Catherine Zevanya Robert Wilson. Gadis dengan sejuta pesona, kecantikan, kekayaan, dan kekuasaan yang membuatnya menjadi idola semua orang.
Gadis yang memiliki hidup sempurna penuh dengan cinta, tapi dibalik kesempurnaan ada luka besar di dalam hatinya. Gadis yang dielu-elukan kecantikannya itu memiliki kisah cinta yang hancur, kesetiaannya dinodai oleh pengkhianatan kekasih dan sahabatnya.
Catherine memiliki sisi misterius yang pemikirannya tidak bisa dijangkau orang lain. Bukan Catherine namanya jika dia diam saja menerima takdir kejam seperti itu, tanpa mengotori tangannya ia akan menghancurkan para pengkhianat.
Untuk menyembuhkan luka hatinya, Catherine memilih kembali ke tempat kelahirannya guna memulai hidup baru. Lalu, apakah Catherine akan memiliki kisah cinta baru?
"Balas dendam terbaik adalah dengan melihat kehancuranmu."
"Jangan jatuh cinta padaku, itu menyakitkan."
"Catherine, sepertinya aku tertarik padamu."
"Aku siap menunggu kamu jatuh cinta padaku."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nameila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Demam
Sore hari di Mansion The Wilson, Catherine sedang berjalan menuju balkon kamarnya, ia memandang langit sore hari yang masih tampak cerah.
Catherine meletakkan jus alpukat yang dibawanya tadi ke atas meja, Ia duduk di sofa dengan nyaman.
Catherine memasang airpods dan mulai mendengarkan musik, kepalanya mengangguk menikmati lagu yang diputar dengan mata terpejam.
Catherine membuka matanya ketika merasakannya ponselnya bergetar, di sana terlihat nama Raina sedang mengirim pesan pada dirinya.
Rania
[My baby bunny Catherine. Besok jangan lupa, kita ada Ospek.]
[OMG gue gak sabar bangettt! Katanya banyak cogan di sana, ah senangnya]
Catherine membalas pesan Rania dengan cepat. Jika ia tak segera membalas, sudah dipastikan dia akan spam chat hingga telfon.
Catherine
[Iya Ran, aku inget. Cogan terus yang ada dipikiran kamu.]
Setelah mengirim pesan itu, tangan Catherine terulur mengambil jus alpukat dan meminumnya. Ponselnya bergetar lagi, pasti temannya itu sudah membalas pesan.
Rania
[Gue tuh gak bisa hidup tanpa cogan Rine. Hampa hidup gue kalo gak liat cogan.]
[Besok gue jemput ya. Kita berangkat bareng aja.]
Catherine menggelengkan kepalanya, yaa namanya juga Rania. Tingkahnya tidak bisa diprediksi.
Catherine
[Terserah kamu deh Ran.]
[Gak usah jemput, aku dianter sama Abang. Kamu tahu kan?]
Tak berselang lama setelah Catherine mengirim pesan, Rania langsung membalasnya.
Rania
[Yayaya]
[Gue emang gak bisa lawan kedua Abang Lo. See your besok di kampus Rine]
Benar, kedua Abangnya memang tidak bisa lawan. Apalagi tadi Deon dan Leo meributkan siapa yang mengantar Catherine ke kampus.
Hingga akhirnya Catherine meminta keduanya yang mengantarkan, daripada ia pusing mendengar keributan mereka.
Catherine
[See you]
Catherine meletakkan ponselnya di meja, ia memandang langit yang tampak mendung. "Kok mendung, padahal tadi cerah." Gumamnya.
Setelah Catherine mengatakan itu, tetesan air hujan mulai turun. Dia mencium bau khas hujan yang langsung menyeruak ke dalam hidungnya.
Catherine memandangi hujan dengan mata berbinar, ia tiba-tiba ingin bermain hujan. Seperti masa kecilnya dulu yang suka berlarian di taman ketika hujan.
Catherine bangkit dari duduknya, ia kemudian keluar dari kamar. Ia melangkahkan kakinya dengan tergesa menuju taman. Ia akan bermain hujan mengenang masa kecilnya.
"Wahh hujannya deras." Gumam Catherine yang sudah berada diluar mansion.
Catherine tersenyum senang, akhirnya ia bisa merasakan sensasi air hujan lagi setelah sekian lama.
