"sudah aku katakan sedari dulu, saat aku dewasa nanti, aku akan menjadikan kakak sebagai pacar, lupa?" gadis cantik itu bersedekap dada, bibirnya tak hentinya bercerocos, dia dengan berani masuk ke ruang pribadi pria di depannya.
tidak menjawab, Vallerio membiarkannya bicara seorang diri sementara dia sibuk periksa tugas para muridnya.
"kakak.."
"aku gurumu Au, bisa nggak panggil sesuai profesi gitu?"
"iya tahu, tapi kalau berdua begini nggak perlu!"
"sekarang kamu keluar!" ujar Vallerio masih dengan suara lembutnya.
tidak mengindahkan perintah pria tampan itu, Aurora malah mengikis jarak, dengan gerakan cepat dia mengecup bibir pria itu, baru berlari keluar.
Vallerio-Aurora, here!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HaluBerkarya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
serius jadian?
Di mobil, Aurora tidak banyak bicara. Diam membisu lantaran masih kesal dengan apa yang dia lihat tadi di kantin. Apalagi kehebohan di sekolah yang menjodoh jodohkan pria di sampingnya dengan Bu Lisa.
"kenapa harus pulang dengan Cava? Sudah tadi siang makan berdua di kantin, terus pulang bersama?" suara Vallerio yang terdengar seperti sedang cemburu buta itu menggelar memecahkan keheningan di dalam mobil.
Aurora melirik sembari memicingkan matanya, tidak salah lagi, harusnya dia yang marah mengenai hal tersebut, atau lebih tepatnya kedua orang itu tidak punya hak untuk saling marah marah, Aurora dengan kesendiriannya begitupun dengan Vallerio.
"bapak sendiri gimana? Kenapa makan berdua dengan ibu Lisa, terlihat sangat mesra sekali!!" sahut Aurora dengan wajah datarnya. tadinya dia nggak mood membahas hal itu karena bisa memercik api di hatinya, tapi mumpung Vallerio yang mengungkit, maka kesempatan Aurora adalah marah marah.
"satu lagi, hak saya mau makan dengan siapapun, tidak ada yang perlu di takutkan!!" tambahnya.
Vallerio menepikan mobilnya, kemudian menatap Aurora dengan tatapan tak terbaca. dia menampilkan seringai tipis di wajahnya yang tampan.
"hak ya? Mulai sekarang aku yang mengaturmu,, aku berhak melarang mu untuk dekat dengan siapapun selain sahabat gadismu itu,, camkan!!" ujar Vallerio dengan mata yang menatap tajam. Aurora menelan ludahnya kasar, pertama kali dia melihat Vallerio seperti ini, tidak seperti Vallerio sebelum sebelumnya. Tapi tak lama, ketakutan Aurora tidak lebih dari rasa kesalnya.
"tapi kenapa? Kenapa bapak berhak?" bagai di beri panggung untuk bicara, Aurora sengaja bertanya hal itu pada Vallerio.
"Au, bukankah kamu yang bilang sendiri kalau kamu itu calon istriku? Jadi aku punya hak dong sekarang!!" kembali, Vallerio berbicara tentang calon istri, itu sedikit membuat Aurora berdebar sebenarnya, tapi gadis itu tidak boleh berharap lebih, lantaran Vallerio bahkan belum pernah berbicara tentang cinta.
"kakak menganggapnya serius?" tanya Aurora sambil berpura pura mode cuek.
"tentu saja serius, mulai hari ini kamu benar benar jadi calon istriku, kita akan menikah beberapa bulan lagi..." jawab Vallerio dengan tampang yang benar benar serius. Aurora membulatkan matanya tak percaya, lagi dia tidak kepikiran ke arah sana, ucapannya beberapa hari lalu hanya sekedar bulan lantaran merasa kesal, untuk berpikir serius dengan ucapan itu kayaknya Aurora tidak pernah.
.
.
"haisss, siapa yang mau?? Aku hanya becanda kak, becanda tau nggak sih!! Perasaan kakak belum tua tua banget deh, masih anak gen z, aku pikir kakak masih mengerti maksudku.." Aurora sudah mulai gelagapan, menikah muda? Tidak ada dalam list-nya.
"tidak ada becanda, pokonya aku yang serius, kita pacaran mulai sekarang!! Aku tidak terima penolakan!!" lebih ke ancaman yang semaunya, Vallerio berujar dengan mode serius, bahkan kalimatnya tidak terdengar romantis sama sekali, maklum saja, orang dia tidak pernah pacaran jadi kaku rasanya jika bicara tentang hal romantis.
Pa-pacaran? Boleh saja, tapi ini serius kakak nembak Aurora?" memastikan lagi
"serius, emangnya kenapa?" tanya Vallerio, dia bahkan sudah mengangkat tubuh kecil Aurora untuk duduk di pangkuannya.
