'Apa dia bilang? Dia ingin aku jadi Sugar Baby?.' Gumam Sheilla Allenna Arexa
"Maaf?!." Sheilla mengernyitkan dahinya, bingung sekaligus tak mengerti. "Mengapa aku harus menjadi Sugar Baby mu?." Tanyanya dengan nada bicaranya yang sedikit keras.
Sean memijat rahang tegasnya sembari tetap menatap ke arah Sheilla dengan seringain kecil di bibir pria itu.
"Bagaimana menurutmu?." Tanya Sean pada Sheilla. "Apa kamu tidak tau apa kegunaan Sugar Baby dalam konteks ini? Sudah ku jelaskan dan bukankah kamu sudah dewasa?."
Kemarahan melonjak dalam diri Sheilla dan wajahnya memerah karena begitu marah.
"Sudah ku bilang, AKU BUKAN P--"
**
Sheilla Allenna Arexa adalah gadis biasa yang mendapati jika dirinya tiba-tiba terjerat dengan seorang bos mafia yang kejam karena hutang dari sepupunya sebesar 5 juta Dollar. Untuk menyelamatkan keluarganya dan juga membalas budi mereka karena telah merawatnya, Sheilla terpaksa menyetujui kontrak menjadi budak dengan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta Gloretha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13
"Halo nona, saya mau Aperol Spritz."
Sheilla tersenyum malu pada pria di depannya yang baru saja membuat pesanan. "Eh... tentu saja." Dia mengalihkan pandangannya ke arah kamar kecil dengan gugup, bertanya-tanya apa yang membuat Tom begitu lama.
Tom sempat pamit sebentar, dan mengatakan padanya kalau pria itu akan segera kembali, tetapi sekarang ada pelanggan dan Sheilla sama sekali tidak tahu bagaimana caranya membuat Aperol atau apa pun namanya, dia tidak tahu apa pun tentang itu.
Sheilla kemudian menoleh ke arah pelanggan yang sedang menunggu dan terkekeh canggung, "Maaf, saya akan memanggilkan bartender untuk Anda."
Pria itu mengangkat alisnya, mengamati tubuhnya. "Kamu bukan salah satunya? Kamu kan sudah pakai seragam bartender."
"Um, baiklah..." Sheilla tergagap. Dia tidak tahu harus berkata apa. Tepat saat dia hendak menerima pesanan, Tom keluar dari kamar kecil dan membelalakkan matanya karena takut.
'Sial! Aku tidak sengaja meninggalkan tugas ku, dan sekarang malah ada pria yang berbicara genit pada gadisnga Bos Sean!. Aku akan mendapat masalah besar jika Bos sampai melihat ini.' Batin Tom dan bergegas mendekati meja kasir. "Saya akan membantu Anda dengan pesanan Anda, Tuan. Nona ini hanya bertanggung jawab atas minuman bos."
Pria itu mengerut mendengar itu. Syukurlah dirinya tidak memaksa gadis kecil itu membuatkannya minuman. Dia tidak ingin membuat bos mafia itu marah.
Sambil terkekeh gugup, dia menjawab. "Tentu, tidak masalah. Aku mau koktail Aperol Spritz."
Sheilla menyipitkan matanya, melihat betapa orang asing pun takut dengan nama Sean. Apakah Sean selalu mengganggu orang? Sheilla tidak bisa menahan diri untuk bertanya-tanya.
Selain itu, Sheilla akhirnya bisa menghela nafas lega karena mengetahui bahwa dirinya tidak perlu mencampur minuman untuk pelanggan.
Semua hal yang berhubungan dengan bartender itu rumit dan dia masih belum banyak belajar. Minuman-minuman itu memiliki nama-nama yang sulit diingat. Dia juga harus mempelajari istilah-istilah tertentu yang digunakan di bar.
Itu sangat menyita waktu. Sheilla lebih memilih untuk belajar hukum daripada ini.
"Nona Sheilla, Bos meminta Anda datang ke kantornya." Kata salah satu anak buah Sean pada Sheilla dan hal itu membuat jantung Sheilla berdebar kencang.
'Sean... apa yang dia inginkan sekarang?.' Batin Sheilla.
Sheilla tidak menyebutkan apa pun tentang aksi kecil yang dilakukannya kemarin.
Begitu Sheilla mengambil uang itu, dia langsung naik taksi dan pergi ke mansion megah Sean. Sheilla punya ingatan tajam dan bisa mengingat arah jalan pulang.
Walaupun jauh di lubuk hatinya, Sheilla ingin kabur, tetapi dia tahu itu tidak ada gunanya.
Sean berpura-pura baik sekarang, tetapi jika Sheilla melakukan sesuatu yang melanggar kontrak, kekacauan akan terjadi dan Sean akan menunjukkan watak aslinya.
Sheilla puas dengan apa yang telah dilakukannya, tetapi saat dia sampai di mansion, dia mulai gemetar seperti daun. Karena telah berani memprovokasi sikap Sean.
