NovelToon NovelToon
Loka Pralaya: The Begining

Loka Pralaya: The Begining

Status: tamat
Genre:Tamat / Matabatin / Dunia Lain / Perperangan / Pusaka Ajaib
Popularitas:4.8k
Nilai: 5
Nama Author: Margiyono

Prita dihantui mimpi-mimpi samar tentang sosok misterius dan sosok asing bernama Tana' Bulan. Di tengah kesehariannya yang tenang di Loka Pralaya bersama sahabat-sahabatnya, Wulan dan Reida, serta bimbingan bijak dari Nyi Lirah, mimpi-mimpi itu terasa lebih dari sekadar bunga tidur.

Sebuah buku kuno berkulit, Bajareng Naso, menjadi kunci misteri ini. Ditulis oleh Antaboga, legenda di dalamnya menyimpan jejak masa lalu Prita yang hilang—ingatan yang terkubur akibat pengembaraannya melintasi berbagai dunia. Nyi Lirah yakin, memahami legenda Bajareng Naso adalah satu-satunya cara untuk memulihkan kepingan-kepingan memori Prita yang berserakan.

Namun, pencarian kebenaran ini tidaklah mudah.

Akankah Prita berhasil memecahkan misteri mimpinya dan memulihkan ingatannya yang hilang? Siapakah tamu tak diundang itu, dan apa hubungannya dengan rahasia yang dijaga oleh Luh Gandaru?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Margiyono, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Langkah Awal

Tidak semua hal yang diketahui harus diceritakan.

Kata-kata itu terngiang di benakku, meskipun aku sendiri masih berusaha keras mengingat siapa diriku sebenarnya.

Nyi Lirah, dengan tatapan mata yang lembut namun terasa menembus, seolah menyimpan banyak rahasia. Aku merasakan kebijaksanaan terpancar darinya, sebuah keyakinan bahwa takdir akan menuliskan kisahnya sendiri.

Aku mengamatinya, bagaimana ia bersikap sederhana, menyembunyikan kedalaman pengetahuannya, seolah tak ingin mendahului garis yang telah ditentukan.

Negeri Londata ini ternyata terbagi dalam tiga marga utama: Bei, Luh, dan Nyi.

Marga Bei dan Luh adalah yang terbesar, mendominasi wilayah ini. Sementara marga Nyi, tempat Nyi Lirah berasal, adalah minoritas.

Aku bisa merasakan adanya ketegangan, terutama dari marga Bei dan Luh terhadap Nyi Lirah, sang tetua klan.

Pasti ada kisah tragis di balik terpilihnya beliau.

Aku mendengar bagaimana roda perekonomian Negeri Lontara dikuasai oleh marga Luh. Mereka ahli dalam membuat Lesung Orembai dan lentera dari daun meditrana, hasil produksinya bahkan sampai ke negeri lain. Keluarga besar Luh Gandaru adalah penggerak utama di balik semua ini.

Di sisi lain, marga Bei memegang kendali atas bidang militer. Segala jenis senjata dan perlengkapan perang dihasilkan dari pusat-pusat produksi mereka. Bei Tantra dan Bei Rangga, dua nama yang sering kudengar, adalah tokoh penting dari marga ini, memiliki keahlian dalam ilmu kemiliteran dan pembuatan senjata.

Sedangkan aku? Aku belum tahu dari marga mana asalku. Yang jelas, kebanyakan dari marga Nyi bekerja sebagai buruh kasar di tempat pembuatan Lesung Orembai, atau menjadi petani dan pedagang kecil biasa.

Negeri Londata ini membentang luas. Di utara berbatasan dengan pantai Sambutara, di selatan dengan pegunungan Sembuyan yang memisahkan kami dari negeri klan Anggana. Di timur, sungai Kinara yang lebar menjadi batas dengan wilayah klan Gendhing dan Lawe.

Dan di barat, tetangga kami adalah klan Sirani, negeri terbesar kedua di Loka Pralaya.

Malam itu, di saat yang sama ketika Banu dan Bani pergi menuju lereng Sembuyan, aku berada di ruang tengah Gubuk Manah bersama Nyi Lirah dan Wulan.

Mereka berdua menatapku dengan penuh perhatian. Seperti biasa, senyum ramah Nyi Lirah menyambutku.

“Prita,” tanya Nyi Lirah memulai pembicaraan.

