkah Lira. Bulir air mata terus jatuh, membasahi pipinya yang pucat. Tangannya mengepal di sisi tubuh, menahan gejolak sakit hati bercampur amarah.

Tiba-tiba, hawa dingin menusuk tulang. Dari celah pepohonan, kepulan asap hitam pekat merayap pelan, lalu melingkar mengitari tubuh Lira. Asap itu bergerak seperti memiliki nyawa, membentuk wajah-wajah samar yang menyeringai.

Lira terhenti. Tubuhnya menegang, seolah kaki tertancap di tanah. Nafasnya tercekat, dada naik turun cepat. “I—ini… apa…” suaranya lirih, hampir tak keluar.

Asap itu makin rapat, menyentuh kulitnya, membuat bulu kuduknya berdiri. Lira menutup hidung, mundur setapak, tapi sekelilingnya sudah terkepung.

Mendadak, dari dadanya terasa perih menyengat. Ia memegangi dada, matanya membelalak. “Aahh…!” jeritnya pecah. Dari balik telapak tangannya, cahaya keperakan mulai merembes, berdenyut seakan mencoba keluar dari dalam tubuh.

Lira menunduk, tubuhnya bergetar hebat. Rasa sakitnya semakin menjadi, seakan dadanya diremuk dari dalam. Cahaya itu semakin terang, menembus pakaian tipisnya, menyilaukan kegelapan sekitar. Asap hitam di sekitarnya berteriak—suara melengking tak kasat telinga, benci terhadap cahaya itu.

“Berhenti… h-hentikan…” Lira terisak, lututnya hampir jatuh menyentuh tanah.

Dan saat itulah, dari langit gelap di atas pepohonan, sebuah bayangan besar melesat turun. Yash. Rambut panjangnya berkibar diterpa angin malam, matanya merah menyala penuh amarah.

“LIRA!!” teriaknya.

Dengan satu hentakan sayap hitam pekat di punggungnya, Yash menerjang masuk ke lingkaran asap. Gelombang energi kegelapan miliknya memukul balik kepulan asap, memberi celah. Dalam sekejap ia meraih tubuh Lira yang hampir ambruk, lalu mengangkatnya ke dalam dekapannya.

Tubuh Lira gemetar dalam pelukan itu, cahaya di dadanya masih berdenyut liar, memaksa keluar. “Dadaku… sakit… Yash…” suaranya parau, penuh ketakutan.

“Bertahanlah!” Yash menggenggam Lira erat, lalu dengan kepakan sayap kuat ia membawa tubuhnya terbang menembus udara malam. Angin berdesir kencang, meninggalkan jeritan asap hitam yang gagal meraih mereka.

Di udara, Lira meronta lemah, kedua tangannya mencengkeram pakaian Yash. “Kenapa… selalu kau yang datang…?” suaranya pecah di antara tangis dan sakit.

Yash menatap wajahnya yang basah air mata, rahangnya menegang. “Karena aku tak bisa… membiarkanmu hilang lagi.”

Mereka melesat di langit malam, melewati bulatan bulan yang menggantung pucat di antara awan. Rambut Lira terurai, berkilau samar disapu cahaya bulan, sementara tubuhnya terguncang lemah dalam dekapan Yash. Sayap hitam Yash berdebar kuat, menimbulkan desir angin yang memecah kesunyian malam.

Tak lama, mereka mendarat di tebing tinggi yang menjorok ke laut. Ombak menghantam karang di bawah sana, menciptakan bunyi gemuruh yang bercampur dengan desah angin malam.

Begitu kaki Yash menyentuh tanah, tubuh Lira langsung melemas, jatuh tanpa daya ke pelukannya. Nafasnya berat, wajahnya pucat tersapu cahaya bulan. Jemarinya berusaha meraih pakaian Yash, namun terkulai sebelum sempat menggenggam.

“Apa yang… terjadi padaku?” suara Lira lirih, hampir tertelan angin. “Kenapa aku… menjadi selemah ini?”

Yash menatapnya lama, matanya redup oleh rasa bersalah sekaligus cemas. Dia tak menjawab pertanyaan itu, hanya menggeser tubuh Lira agar lebih nyaman dalam pelukannya. Dengan lembut ia menyelipkan rambut yang menutupi wajah Lira, lalu berbisik rendah, suaranya bergetar menahan perasaan yang sulit diungkapkan.

“Beristirahatlah.”

Lira masih berusaha menahan kelopak matanya, namun rasa sakit dan lelah menyeretnya. Tubuhnya makin merapat pada dada bidang Yash, seakan mencari kehangatan. Ia bisa merasakan detak jantung Yash yang kencang, mengalun seperti ingin menenangkannya.

Perlahan, kelopak mata Lira menutup. Napasnya mulai teratur, meski masih berat. Yash menunduk, menatap wajah itu lama—wajah yang sama dengan Arum, wajah yang terus menghantuinya ratusan tahun.

Jemarinya menyusuri garis rahang Lira, berhenti di pipi yang dingin. “Aku tidak akan kehilanganmu lagi,” bisiknya lirih, nyaris tak terdengar selain oleh angin malam.

Di bawah cahaya bulan, Yash hanya bisa duduk diam, memeluk Lira erat-erat, seakan pelukan itu bisa melawan takdir yang sudah menunggu di depan.

Ia mengusap kening Lira, menyingkirkan rambut yang jatuh menutupi wajah pucatnya. “Tidurlah dengan tenang, Lira,” bisiknya, meski ia tahu gadis itu tak bisa mendengarnya. “Aku akan menjagamu. Kali ini… aku tidak akan gagal lagi.”

Cahaya bulan merayapi permukaan tebing, menimbulkan kilau pucat pada bayangan Yash yang masih kokoh di samping Lira. Sesekali sayap hitamnya mengepak ringan, menjaga keseimbangan dari embusan angin.

Di dalam tidurnya, Lira bergerak kecil, bibirnya bergetar seolah bergumam, namun tak ada suara jelas yang keluar. Jemarinya tanpa sadar menggenggam erat jas hitam Yash, seakan tubuhnya mencari perlindungan dari sesuatu yang tak terlihat.

Yash menunduk, menatap genggaman itu lama, lalu menutup matanya. Senyum tipis terbit di wajahnya yang biasanya dingin.

Malam itu ia tidak bergerak sedikit pun. Hanya duduk di sana, menjadi benteng diam yang tak akan membiarkan satu pun makhluk kegelapan mendekat.

Keesokan paginya, ketika Lira membuka mata, ia mendapati dirinya masih berada dalam dekapan Yash. Hangat tubuh lelaki itu melindunginya dari dingin angin laut yang menusuk. Sesaat, Lira hanya bisa terpaku. Ada perasaan aneh yang menyelinap di dadanya—perasaan aman… meski orang yang memeluknya adalah sosok yang ia benci, bahkan takutkan.

Perlahan, ia menggerakkan tubuhnya, berusaha melepaskan diri. Yash membuka mata, tatapannya langsung jatuh pada wajah Lira. Sejenak, suasana menjadi canggung.

“Kau merasa lebih baik?” suaranya tenang, nyaris berbisik.

Lira mengangguk singkat, menunduk, lalu buru-buru berusaha bangkit. “Aku harus kembali ke Jakarta,” ucapnya dingin.

Yash ikut berdiri, tubuhnya tegap membayang di bawah sinar matahari pagi. “Lira, jangan jauh-jauh dariku.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!