Untungnya, pria itu tidak pulang ke mansion kemarin, sehingga Sheilla pikir bahwa dirinya telah lolos dari amukan Sean.
Namun sekarang setelah Sean tiba-tiba memanggilnya, Sheilla tahu bahwa ia telah berbohong kepada dirinya sendiri, bahwa semua akan baik-baik saja.
Seorang pria kejam seperti Sean tidak akan membiarkannya pergi setelah dia masuk ke kantornya dan mengambil uang itu.
Dengan jantungnya yang berdebar kencang, Sheilla dengan enggan menaiki tangga dan pergi ke kantor Sean.
Mengetuk pintu, pintu itu tiba-tiba terbuka dari dalam, memperlihatkan sosok Diego yang tinggi.
"Eh... Nyonya. Silakan masuk." Katanya sembari tersenyum.
'Sekarang setelah Sean tahu Sheilla berarti baginya, aku seharusnya tidak bersikap dingin pada gadis ini.' Pikir Diego dalam benaknya.
"Nyonya?" Sheilla menoleh ke belakang untuk memeriksa apakah dirinya lah yang dimaksud pria itu sebagai 'Nyonya'. Sembari menunjuk dirinya sendiri. "Yang kamu maksud itu aku?."
"Ya... kalau bukan kamu siapa lagi-"
"Diego." Satu kata. Hanya itu yang dibutuhkan Sean untuk membuat Diego berhenti menggoda Sheilla
"Maaf, Bos," katanya sembari melangkah pergi, membiarkan Sheilla masuk ke dalam kantor.
Diego kembali menyiapkan brankas baru dan pandangan Sheilla mengikutinya. Dia menelan salivanya saat melihat apa yang dilakukan Diego.
Rasa bersalah merayapi dirinya, berpikir seharusnya dia tidak bertindak gegabah kemarin.
"Kamu memanggilku?." Tanya Sheilla pada Sean, berusaha bersikap seolah dia tidak melihat ketika Diego sedang memasukkan lebih banyak uang ke dalam brankas baru itu.
Sean mengangkat kepalanya, menatap Sheilla.
Kemarin adalah terakhir kali Sean melihat Sheilla, tetapi rasanya seperti sudah seratus tahun berlalu. Sean tidak bisa pulang kemarin malam karena dia mendengar ada geng yang mencoba menyelundupkan narkoba ke wilayahnya, jadi dia harus menindaklanjuti masalah itu dan mengurung mereka.
Namun, selama menjalankan misinya, pikirannya selalu tertuju pada Sheilla gadisnya di mansion . Ia terus bertanya-tanya apa yang sedang dilakukan Sheilla di mansion tanpa dirinya.
"Aku membeli brankas." Kata Sean pelan, sembari menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi.
Jantung Sheilla berdebar beberapa kali dan mulai berdetak kencang di dadanya. 'Jadi dia ingin membicarakan soal brankas itu?' pikirnya dalam hati.
"Baguslah." Kata Sheilla sembari memaksakan bibirnya untuk tersenyum. Berusaha menyembunyikan kenyataan bahwa jantungnya sedang berdebar kencang.
"Kata sandi apa yang harus aku atur di brakas baru itu?." Tanya Sean
Sheilla merasakan benjolan di tenggorokannya. Apa yang terjadi? Apa maksud Sean dengan menanyakan pertanyaan itu pada Sheilla? Apakah pria itu sengaja mengujinya?
Sheilla berusaha menyembunyikan rasa gelisahnya dan buka suara. "Aku tidak tahu. Ini brankasmu. Kenapa aku harus memberitahumu kata sandinya?"
Sean mengangkat sebelah alisnya, "Kenapa tidak? Jelas supaya kamu tidak merasa kesulitan ketika membuka brankas ku. Sekarang kamu mencoba bersikap tenang?"
Merasa jantungnya berdebar kencang, Sheilla mengalihkan pandangannya dari tatapan tajam Sean. "Aku tidak tahu apa yang kamu bicarakan."
Sheilla akan menyangkal perkataan Sean apa pun yang terjadi. Pria itu pasti melihat catatan di atas meja dan menemukan anggur itu. Apakah Sean secara tidak langsung memarahinya karena telah membongkar kuncinya?
"Sheilla, aku tidak tahu kalau kamu juga seorang pembohong." Sean menyipitkan matanya ke arah Sheilla. Namun, gadis itu tidak pandai menutupi kegelisahannya
Saat ini, Sheilla seakan merasakan jantungnya berhenti berdetak. "A-aku harus menyelesaikan pekerjaanku, Tuan." Dia bergegas keluar ruangan dengan langkah tergesa-gesa.
Sementara Sean tampak seperti dia ingin memakan Sheilla hidup-hidup atas apa yang telah dilakukannya.
Lebih baik menjauhinya.
Melihatnya berlari seperti kucing yang ketakutan, Sean tiba-tiba tertawa terbahak-bahak. Ia merasa geli dengan tingkah Sheilla.
