NovelToon NovelToon
ANAK MAMA

ANAK MAMA

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / One Night Stand / Nikah Kontrak / Cinta Paksa / Kehidupan di Kantor
Popularitas:7.8k
Nilai: 5
Nama Author: Kata Kunci

Malam "panas" antara Danar dan Luna, menjadi awal kisah mereka. Banyak rintangan serta tragedi yang harus mereka lalui. Masa lalu mereka yang kelam akankah menjadi batu sandungan terbesar? atau malah ada hamparan bukit berbatu lainnya yang terbentang sangat panjang hingga membuat mereka harus membuat sebuah keputusan besar dalam hubungan mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kata Kunci, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 05.

"Mas...," ucap Luna dengan nada dan wajah memelas.

Pria bertubuh besar juga tinggi, berkulit sawo matang dengan mata sipit yang kedua tangannya terlipat di depan dada itu memejamkan matanya.

Beberapa menit sebelumnya...

Luna yang hampir sampai di pintu masuk kontrakkannya, tiba - tiba menghentikan langkah dan membeku. Sosok yang memanggil namanya dengan nada suara dingin juga serak itu berjalan mendekat kearahnya.

"Tunjukin yang mana kamarmu?" lanjut sosok tegas itu.

Luna kembali meneguk salivanya dengan posisi tubuh agak merunduk, dilewati sosok tegas itu yang tidak lain adalah Bagas kakaknya sendiri. Saat sedang melewati Sang Kakak, Luna mendengar suara Winda Sang Kakak Ipar dari arah lain yang tidak jauh tempatnya dan Bagas berdiri.

"Dek, ck..." suara berdecak dari Winda terdengar jelas, wanita hamil itu lalu keluar dari dalam mobil dan menghampiri Sang Suami. Dipukul punggung Bagas cukup keras sambil dirinya berlalu menghampiri Luna, tatapan mata galanya sesaat diarahkan ke Sang Suami.

Lalu dikerlingkan satu matanya pada Luna sambil menggandeng lengan Sang Adik Ipar kesayangannya itu. Mereka berjalan naik secara perlahan, meninggalkan Bagas yang sesaat membeku karena secara tidak langsung terkena teguran dari Sang Istri.

"Maaf ya, Dek. Kakak terpaksa kasih tau Mas mu, soalnya ini udah urgent. Tapi kamu tenang, kalau dia kelewatan, kakak bakal libas...," ujar berbisik Winda mencoba menenangkan Luna yang kelihatan cukup takut setelah melihat ekspresi Sang Kakak dan nada suara dingin yang hampir seumur hidup tidak pernah dia dengar.

Hanya senyum tipis yang dapat Luna perlihatkan pada Winda hingga tidak terasa mereka sampai di depan kamar perempuan muda itu.

"Cleaning service, belum masuk kuliah sudah ngajuin cuti, pindah kontrakkan, trus apa lagi gerakan kamu yang Mas mu ini belum tau, heum?" beber Bagas atas semua tindakan Sang Adik yang baru dia ketahui belakangan, setelah dirinya dan Sang Istri duduk di dekat ranjang Luna.

Luna terdiam sambil menyiapkan minuman serta kudapan untuk disajikan kehadapan kakak - kakaknya, dengan tetap tenang serta tidak berhenti berpikir merangkai kalimat untuk menjelaskan kehadapan Bagas, Luna akhirnya duduk setelah selesai menyajikan minuman dan perlahan mulai buka suara,

"Mas, aku pindah kos karena yang ini lebih deket ke beberapa perusahan besar incaran aku. Oke, maaf karena nggak ngasi kabar sebelumnya..."

Bagas masih dalam mode marahnya, menatap Luna tanpa ekspresi sama sekali. Retina hitam pekatnya menatap tajam juga lurus ke retina jernih Sang Adik. Perlahan tangan Winda yang duduk tepat di sampingnya meremas pelan lengan berotot Sang Suami.

"Tapi nggak juga cleaning service, Bun...," ucapnya pada Sang Istri setelah mengerti isyarat darinya.

