NovelToon NovelToon
SEKRETARIS INCARAN

SEKRETARIS INCARAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Selingkuh / Persahabatan
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Noona Rara

Febi adalah gadis cerdas dan menawan, dengan tinggi semampai, kulit seputih susu dan aura yang memikat siapa pun yang melihatnya. Lahir dari keluarga sederhana, ayahnya hanya pegawai kecil di sebuah perusahaan dan ibunya ibu rumah tangga penuh kasih. Febi tumbuh menjadi pribadi yang tangguh dan mandiri. Ia sangat dekat dengan adik perempuannya, Vania, siswi kelas 3 SMA yang dikenal blak-blakan namun sangat protektif terhadap keluarganya.
Setelah diterima bekerja sebagai staf pemasaran di perusahaan besar di Jakarta, hidup Febi tampak mulai berada di jalur yang cerah. Apalagi ia telah bertunangan dengan Roni, manajer muda dari perusahaan lain, yang telah bersamanya selama dua tahun. Roni jatuh hati pada kombinasi kecantikan dan kecerdasan yang dimiliki Febi. Sayangnya, cinta mereka tak mendapat restu dari Bu Wina, ibu Roni yang merasa keluarga Febi tidak sepadan secara status dan materi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noona Rara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

RONI SELINGKUH

Hari kedua Febi bekerja berjalan nyaris sama seperti kemarin. Ruang kantor ramai dengan kesibukan, tumpukan dokumen yang menanti, dan suara keyboard yang tak henti-hentinya berdetak. Febi berusaha tetap fokus, menyelesaikan tugas-tugas kecil yang diberikan, dan perlahan mulai terbiasa dengan ritme pekerjaan.

Pak Eko beberapa kali melempar candaan, terutama karena Febi yang masih terlalu banyak diam.

“Wah, Febi ini pasti agen rahasia ya. Datang, kerja, pulang. Tanpa suara. Hehehe!”

Febi hanya membalas dengan senyum tipis. Masih terasa kaku, tapi ia tak bermaksud dingin. Ia hanya belum sepenuhnya nyaman.

Waktu berjalan cepat. Tanpa terasa, langit sudah mulai menggelap. Febi keluar dari kantor dengan langkah tenang dan menuju halte bus seperti biasanya. Ia berdiri di sana, menatap layar ponsel. Berkali-kali. Membuka aplikasi pesan, lalu menutupnya. Tidak ada kabar dari Roni. Lagi.

“Kenapa, Ron...? Kamu betah banget nggak kasih kabar ke aku” gumamnya lirih.

Mobil putih berhenti tak jauh darinya. Terdengar suara akrab memanggil,

“Febi! Mau nebeng nggak? Kita searah kan?”

Itu Wina.

Awalnya Febi menolak halus, “Nggak usah, Win. Aku naik bus aja.”

Tapi Wina, dengan gaya cerewet dan ekspresi bersahabatnya, terus membujuk.

“Ayolah! Masa baru hari kedua udah jadi karyawan teladan yang suka nyiksa diri? Naik aja. Nggak usah bayar kok.”

Akhirnya Febi menyerah dan duduk di kursi penumpang mobil Wina. Selama perjalanan, Wina banyak bercerita. Tentang drama kantor, tentang mantan pacarnya yang nikah sama sepupunya sendiri, sampai tentang makanan kesukaannya yang aneh, sambel rujak dicampur ke dalam mie goreng.

Febi tertawa kecil menanggapinya, ia mulai merasa nyaman.

Namun tawa itu lenyap saat mereka berhenti di lampu merah. Dari kaca mobil, Febi melihat sebuah mobil hitam di jalur sebelah. Ada sosok yang duduk di kursi pengemudi dan hatinya langsung mencelos.

Roni.

Ia yakin itu Roni, meski wajahnya hanya terlihat sekilas. Tapi yang membuatnya lebih sesak adalah sosok perempuan di samping Roni. Mereka tampak... terlalu dekat. Bahkan, sepertinya bibir mereka saling menempel sesaat sebelum Roni menyadari lampu hijau menyala.

