Harusnya, Ziva menghabiskan malam pertamanya itu dengan sang suami. Namun, saking mabuknya, ia malah masuk ke kamar mertuanya dan membuatnya tidur di ranjang yang salah.
Apa yang akan terjadi pada Ziva dan mertuanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurma_98, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hamil
Di rumah sakit.
Sedari tadi Victor merasa gelisah, dirinya bahkan terus mondar-mandir sembari menatap jam yang ada di tangannya.
"Ayolah.. Aku mohon..!"
Sejak adegan pertengkaran dengan Ziva, wanita itu tak sadarkan diri dan langsung di larikan ke rumah sakit. Rasa menyesal semakin menyelimuti Victor, ia merasa bersalah karena sudah menampar sang isteri dan menyebabkan semua ini terjadi.
Sudah hampir 1 jam Ziva berada di ruangan, dokter pun masih belum keluar dari ruangan tersebut.
"Aku harus memberitahu ayah." Gumamnya, merogoh ponselnya.
Ceklek
Tiba-tiba pintu ruangan terbuka. Victor mengurungkan niatnya untuk menelepon sang ayah, ia menyimpan kembali ponselnya dan menatap seseorang yang membuka pintu.
"Apa anda suami pasien?"
"Ah, ya. Bagaimana keadaan isteri saya, dokter?" Ujarnya, dengan rasa penasarannya.
Dokter tersebut hanya tersenyum tipis. "Mari kita bicarakan di dalam saja, isteri anda juga belum tahu."
Dan setelah di dalam, Victor segera menghampiri sang isteri. Ziva pun sudah siuman dan hanya menatap lemas pada Victor.
"Sayang, maafkan aku.. Aku benar-benar tak bermaksud bersikap kasar padamu." Ungkap Victor menunjukan rasa penyesalannya.
Ziva tak menjawab, ia hanya terdiam sembari memalingkan wajahnya karena enggan menatap Victor. Mau bagaimana pun, Ziva masih kesal pada suaminya itu, apalagi saat Victor menamparnya, rasa benci mulai menyelimuti dirinya.
"Tuan, nyonya. Saya ingin memberitahu sesuatu pada kalian berdua." Ucap sang dokter.
Mereka berdua langsung menoleh ke arah dokter dan menatapnya dengan intens. Ziva dan Victor di buat penasaran, sesuatu apa yang akan di katakan oleh sang dokter?
"Selamat nyonya Ziva, anda sedang hamil. Usia kandungan anda baru menginjak satu minggu lebih."
Degh
"A-apa? H-hamil?"
Respon Ziva dan Victor bertolak belakang. Sang suami nampak menunjukan raut wajah yang bahagia sampai memasang senyum lebarnya.
Berbeda dengan Ziva, matanya bahkan sampai terbelalak sempurna karena saking terkejutnya mendengar kabar tersebut. Ziva tak menyangka kalau dirinya itu akan cepat hamil.
Tiba-tiba rasa panik pun menyelimuti dirinya. Ziva menggigit ujung kukunya dengan fikirannya pun menjadi kalang kabut. Pasalnya, bayi siapa yang ia kandung sekarang?
Greb
"Sayang, selamat. Kita berdua akan menjadi ayah dan ibu." Sahut Victor, memeluk sang isteri dengan erat.
Ziva tak membalas pelukan Victor, wanita iti hanya mematung karena masih terkejut. "Aku pertama kali melakukannya dengan mertuaku, bagaimana jika anak yang ada di dalam kandunganku ini bukan anak Victor? Apa yang harus kulakukan sekarang?"
Perasaanya semakin di buat ketar-ketir, Ziva semakin takut jika anak ini ternyata hasil dari hubungan terlarangnya dengan sang mertua. Ia takut jika suatu saat nanti, Victor akan mengetahui kebenarannya.
"Ah, y-ya.. Selamat untuk kita." Jawab Ziva.
*
*
Sedangkan itu...
Heri ternyata membawa Mara ke rumah sakit miliknya. Bukan tanpa alasan, ia takut wanita itu terluka dan ingin memastikan kalau Mara baik-baik saja.
"Astaga, sudah saya bilang saya tidak apa-apa." Ujar Mara.
"Hati saya tidak tenang, saya harus memastikan dengan benar kalau anda baik-baik saja." Sahut Heri.
Mara tersenyum menatap Heri. Tenyata sekarang suaminya itu sudah menjadi dokter yang hebat, bahkan mendirikan rumah sakit yang mewah dan ternama di kota ini.
"Mari saya antarkan anda pulang, ini sudah mau magrib, mungkin di rumah ada seseorang yang sedang menunggu dan mengkhawatirkan anda."
Ucapan Heri seketika membuat Mara terdiam. Dirinya membayangkan, apa suami dan puteranya dulu juga begini? Menunggu dirinya yang tak kunjung pulang, bahkan sampai belasan tahun lamanya.
"T-tidak perlu tuan, saya sudah sangat merepotkan anda."
"Ya ampun tidak papa, tidak usah sungkan begitu. Saya--"
Draaap..
Draaap..
Draaap..
Terdengar suara langkah kaki seseorang yang berlari ke arah Heri dan juga Mara. Respon Heri cukup cepat, ia langsung menoleh dan menatap seseorang tersebut.
"Dokter, bukankah anda sudah pulang? Kenapa anda ada di sini lagi? Apa ada sesuatu yang tertinggal?" Tanya seseorang, panggil saja dokter Jimin.
"Eh, tidak. Saya hanya mengantar pasien ini saja, sekarang saya juga akan pulang kembali."
"Ah, begitu. Oh iya, bukannya putera dan juga menantu anda ada di sini juga. Tadi saya melihat, menantu anda tak sadarkan diri dan langsung di bawa ke ruang medis."
Degh