"Mas, aku nggak punya pilihan lain. Ijasah yang aku punya serta pengalaman kerja minimku, jadi..." penjelasan lanjutan dari Luna kembali terhenti akibat tatapan tajam Bagas.

Dengan cepat perempuan muda itu menggeser tubuhnya ke sisi samping Sang Kakak, lalu dipegang erat lengan berotot Bagas satunya. Hingga kini pria tinggi besar itu diapit 2 perempuan kesayangannya.

"Mas...," panggil Luna dengan ekspresi dan nada suara memelas.

Bagas masih terdiam namun sudah tidak menatap kearah Sang Adik. Alih - alih dia masih berpikir serta mengatur emosinya, Luna Sang Adik tidak menyerah begitu saja, perempuan muda itu memberi isyarat pada Sang Kakak Ipar. Seolah mengerti, Winda kemudian mengelus lembut lengan Sang Suami.

"Mas...," kini suara lembut Winda yang terdengar lengkap dengan kepalanya menempel ke lengan Bagas.

Kedua mata pria sipit Bagas terpejam beberapa saat kemudian perlahan helaan napas panjang keluar dari hidung pria yang sebentar lagi akan menjadi seorang Ayah itu. Dibuka matanya perlahan dengan pandangan kebawa sesaat, kemudian kearah Sang Istri dan baru kearah Sang Adik. Tatapannya kini berubah menjadi sendu dan menyiratkan rasa ke khawatiran yang besar.

"Jadi cleaning service itu, resikonya besar, Dek. Obat - obatan yang dipakai semua keras dan secara langsung ataupun nggak pasti ada yang kontak langsung ke anggota tubuh kamu. Na, lebih baik kamu pindah ke rumah Mas, bulan ini Mas sudah nggak satu kawasan rumah sama Mama trus kamu bisa bantuin Mas di studio. Walaupun kecil, studio Mas bagas bisa gaji kamu dengan layak kok, ya?" jelas Bagas dengan beberapa penawaran untuk Luna.

Tangan Sang Adik seketika turun dari lengannya, dengan raut wajah yang tidak begitu senang sekaligus cukup terkejut dengan semua ucapan Sang Kakak. Posisi awal tubuh Luna yang miring kearah Bagas kini berubah menjadi lurus ke ara ranjangnya.

"Na...," kini suara Bagas yang jadi memelas.

"Mas tau kan dari dulu aku mau hidup mandiri. Sebelum melamar ke ABS pun aku sudah pikirin masak - masak resiko kerjanya. Apa bedanya Mas Bagas sama...," hampir semua kalimat panjang Luna terhenti diakhir.

Helaan napas kembali terdengar dari Bagas, kepalanya pun kembali merunduk. Winda yang awalnya berniat membela Sang Adik Ipar, kini ada di posisi cukup sulit ketika melihat ekspresi kedua kakak - adik dihadapannya sama - sama suram. Namun tidak lama kemudian, Bagas menganggukkan kepala sambil perlahan kembali menegakkan lehernya.

"6 bulan, harusnya cukup dan itu sesuai dengan kontrak awal sebagai karyawan dalam masa percobaan. Setelah itu, kemas semua barang kamu baik dari ABS dan juga kamar ini. Pindah ke rumah Mas, kerja di studio dan kembali ke bangku kuliah. Soal semua biaya, nggak usah kamu pusingin, kamu akan selalu jadi tanggung jawab Mas. Nggak ada tawar - menawar lagi...," dengan tegas dan luas Bagas memberi ijin bersyaratnya.

Pupil mata Luna melebar, dia menggelengkan kepala tanda masih menolak dengan pernyataan Sang Kakak. Kedua matanya mulai berair, dilihat Sang Kakak Ipar guna meminta bantuan, namun Winda pun hanya bisa menggelengkan kepala pelan. Bagas menatap Sang Adik karena tidak menerima jawaban apapun sambil kembali berucap,

"No debat, kalau kamu masih berontak. Besok Mas Bagas sendiri yang ke kantor kamu, bawa surat resign sekaligus nyeret kamu keluar. Jadi besok atau 6 bulan?"