"serius begini? Seperti tidak ada romantis romantisnya, udahlah,, aku nolak!!" ketus Aurora. Dia berharap yang seperti apa? Valerrio mengasih bunga padanya? Atau menembak dengan kata kata romantis di taman yang indah? Sudahlah, itu tidak akan pernah terjadi kayaknya.
"kan sudah aku katakan, aku tidak menerima penolakan!!" sahut Vallerio membawa tubuh Aurora mendekat, melabuhkan ciuman di bibir mungil gadis itu.
Keduanya sama sama pasif, tapi Vallerio yang mendominasi.Aurora hanya diam, tidak tahu hendak gimana membalasnya. Sampai pria itu mengigit bibir bawah Aurora, memasukkan lidahnya, mengabsen setiap inci mulut Aurora.
"hmmmm" pasif di awal, karena setelahnya Vallerio sudah menguasai, bahkan lebih cendrung ke pemain handal. Dia melumat bibir Aurora dengan rakus, hingga gadis itu sudah hampir kehabisan nafas di buatnya.
"hufttttt.." wajah Aurora memerah lantaran malu yang mendera, apalagi saat ini Vallerio menatapnya dengan senyum tipis, kembali membawa gadis itu ke dalam pelukannya.
"ingat, jangan dekat dekat dengan bocah itu lagi, aku tidak suka!!" baru juga jadian, dia mulai memperlihatkan keposesifannya. Aurora memicingkan matanya,
"lantas, kakak dan ibu Lisa yang ganjen itu gimana?" tanya Aurora yang juga tak terima jika Vallerio terlihat akrab dengan ibu Lisa.
"dia? Kan dia bukan siapa siapa.."
"aku juga sama, Cava hanya teman, sama seperti pertemanan kakak dan kakak Alena" ujar Aurora pelan.
"beda!!"
"beda darimananya? Aku pikir sama saja.."
"jelas beda sayang,, aku bisa melihat bocah itu menyukaimu, makanya kamu harus jauh jauh dari dia!!" takut, Vallerio takut Aurora akan oleng, apalagi Cava juga sangat tampan, ketua OSIS dan banyak kelebihannya.
"serius kakak cemburu dengan Cava?" di tanya seperti itu, Vallerio mengangguk cepat. Dia memang cemburu selama ini jika melihat Aurora yang begitu akrab dengan pria tersebut, maka dari itu, Vallerio nekat menembak Aurora hari ini, itu agar dia mempunyai alasan saat melarang Aurora.
persetan menunggu delapan belas tahun, ya, Vallerio juga sebenarnya cinta, bahkan sedari dulu hanya saja dia menahan diri dan berniat mengikat gadis kecil itu saat umurnya sudah delapan belas tahun, tapi melihat keakraban Cava dan Aurora akhir akhir ini, membuatnya tak terkendali, dia cemburu.
"aku tidak percaya itu.." Aurora mulai menjahili, tersenyum mengejek pada pria tersebut.
"intinya jangan, kalau kedapatan dekat dengan bocah itu lagi, maka kamu di hukum!!" tegasnya serius, Aurora tak menanggapi, dia malah tersenyum lebar.
"udah, aku mau pulang sekarang!" dia hendak turun dari pangkuan Vallerio, tapi pria itu menahan pinggangnya.
"sebelum jalan, cium dulu!!" ujar Vallerio dengan alis yang dia mainkan.
"apasih,, nggak ada ya!!!" kesal Aurora, apalah pria itu semaunya saja.
Vallerio sendiri sudah candu dengan bibir manis Aurora, hendak memajukan lagi kepalanya, tapi Aurora menahan dengan jari telunjuk.
"cium, dibayar!!" kekeh Aurora.
"berapa?" tanya Vallerio mengeluarkan ponselnya.
"uang shopping selama seminggu lah, kakak tahu sendiri selera aku gimana.." selera orang kaya, tentu yang fantastis.
"seratus juta dulu, satu Minggu kan?" benar benar di transfer, Aurora tersenyum bahagia, sepertinya gadis itu akan berprofesi sebagai tukang minta ke depannya, hitung hitung menguras isi ATM ayang.
"wuihhh, Deddy tidak perlu kasih lebih nih nantinya, thanks kakak.." saking senangnya, Aurora melupakan perjanjian di awal.
"eitsss, cium dulu!!" Vallerio kembali mengingatkannya, hingga Aurora nyengir. Dia melabuhkan ciuman ke seluruh wajah pria itu, melewati bibirnya.
"sudah.."
"hanya disitu? Di bibir?"
"udahlah, segitu dulu,, ayok kita pulang!!" Vallerio menghela nafas berat, kemudian kembali melajukan mobilnya menuju mansion Manggala.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
lagian knpa emgga bilng kalo udah punya pacar .. 🗿🔪