Selama ini ia tidak diperbolehkan bermain hujan. Ini kalau Mommy dan Daddy nya tau pasti akan mengomelinya.
Catherine menengadah dengan mata terpejam, kedua tangannya terentang.
...----------------...
Tok tok tok
Deon yang sedang fokus dengan laptopnya menoleh ke arah pintu kamarnya yang diketuk. Dia bangkit dari duduknya lalu membuka pintu.
Melihat Leo ada di depannya dengan membawa dua cangkir coklat hangat membuatnya langsung menutup pintu, Ia yang sadar rencana Deon pun menahan pintu dan memaksa masuk ke dalam kamar.
Deon mendengus kesal, tanpa mengucapkan apapun ia kembali duduk dimeja belajarnya. Ia tak memperdulikan Leo yang menatapnya.
"Hmm. Gue bawa coklat hangat buat Lo." Leo meletakkan secangkir coklat hangat diatas meja Deon.
"Hmm." Deon menatap sekilas cangkir tersebut lalu kembali fokus dengan laptopnya.
Deon yang risih karena ditatap Leo pun menutup laptopnya dan mengalihkan pandangannya pada Leo. "Kenapa?" Ucapnya.
Leo tersenyum, akhirnya Deon menganggap kehadirannya. Ia melangkah mendekati sofa dan duduk di sana, dengan satu kaki yang menyilang.
"Gak ada apa-apa sih, cuma mau ngobrol sama adik gue aja. Salah?" Jawab Leo, ia menyeruput secangkir coklat hangat dengan tenang.
Deon memutar bola matanya malas. "Salah. Malas ngobrol sama Lo." Ia pun ikut menyeruput coklat hangat yang dibawa Leo, rasanya enak.
Leo menatap Deon tak terima. "Lo gitu banget sama Abang Lo yang tampan ini."
Deon melirik sinis Leo. "Ck. Mulai deh narsisnya. Cepat mau ngomong apa. Waktu gue mahal." Ucapnya.
Leo berdehem. "Abang cuma mau pesen sama Kamu, jagain Catherine saat di kampus. Jangan sampe dia lecet dan disakiti orang lain, gak rela Abang." Ucapnya serius.
Deon mengalihkan tatapannya pada Leo. Mendengar panggilan namanya yang berubah menandakan dia sedang serius.
"Tanpa Abang suruh juga Deon bakal jagain Catherine, dia adik aku juga kalo Abang lupa." Ucapnya ikut mengubah panggilannya.
"Yaya Abang percaya sama kamu. Ada satu hal yang paling penting, jaga Catherine dari cowok-cowok yang deketin dia. Kamu tahu kan adik kita baru saja dikhianati sama para sampah, Abang khawatir dia disakiti lagi sama cowok." Ucap Leo.
"Abang gak larang Catherine dekat sama cowok lagi, hanya saja luka dia belum bener-bener sembuh, Abang gak mau perasaannya terluka lagi."
"Kamu hanya perlu ngawasin aja, kalo menurut kamu cowok yang deketin Catherine berpotensi menyakiti langsung singkirkan. Kamu paham kan maksud Abang?" Jelasnya dengan wajah serius.
"Abang gak perlu khawatir, selama di kampus Catherine dalam pengawasan Deon. Serahkan semua padaku." Ujarnya.
Leo mengangguk puas, ia berdiri mendekati Deon dan menepuk pundaknya beberapa kali. "Bagus. Abang mengandalkan mu, satu Minggu lagi Abang bakal balik ke New Zealand. Jadi Abang percayakan keamanan Catherine sama kamu."
Leo berjalan menuju jendela kamar Deon yang mengarah langsung ke pemandangan taman.
"Kenapa balik?" Tanya Deon.
Deon bertanya begitu karena Leo bilang pindah kerja di Indonesia, tapi kenapa sekarang Abangnya ini tiba-tiba balik lagi.
"Ada beberapa hal yang perlu diurus sebelum pindah permanen ke Indonesia. Abang harus memastikan perusahaan di sana berjalan dengan baik tanpa Abang yang turun langsung." Leo menyeruput kembali secangkir coklat hangat yang dibawanya.
Deon yang mendengar jawaban Leo pun hanya menganggukkan kepalanya, sekarang ia paham. Ia menyandarkan punggungnya di sofa dengan memejamkan matanya, sebenarnya ia lelah setelah mengerjakan tugas tadi.