Febi terdiam. Matanya membelalak. Wina yang menyadari perubahan ekspresi Febi langsung melirik ke arah yang sama.

“Kenal?” tanya Wina pelan.

Febi mengangguk, tenggorokannya tercekat.

“Itu... kayaknya Roni. Tunanganku.”

Wina langsung menepuk setir mobil.

“Ya ampun, yang bener?! Kok dia... Gila! Di mobil pula? Sama siapa tuh cewek?!”

“Kayaknya Raisa...” suara Febi gemetar. “Sahabatku.”

Wina melotot. “Wah, ini sih plot twist-nya keterlaluan!”

Dengan cepat, Wina membelokkan mobilnya dan mengikuti arah mobil Roni. Mereka melaju dalam keheningan yang penuh ketegangan.

Mobil Roni berhenti di sebuah hotel. Febi menunduk, hatinya bergetar hebat. Wina makin kesal.

“Mereka mau... Aduh, ini beneran ya, Feb? Kamu masih mau mikir positif?”

Febi tak bisa menjawab.

Mereka memarkirkan mobil agak jauh, lalu diam-diam mengikuti Roni dan Raisa masuk ke dalam hotel. Sampai di lantai lima, mereka melihat keduanya masuk ke kamar nomor 308. Wina berdiri mematung, matanya tak bisa lepas dari pintu kamar itu.

“Feb... mereka masuk. Kamu masih yakin dia tunangan kamu?”

Febi mengangguk lemah.

Wina mendengus. “Greget banget! Aku yang bukan siapa-siapa aja pengen jambak tuh cewek!”

Tanpa menunggu keputusan Febi, Wina melangkah cepat dan mengetuk pintu kamar itu dengan keras. Tok tok tok! Tok tok tok!

Beberapa detik kemudian, pintu terbuka.

Roni muncul, hanya mengenakan boxer dan wajah kesal.

Matanya membelalak begitu melihat Febi berdiri di depan pintu bersama seorang perempuan yang tidak dikenalnya.

“F-Febi...”

“Roni,” suara Febi pelan namun bergetar hebat. Matanya menatap pria yang selama ini ia percaya, dengan air mata menggenang. “Apa... yang kamu lakukan?”

Raisa muncul dari dalam kamar, hanya mengenakan tanktop dan celana pendek, dengan bekas ciuman dan cupang di lehernya. Ia menyeringai sinis.

“Ups….Fe…Febi?”

PLAK!

Febi menampar Roni sekeras-kerasnya. Tangannya gemetar, wajahnya penuh luka dan amarah.

“Dasar pengkhianat! Brengsek. Dan kamu, Raisa... tega-teganya kamu nusuk aku dari belakang. Padahal kita sahabat tapi kamu malah sekamar dengan tunanganku. Aku nggak akan pernah maafin kamu!”

Wina juga ikut menyumpah.

“Astaga! Pantesan wajah lo dua-duanya cocok, sama-sama murahan!”

Roni hanya bisa terdiam. Raisa tertawa kecil, tanpa rasa bersalah.

Febi tak sanggup lagi menatap keduanya. Ia berlari keluar, masuk lift hotel dengan air mata yang tak bisa dibendung. Wina mengikuti di belakang, mengumpat panjang lebar.

Namun, di lobby hotel, nasib mempertemukannya kembali pada sosok yang tak terduga.

Brak!

Tubuh Febi bertabrakan dengan seseorang. Ia nyaris terjatuh, namun tangan lelaki itu sigap menangkap lengannya. Saat Febi mendongak, wajahnya berhadapan dengan...

Arkan.

CEO tempatnya bekerja.

Wajahnya tampak terkejut dan bingung melihat pegawainya berada di tempat seperti ini, dalam keadaan menangis, matanya merah, napas tersengal.