Kembali tawaran sulit diberikan oleh Bagas pada Luna dengan tatapan tegasnya yang diperlihatkan oleh pria tinggi besar itu. Tidak punya pilihan, Luna hanya memberikan anggukan pelan dengan masih merunduk pada Sang Kakak. Helaan napas agak lega dikeluarkan oleh Bagas.

xxxxxxxx

Hari berganti, Luna sudah berada di salah satu peron stasiun. Perempuan muda itu terlihat segar, namun helaan napas singkat terus - menerus terdengar darinya. Dia masih terbayang dengan diskusi panas dan hasil kesepakatannya dengan Sang Kakak, Bagas.

"Hehm, lagi - lagi..." gumaman singkat terdengar darinya setelah dia berhasil duduk di dalam kereta.

Setelah menempuh perjalanan tidak singkat, kereta membawa semua penumpang sampai di stasiun terdekat dengan tempat kerja mereka masing - masing termasuk PT. ABS.

"Selamat dan semangat pagi...," sapa bersemangat Ibu Rahma dengan senyum ramahnya kepada para anggota tim yang dipimpinnya hari itu.

Kemudian wanita yang masih terbilang cukup muda itu melakukan absen pagi secara manual dan tidak lama setelah itu membagi kartu tanda pengenal karyawan kepada seluruh timnya.

"Senang sekali bisa bertemu dengan kalian dan masih formasi lengkap tanpa ada yang kabur setelah hari pertama trainingnya kemarin, apalagi kalian sudah mendengar rumor soal Bapak Danar Perkasa...," lanjut Ibu Rahma yang membuat gelak tawa kecil terdengar.

Hanya Luna saja yang membuat senyum terpaksa pagi itu setelah mendengar nama Danar disebut oleh atasannya. Selepas itu, Ibu Rahma langsung membagi peserta didiknya menjadi beberapa tim yang akan dikawal oleh para senior lainnya, kebetulan untuk Luna, Ningning dan 3 orang lainnya dipimpin langsung oleh wanita bertubuh pendek itu.

Setelah membawa semua peralatan yang diperlukan, Ibu Rahma memimpin jalan. Mereka naik ke sebuah lantai. Terlihat jelas setelah mereka semua sampai di lantai yang hanya memiliki satu ruangan saja itu, aura dingin sedikit mencekam terasa.

"Apa bulu kuduk kalian sudah berdiri?" lagi, ucapan candaan dilontarkan oleh Ibu Rahma dan tawa kecil terdengar kembali kecuali Luna yang masih hanya senyum terpaksa yang terkembang.

Tit...

Tit...

Tit...

Suara kartu tanda pengenal dipindah dan beberapa kode dimasukkan sebelum gagang pintu ruangan dengan pintu besi besar dihadapan mereka terbuka.

"Selamat datang di ruangan Presiden Direktur dan salah satu CEO PT. ABS, Bapak Danar Perkasa...," jelas Ibu Rahma.

Mata serta mulut para anak didiknya terbuja juga tercengang, bahkan beberapa diantara mengeluarkan suara takjubnya. Tidak dengan Luna, kedua tangannya dingin, bulir keringat dibalik pakaiannya bermuncullan, debaran jantung yang meningkat, suara berdengung tiba - tiba muncul di dalam telinganya. Saking gugup mengarah ke takut, suara Ibu Rahma yang sedang menjelaskan pun hampir tidak terdengar oleh Luna, lalu dia sedikit memukul kepala bagian samping untuk menghilangkan suara berdengungnya.

"Baik, saya akan menjelaskan cukup cepat. Siapa pun dari kalian yang nantinya akan bertugas di ruangan ini, kalian hanya memiliki waktu kurang dari 30 menit untuk membersihkan ruangan ini..." penjelasan awal Ibu Rahma.