Leo menatap keluar, hujannya masih deras. Bahkan tidak ada tanda-tanda akan berhenti. "Pasti dingin sekali diluar." Batinnya.
Saat Leo hendak berbalik, matanya tak sengaja melihat seseorang berlarian ditengah guyuran hujan, sesekali kakinya menghentak di kubangan air.
Leo mengerutkan alisnya, ia mencoba melihat dengan jelas siapa yang bermain ditengah hujan saat ini.
Setelah mengamati dengan seksama, mata Leo membulat sempurna. "Catherine?!!" Teriaknya.
Deon yang baru saja memejamkan matanya pun terperanjat kaget mendengar teriakan Leo. Ia dengan cepat menoleh ke arah abangnya yang masih berdiri di dekat jendela kamarnya.
"Kenapa sih teriak-teriak?" Tanyanya sedikit kesal, ia ingin istirahat sebentar tapi malah diganggu dengan teriakan Leo.
Leo menoleh ke belakang. "Sini! Itu Catherine kan?" Ucapnya sambil menunjuk ke arah taman samping.
Deon yang penasaran langsung menghampiri Leo dan menatap ke arah yang ditunjukkan. Mata Deon menyipit, di sana terlihat seorang gadis sedang bersenang-senang dengan air hujan.
"Catherine?!!" Ucapnya kaget.
Deon dan Leo saling tatap, kemudian dengan cepat berlari keluar kamar. Mereka bergegas menyusul Catherine yang ada di taman.
Deon dan Leo berlari dengan kencang menuruni tangga, mereka panik hingga lupa jika ada lift dirumah mereka.
Sania dan Robyn yang sedang bersantai diruang keluarga terkejut dengan suara langkah Deon dan Leo.
"Eh eh kalian kenapa lari-lari?" Tanya Sania.
Leo menghentikan langkahnya, ia menoleh pada Sania. "Catherine hujan-hujanan di taman Mom." Setelah mengatakan itu ia lanjut berlari menyusul Deon yang sudah keluar.
Sania tersentak. "Aduh Catherine..." Ucapnya tak habis pikir.
Deon dan Leo menatap ke sekitar taman, mereka mencari keberadaan Catherine.
"Ahahaha kasian kataknya."
"Eh eh kasian siputnya guling-guling."
"Rasakan ini katak."
Byur!
Deon dan Leo mengalihkan atensinya saat mendengar suara Catherine, mereka mendekat ke arah sumber suara.
Di sana terlihat Catherine sedang berjongkok membelakangi mereka.
"Catherine." Panggil Leo.
Catherine menegang ketika mendengar suara seseorang yang memanggilnya. Secara perlahan ia menoleh ke belakang.
"Duh ketahuan, pasti Abang marah." Batinnya.
Catherine berdiri, ia meringis menatap Deon dan Leo. "Hehehe Abang.." ucapnya.
"Kamu ngapain di sana?" Tanya Deon.
Catherine menggaruk kepalanya. "Mm itu... Main hujan." Ucapnya pelan sambil menunduk.
Leo dan Deon menghela nafasnya pelan melihat Catherine yang menundukkan kepalanya.
"Sini." Ucap Leo melembut.
Catherine berjalan mendekati Deon dan Leo, ia masih menundukkan kepalanya merasa bersalah. Pasti Abangnya menahan marah sekarang.
"Kenapa hujan-hujanan hmm? Kamu gak kedinginan?" Tanya Leo.
"Nanti kalo kamu sakit gimana Princess?" Sambung Deon.
Catherine menatap Deon dan Leo dengan bibir melengkung ke bawah. "Maafin aku Bang." Ucapnya lirih.
"Aduh Catherine sayang! Kamu ngapain hujan-hujanan begitu. Nanti kalau sakit gimana? Mommy khawatir Sayang." Omel Sania yang baru sampai.
Catherine meringis mendengar omelan Sania. "Maaf Mommy." Ucapnya lirih.
Sania menghembuskan nafasnya, ia mendekati Catherine dan menyampirkan handuk padanya.
"Kamu itu... Udah ayo masuk. Bersih-bersih badan, liat wajah kamu udah pucat gitu gara-gara kedinginan." Sania langsung membawa Catherine ke dalam menuju kamarnya.
...----------------...
Sekarang jam menunjukkan pukul enam pagi, seorang gadis masih bergelung dalam selimut tebal dengan tubuh yang menggigil.