Gadis itu yang meninggalkan catatan di atas meja Sean, yang mengungkap perbuatannya sendiri. Namun, gadis itu juga bersikeras menyangkal bahwa dia telah membobol lubang kunci brankasnya.
"Apakah kau baru saja tertawa?." Tanya Diego dengan kedua matanya yang terbelalak, bertanya-tanya apa yang terjadi dengan temannya akhir-akhir ini.
Seorang gadis membobol kantor brankasnya dan mengambil uangnya. Namun dia... tertawa? Apakah Sean sudah gila?
"Tidak." Jawab Sean dengan suara rendah, menyadari bahwa dia memang banyak tertawa akhir-akhir ini
"Kau melakukannya... Aku tidak percaya, kawan. Sudah lama sekali aku tidak melihatmu tertawa seperti itu. Kau selalu bersikap serius, membuat kami semua bersikap hati-hati di depanmu." Kata Diego sembari melihat kembali ke arah pintu tempat Sheilla baru saja pergi. "Itu karena dia, kan?"
"Kau tampak terlalu bebas akhir-akhir ini... Apa kau ingin aku mengirim mu untuk menyamar dan memburu para pecandu narkoba?" kata Sean dengan suara rendah yang berbahaya membuat Diego gemetar. Ia lebih suka bekerja di sini daripada menyamar dan bergaul dengan para penjahat itu.
Seperti Sean, Diego juga membenci narkoba dan jika menyamar itu berarti dirinya harus berpura-pura menggunakan narkoba juga.
"Sebenarnya aku punya banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Seperti yang kau lihat, aku sedang menyiapkan brankas ini. Setelah selesai, aku akan mengawasi produksi anggur." Kata Diego cepat dan kembali mengerjakan apa yang sedang dikerjakannya.
**
Beberapa menit kemudian, Sheilla muncul kembali di pintu dengan anggur untuk Sean di tangannya.
Sembari tersenyum lebar, gadis itu buka suara. "Aku membawakan anggur untukmu."
Ketika Sheilla kembali ke bar, dia merasa bersalah. Dia seharusnya tidak membuka laci dan mengambil uang itu tanpa izin Sean.
Sean cukup baik karena tidak melanjutkan masalah itu. Jadi Sheilla ingin meminta maaf, tetapi dia tidak tahu bagaimana cara mendekati Sean, jadi dia membuat koktail dan datang ke kantornya.
Sean menyesap minumannya dan meletakkan gelasnya tanpa meminumnya lagi. "Tetap saja rasanya mengerikan." Katanya acuh tak acuh.
"Kamu yakin?" tanya Sheilla, mulai curiga. Meskipun dia tidak berpengalaman dalam hal-hal seperti itu, dia seharusnya menjadi lebih baik setelah sekian lama berlatih.
Matanya menyipit menatap Sean saat kesadaran mulai muncul di benaknya. 'Sean hanya mencoba mempermalukan ku lagi.'
Merasa amarah membuncah dalam dirinya, Sheilla lupa alasan mengapa dirinya kembali ke kantor Sean dan memilih pergi lagi. Saat memasuki aula, Sheilla melihat seorang penari menunggangi seorang tamu dan melakukan striptis. Sebuah pikiran mengalir dalam benaknya dan dia berlari kembali ke kantor Sean, berhenti tepat di luar ruangan, menenangkan diri sebelum masuk.
Sheilla membuka pintu, melangkah masuk bagaikan seorang catwalk profesional, bahunya ditarik ke belakang dan kepalanya terangkat tinggi.
Sean mengangkat alisnya saat melihat gadis itu kembali ke ruangan. Namun, ia terkejut saat Sheilla mendekati mejanya dan mulai membuka kancing kemejanya dengan menggoda.
Matanya terbelalak, melirik Diego yang cepat-cepat menutup matanya dengan tangannya.
"Aku tidak melihat apa-apa." Kata Diego dan langsung berlari keluar ruangan, meninggalkan mereka berdua sendirian.
"Apa yang kamu lakukan?." Tanya Sean, tenggorokannya tiba-tiba terasa kering.
Sheilla tidak menjawab, sebaliknya, dia melepas bajunya dan melemparkannya ke arah Sean, hingga mengenai wajah tampan pria tu.
Sean memejamkan matanya. Dia mencium aroma wangi khas tubuh Sheilla yang membuat jakunnya bergoyang-goyang.
Kini hanya mengenakan bra dan celana seragamnya, Sheilla berjalan mengitari meja dan dengan berani duduk di pangkuan Sean, mengangkanginya.
Terkejut, mata Sean membelalak. Dia tidak menyangka gadis itu akan melakukan itu. Dan gadis itu menjadi lebih berani akhir-akhir ini.
Tepat saat Sean hendak mengangkat pinggang Sheilla, Sheilla menaruh tangannya di bahu pria itu dan mulai menggoyangkan pinggulnya, menungganginya dengan menggoda...