Kemudian wanita bertubuh pendek itu mengambil beberapa produk pembersih beserta alat yang digunakan saat mengaplikasikannya. Disaat yang sama, Luna yang memang sedari awal sudah pecah konsentrasi melihat ke sekitar ruangan itu. Hingga lagi - lagi telinganya berdengung tatkala dia perlahan mencium aroma khas yang membuat sebuah siluet kenangan mulai muncul kembali. Sesekali matanya terpejam dengan kepala yang sedikit digoyang untuk mengurangi suara dengung yang belum juga hilang.

"Luna, halo, Luna. Apa kamu mendengar apa yang saya jelaskan barusan?" tanya Ibu Rahma sedikit memasang wajah bingung ketika melihat tingkah serta ekspresi wajah Luna.

Luna yang masih belum menyadari panggilan dan pertanyaan Ibu Rahma, segera dibantu sadar oleh Ningning dengan meraih tangan perempuan muda itu dan meremasnya agak keras. Terkejut, ekspresi awal Luna setelah sadar dan dengung di telinga menghilang, matanya menatap kearah Ningning yang memberi isyarat kearah Ibu Rahma.

"Oh, maaf Bu. Saya, saya mengerti...," ucap Luna terbata.

Helaan napas panjang dan gelengan pelan terlihat dari Ibu rahma. Luna kemudian membalas bantuan Ningning dengan meremas pelan tangan temannya itu dan dibalas senyum singkat serta kerjaan mata dari perempuan berambut cepol sederhana itu.

"Hal terpenting selain kalian harus memastikan semua bahan pembersih yang mengandung disinfektan tinggi, produk yang sudah tunjukkan tadi adalah produk yang hanya boleh digunakan ruangan ini tidak dengan ruangan lain dan juga semua pajangan yang kalian bersihkan harus dikembalikan ke tempatnya. Waktu kurang dari 30 menit itu tepatnya adalah hanya 20 menit, kebiasaan waktu kedatangan Baak Danar adalah 7.15 hingga 7.20 dari Senin hingga Jumat, dengan waktu yang singkat kalian harus bisa membuat ruangan ini bersih, rapi tanpa merubah tempat apalagi merusak semua benda pecah - belah yang jumlahnya cukup banyak ini..." penjelasan terakhir Ibu Rahma berikan sembari menunjukkan benda - benda yang memang sebagian besar adalah pecah belah di ruangan itu.

Semua peserta langsung meneguk saliva mereka, perasaan cemas seketika menyelimuti mereka. Ibu Rahma tiba - tiba tersenyum setelah melihat ekspresi peserta didiknya yang juga sedang menyisir setiap sudut ruangan "sakral" itu.

"Sebelum kita mengundi siapa diantara kalian yang akan beruntung menjadi staf khusus ruangan ini, apakah ada pertanyaan lain?" Ibu Rahma bertanya sembari mencari sesuatu di kereta kerja yang dibawanya.

Hanya keheningan yang ada, seolah semua peserta didiknya berada di ruang dan waktu berbeda akibat dari semua penjelasan yang diberikan Ibu Rahma. Senyum lebar tidak lekang dari wajah bulatnya, lalu wanita bertubuh tambun itu mengeluarkan sebuah mangkuk kaca cukup besar yang sudah berisi sedotan plastik terpotong kecil berwarna - warni. Digoyangkan sesaat mangkuk itu dan sesekali diaduk dengan tangannya.

"Oke, kalian ambil satu - satu lalu buka secara bersamaan...," perintahnya.

Luna sudah kehabisan tenaga untuk terus merasa takut dan khawatir juga gugupnya hingga perasaan yang tersisa hanya pasrah. Diambilnya potongan sedotan itu tanpa harapan apapun dan ketika Ibu Rahma memberikan aba - aba, secara bersamaan mereka semua membuka isi dalam potongan sedotan itu.

Ekspresi wajah Luna serta pupilnya yang membesar adalah jawabannya.

********

1
Mak e Tongblung
beberapa kali "mengangguk" kok "menganggur" , tolong diperhatikan thor
Kata Kunci: 🙇‍♀️🙇
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!