Catherine mengeratkan selimutnya, badannya panas tapi dia juga merasakan dingin.
"Mommy..." Gumamnya.
Hatch huu!!!
"Mommy... Dingin... Panas..."
Sania menatap jam dinding diruang makan, sudah pukul tujuh pagi tapi Catherine belum turun kebawah.
Sania menoleh saat mendengar langkah kaki mendekat menuju ruang makan, di sana Deon sudah rapi dengan jas kampusnya.
"Daddy mana Mom?" Tanya Deon penasaran.
"Udah berangkat tadi. Ada rapat penting, jadi berangkat pagi-pagi." Jawabnya.
"Oh iya, Catherine belum siap Bang?" Tanya Sania pada Deon yang sudah duduk di kursinya.
Deon mengernyit bingung. "Deon gak tahu Mom. Sudah jam segini padahal, coba aku cek ke kamarnya."
Sania bangkit dari duduknya. "Gak usah Bang. Biar Mommy aja, kamu lanjutin sarapannya."
Tok tok tok
"Catherine sayang."
Klik!
"Catherine sayang? Bangun yuk. Udah siang ini." Sania mengernyit ketika tidak mendengar respon dari putrinya.
Sania mendekat, tangannya terulur membuka selimut Catherine. Matanya membulat melihat badan putrinya yang menggigil. Wajahnya sangat pucat dan hidungnya memerah.
"Catherine sayang? Kamu sakit?" Sania meletakkan telapak tangannya di dahi Catherine.
Sania tersentak merasakan suhu tubuh Catherine. "Panas banget!"
"Hiks Mommy..."
Sania menatap Catherine dengan khawatir. "Duh anak Mommy, kenapa begini sih Sayang."
"Panas Mommy... Dingin..." Rengek Catherine.
Sania menyelimuti Catherine kembali. Ia berjalan ke arah pintu memanggil seseorang.
"Deon Sayang! Sini cepet!!" Teriaknya.
Deon yang sedang sarapan pun menghentikan kegiatannya, ia langsung berdiri dan melangkah cepat menuju kamar Catherine.
"Kenapa Mommy?" Tanya Deon khawatir.
"Cepat panggil Dokter, Catherine demam. Badannya panas banget." Ucap Sania pada Deon.
Deon segera menghubungi Dokter pribadi keluarganya. Ia langsung meminta Dokter datang ke mansion.
"Kenapa bisa demam Mommy?" Tanya Deon.
Ia mendekati ranjang Catherine dan meletakkan telapak tangannya di dahi. Benar saja, suhu tubuh adiknya sangat panas.
"Apa karena kemarin Catherine hujan-hujanan, jadi demam begini." Ucap Sania menebak.
"Deon tunggu Dokternya di luar dulu Mommy." Pamitnya.
Sania mengangguk, ia membelai rambut Catherine dengan lembut. Banyak keringat yang bercucuran di dahinya.
"Mommy... Sakit." Lirih Catherine.
"Iya Sayang Mommy di sini, sabar ya. Dokternya baru di jalan." Ucap Sania menenangkan.
Klik!!
"Mommy! Catherine kenapa?" Tanya Leo khawatir.
Tadi Leo sedang menyiapkan mobilnya untuk mengantarkan Catherine ke kampus. Di luar ia bertemu Deon yang sedang menunggu kedatangan Dokter.
"Badannya panas Bang." Jawab Sania.
Leo mendekat, ia menatap Catherine yang meringkuk dengan selimut tebalnya. "Kenapa bisa sakit gini sih Sayang." Ucapnya khawatir.
"Ini Dokternya mana, lama banget." Lanjutnya.
"Mommy." Deon masuk ke dalam kamar Catherine bersama seorang Dokter di belakangnya.
"Dokter Sam udah datang." Ucap Deon.
Sania dan Leo sedikit menjauh dari ranjang Catherine, ia membiarkan Dokter memeriksa tubuhnya.
"Gimana Dok?" Tanya Sania saat melihat Dokter Sam selesai memeriksa Catherine.
Dokter Sam menatap mereka semua bergantian. "Nona Catherine demam. Dia juga terkena flu."
"Kalian tidak perlu khawatir, saya akan kasih obat untuk menurunkan demam dan meredakan flu." Ucap Dokter Sam menenangkan.