Aku tersipu malu mendengar nama itu lagi. Nama yang diberikan Wulan.

“Iya, Nyi Lirah,” jawabku singkat.

“Aku rasa, nama yang diberikan Wulan kepadamu itu sangat cocok.”

Tatapan Nyi Lirah seolah ingin melihat reaksiku lebih dalam. Aku hanya mengangguk kecil, masih merasa asing dengan nama itu, namun tetap mendengarkan apa yang akan beliau katakan. Wulan hanya tersenyum tipis ke arahku.

“Iya, Nyi, nama itu bagus. Walaupun aku merasa agak risih saat memakai nama itu, karena aku masih belum bisa mengingat siapa diriku sebenarnya,” ujarku sambil menundukkan kepala.

“Tidak apa-apa Prita,” jawab Nyi Lirah lembut. “Nanti kamu juga akan terbiasa, dan aku harap kamu tidak terlalu memikirkan masalah itu.”

“Iya, Nyi,” jawabku lagi, berusaha menenangkan diri.

“Nyi Lirah…” Wulan bertanya kepada beliau.

“Iya Wulan, ada apa?”

“Selama beberapa hari ini, aku lihat sudah banyak perkembangan yang ditunjukkan oleh Prita,” kata Wulan sambil melirik ke arahku.

“Oh iya?” tanya Nyi Lirah dengan nada ingin tahu.

“Iya, Nyi,” lanjut Wulan, “setidaknya dirinya sudah mulai bisa menerima keadaannya, walaupun hingga saat ini kita belum bisa membantunya menemukan kembali ingatannya.”

Mendengar itu, Nyi Lirah hanya tersenyum padaku, tatapannya penuh pengertian dan kesabaran.

“Waktu yang akan membuka semuanya untukmu Prita, bersabarlah dan saat itu pasti akan datang,”

kata beliau, suaranya meyakinkanku.

“Iya Nyi, saya akan selalu mendengarkan apa saja yang dikatakan Nyi Lirah,” jawabku, merasa sedikit lebih tenang.

Nyi Lirah tampak lega. Kemudian beliau melanjutkan,

“Ada beberapa hal yang ingin aku sampaikan kepada kalian berdua.”

“Iya Nyi,” jawab Wulan. Aku hanya menganggukkan kepala, menanti dengan rasa ingin tahu.

“Terutama untukmu Prita,” kata Nyi Lirah, menatapku lekat.

“Baik, Nyi,” jawabku singkat.

“Tadi siang, aku sudah bertemu dengan Tana’ Bulan,” Nyi Lirah berhenti sejenak, menarik napas.

Aku terkejut mendengar nama itu. Wulan tampak biasa saja, seolah sudah sering mendengarnya.

“Tana, Bulan?” tanyaku penasaran.

“Iya, dan aku akan memberitahumu tentang Tana, Bulan,” jawab Nyi Lirah, menyadari ketidaktahuanku.

Aku bersiap mendengarkan. Kemudian Nyi Lirah bercerita bahwa Tana’ Bulan adalah Roh Suci pelindung klan Lontara.

Selama beliau bercerita, aku mendengarkan dengan sungguh-sungguh, mencoba memahami setiap kata yang diucapkan.

“Wulan?” tanya Nyi Lirah setelah selesai bercerita tentang Tana’ Bulan kepadaku.

“Iya Nyi.”

“Apakah kamu masih menyimpan batu-batu Zato yang dahulu pernah aku berikan padamu?”

“Masih Nyi, masih saya simpan dengan baik.”

“Syukurlah kalau begitu,” Nyi Lirah terdiam sejenak,

“aku ingin kau memperlihatkan batu-batu Zato itu kepada Prita.”

“Baik Nyi,” jawab Wulan singkat. Aku masih belum mengerti arah pembicaraan ini.

“Iya, aku ingin kau melatih Prita untuk mengendalikan energinya,” kata Nyi Lirah,

“aku sudah merasakan bahwa getaran energi yang dipancarkan Prita saat memegang bunga Sambutara itu begitu luar biasa.” Beliau tampak ingin melanjutkan.

“Dan kamu juga harus tahu, Prita,” kata Nyi Lirah, mengalihkan pandangannya padaku.

“Baik, Nyi Lirah,” jawabku.