“Febi?” suara Arkan berat dan pelan.

Wina segera menghampiri dan menarik Febi pergi.

“Maaf, Pak. Salah tempat, salah waktu. Kami pergi dulu.”

Arkan menatap punggung Febi yang menjauh dengan alis mengerut. Ada luka dalam mata gadis itu. Luka yang tampaknya... tidak sederhana.

Dan sejak malam itu, nama Febi benar-benar menempel di ingatan Arkan. Bukan hanya sebagai staf baru.

Wina menarik Febi keluar dari hotel dengan langkah cepat. Sesekali menoleh ke belakang, memastikan Roni atau Raisa tidak mengejar. Tapi yang mereka tinggalkan hanya dua manusia tak tahu malu yang tetap berdiri di ambang pintu dengan wajah datar.

Angin malam terasa lebih dingin dari biasanya. Febi terduduk di bangku taman depan hotel. Tangannya gemetar, wajahnya pucat, dan air matanya mengalir terus-menerus tanpa suara. Ia menggenggam ponsel erat-erat, seperti berusaha menahan agar hatinya tidak hancur sepenuhnya.

Wina duduk di sampingnya. Meski cerewet, kali ini ia memilih diam, memberi ruang bagi Febi untuk meluapkan semua rasa.

“Kenapa harus mereka, Win...” bisik Febi pelan. “Orang yang paling aku percaya. Sahabatku... tunanganku...”

Wina menghela napas panjang.

“Aku nggak tahu harus bilang apa, Feb. Tapi satu hal yang pasti, kamu nggak salah. Yang salah itu mereka. Mereka yang menghancurkan kepercayaan kamu.”

Febi mengangguk pelan, matanya kosong.

Di dalam mobil, dalam perjalanan pulang, Febi hanya diam menatap ke luar jendela. Lampu-lampu kota berkelebat, tapi semuanya terasa gelap. Di dalam hatinya, badai telah datang. Dan ia tahu, hidupnya tidak akan lagi sama mulai malam ini.

Sesampainya di rumah, Febi langsung masuk ke kamar tanpa berkata sepatah kata pun. Vania yang melihat wajah kakaknya begitu kusut hendak menyusul, tapi Wina mencegahnya dan hanya menggeleng pelan.

“Biarin dia sendiri dulu,” bisiknya. Vania hanya mengangguk walau hatinya ikut gelisah.

“Kakak ini teman kantornya Kak Febi?”

“Iya…kenalin aku Wina.”

“Vania. Adik Kak Febi paling cantik.”

Wina membalas dengan tawa.

“Btw Kak, Kakak aku kenapa? Kok mukanya kusut kek belum di setrika gitu?”

“Kakak kamu baru aja mergokin tunangannya lagi ena-ena di hotel.”

“WHAAAAATTTTTTTTT???”

“Adduh cempreng….telinga aku sakit tau nggak….”

“Adduh Kak…gimana ceritanya…..”

Akhirnya Wina menceritakan dengan detail perselingkuhan Roni dan Raisa. Vania sungguh geram dan sakit hati dibuatnya. Pertemuan pertama Vania dan Wina malah menambah keakraban mereka.

Sementara itu di lobi hotel, Arkan masih berdiri di tempat yang sama. Matanya mengarah ke pintu keluar, ke arah Febi dan temannya menghilang. Wajah gadis itu, yang berlinang air mata, terus terbayang di benaknya. Ada sesuatu yang menusuk dadanya bukan karena kasihan saja, tapi karena tatapan Febi saat itu seolah menyimpan luka yang dalam. Luka yang entah mengapa, membuatnya merasa ikut peduli.

Arkan menatap ke atas langit yang mendung, sama seperti pagi tadi. Entah kenapa, perasaannya mendadak tak tenang.

1
Andriyani Lina
namanya juga suka Febu, ya gitu2 kelakuan bos kalau mau dekat2 sama karyawan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!