Mereka hanya mengangguk setelah mendengar penjelasan Dokter. Sania mendekati Catherine yang tertidur. Ia benar-benar khawatir melihat putrinya yang jatuh sakit, ia tak tega melihatnya.
"Obatnya diminum setelah makan. Tolong siapkan bubur untuk dimakan Nona Catherine nanti."
Sania mengangguk. "Baik Dok Terimakasih"
"Sama-sama. Kalau begitu saya pamit dulu. Permisi." Pamit Dokter Sam meninggalkan kamar Catherine.
Deon mendekati ranjang Catherine. "Padahal hari ini harusnya hari ini Ospek." Ucapnya.
"Nanti biar Abang urus semuanya. Catherine gak perlu ikut Ospek." Ucap Leo.
Sania mengangguk setuju, kesehatan Catherine lebih penting sekarang. Sania menyeka keringat di dahi dengan lembut. "Cepat sembuh Sayang." Ucapnya lirih.
Ponsel Catherine berbunyi. Leo mengambil ponselnya, Ia melihat nama Rania yang menelpon.
"Siapa Bang?" Tanya Sania.
"Rania Mom." Jawabnya.
"Abang angkat aja, Rania pasti nungguin Catherine di kampus." Ujar Sania.
"Hall-"
"Oh My Baby Bunny Catherine!! Lo di mana?? Ini sepuluh menit lagi Ospeknya dimulai." Ucap Rania heboh di seberang sana.
Leo menjauhkan ponsel Catherine dari telinganya ketika mendengar suara Rania, telinganya sampai berdenging. Ia mengusap pelan telinganya.
"Halo? Catherine? Lo denger gak sih?"
"Hmm. Ini saya Leo."
"Loh kok Bang Leo! Catherine mana Bang? Perasaan ini bener kok nomornya." Tanyanya bingung.
"Catherine sakit. Gak bisa berangkat." Jawabnya.
"APA!!!! KOK BISA!!!!" Teriak Rania.
Leo sekali lagi menjauhkan ponselnya, ia sampai mengelus dada mendengar teriakan Rania.
"CATHERINE SAKIT APA?!!"
"Demam." Jawabnya singkat.
"Duh kok bisa sih, gimana ceritanya bisa sakit?!"
"Padahal kemarin Catherine baik-baik aja."
"Kasihan sekali Baby Bunny ku."
"Yaudah Bang. Sampaikan ke Catherine kalo sahabatnya mendoakan kesembuhannya."
"Hmm ya." Ucap Leo.
"Rania tutup dulu Bang! Udah mau mulai acaranya. Sampaikan salamku jangan lupa! Nanti kalau udah selesai aku mampir jenguk Cath-"
Leo langsung mematikan panggilan, ia tak mendengarkan ucapan Rania yang terakhir. Telinganya bisa-bisa sakit karena terlalu lama mendengar suara toa itu.
"Huh akhirnya." Leo meletakkan kembali ponsel Catherine di meja.
"Kenapa langsung ditutup Abang, Rania kan belum selesai ngomongnya." Ucap Sania.
"Leo gak sanggup Mom. Toa banget suaranya, kok bisa sih Catherine temenan sama manusia modelan Rania. Apa gak sakit telinganya denger dia ngomong." Ucapnya heran.
"Hus! Gak boleh ngomong gitu. Udah sana kamu berangkat kerja." Ujar Sania.
Leo memberengut. "Tapi Mommy, aku mau jagain Catherine juga."
"Gak usah. Ada Mommy yang jagain. Kamu kerja aja sana."
"Tapi Mom-"
"Abang ..." Peringat Sania
Leo menghela nafasnya. "Iya Mom Iya, Leo berangkat dulu kalo gitu."
"Nah gitu dong. Hati-hati di jalan Abang."
Leo mendekat kearah Sania, ia mencium pipi sang Mommy. Tak lupa ia juga mencium kening Catherine yang masih tertidur.
"Abang berangkat dulu Princess. Nanti Abang pulang cepet." Setelah itu Leo pergi meninggalkan kamar Catherine.
"Mommy, aku juga berangkat ke kampus dulu ya." Pamit Deon.
Sania tersenyum lembut. "Iya Sayang. Hati-hati di jalan." Deon mencium pipi Sania dan Catherine seperti yang dilakukan Leo tadi.
"Cepat sembuh Princess nya Abang."
...****************...