“Bahwa energi yang ada di dalam dirimu itu ada kaitannya dengan Tana, Bulan,” kata Nyi Lirah.

Aku tertegun. Nama Tana' Bulan dikaitkan denganku? “Maksud Nyi Lirah?” tanyaku bingung.

“Iya, getaran energi yang kau pancarkan saat memegang bunga Sambutara itu adalah pencaran energi Tana, Bulan, aku dapat merasakannya,” jawab Nyi Lirah.

Aku masih terpaku, menunggu penjelasan lebih lanjut.

“Saat kau memegang bunga Sambutara itu, secara tidak sadar engkau telah memancing reaksi energi yang tersembunyi di dalam dirimu,” kata Nyi Lirah sejenak,

“dan seperti yang telah kau saksikan sendiri, Wulan.” Beliau menatap Wulan.

“Energi itu mampu membuat bunga Sambutara kembali segar seperti masih di atas tangkainya, dan aroma yang kau cium itu adalah aroma khas energi Tana, Bulan,” kata Nyi Lirah kepada kami berdua.

Aku dan Wulan hanya mengangguk, menunggu penjelasan lebih lanjut.

“Dan sesuatu yang lebih penting dari itu adalah bahwa, energi Tana’ Bulan adalah energi mentah yang sangat besar kekuatannya,” Nyi Lirah menghela napas sebentar,

“Jika sang pemilik tidak mampu mengendalikannya, maka akibatnya akan sangat berbahaya.”

“Berbahaya?” tanyaku, merasakan kekhawatiran mencengkeram hatiku.

“Iya, Prita,” jawab Nyi Lirah, “Jika kau tidak mampu mengendalikannya, maka ia dapat berubah menjadi energi yang merusak, bahkan menghancurkan.”

Aku terdiam, mencerna kata-kata itu.

“Oleh karena itulah aku meminta kepada Wulan untuk melatihmu mengendalikan energi itu,” ujar Nyi Lirah.

Aku mulai mengerti maksud beliau.

“Terima kasih, Nyi Lirah, saya tidak tahu harus berkata apa, namun kebaikan Nyi Lirah ini akan selalu saya ingat, walaupun saya sendiri tak mampu membalas semua kebaikan Nyi Lirah kepada saya,” jawabku tulus.

“Jangan terlalu merisaukan hal itu Prita, itu adalah tugasku sebagai tetua Klan ini, dan juga itu merupakan kewajibanku,” balas Nyi Lirah dengan penuh kebijaksanaan.

“Baiklah kalau begitu, Wulan!” panggil Nyi Lirah kepada Wulan, “tolong besok tunjukkan batu-batu zato itu kepada Prita, ya?”

“Baik Nyi,” jawab Wulan singkat.

Aku menanti hari esok dengan perasaan campur aduk, antara rasa takut dan harapan untuk memahami diriku yang hilang.

Canvas

Gemini dapat membuat kesalahan, jadi periksa kembali responsnya

1
Abu Yub
lanjut thor semangat/Pray/
Abu Yub
lanjut thor
Abu Yub
lanjut
Selvy
Semangat
Abu Yub
Aku mampir lagi thor/Pray//Ok//Good/
Abu Yub
terimakasih
Abu Yub
carla dan vyn
Abu Yub
nyi
Abu Yub
lanjut/Pray/
Abu Yub
aku mampir thor. jng lupa mampir juga novel aku
Margiyono: ok otw ...
total 1 replies
Abu Yub
berempat
Abu Yub
Aneh
Abu Yub
tiba tiba
Hye Kyoe
Halo aku mampir nih....🤩
Margiyono: thaks..kak..
/Drool//Pray/
total 1 replies
liynne~
semangat, and done ya/Chuckle/
Dewi Ular🐍💆🏻‍♀️
Prita? Nama yang indah/Drool/
Margiyono: he.he.. trmksh kak.. padahal aslinya itu polypropilen.. loka pralaya itu asli ada di dunia nyata.. cuma seting karakter dan tokohnya saja.. alurnya sama dg yg di dunia nyata
total 1 replies
Andressa Maximillian
plis
Andressa Maximillian
menurutku ceritanya bagus, dunia yang dibangun penuh misteri dan kejutan
Margiyono: terimakasih
total 1 replies
Andressa Maximillian
wah.. seru nih. ditunggu kelanjutannya
Margiyono
siap, terimaksih...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!