Lidya dinda adalah seorang wanita yang mandiri, sedari kecil dia sudah banyak merasakan kepahitan hidup. Di usia yg baru menginjak remaja, dia mulai merasakan beban berat dalam hidupnya, dimulai dari bapak dan ibunya yang meninggal dunia karena kecelakaan, kemudian dia yang harus menghidupi kedua adiknya, kini dia tak melanjutkan lagi sekolahnya, dia pun harus membanting tulang untuk meneruskan hidupnya dan kedua adiknya, dia mencari nafkah untuk bisa menyekolahkan adik - adiknya. Bagaimana kisah hidup Lidya selanjutnya? di baca terus update bab terbarunya ya guys. Selamat membaca, tolong kasih like dan beri saran maupun kritik yang membangun ya, saya akan menerima semuanya dengan senang hati. Semoga sehat selalu, terima kasih🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Irfansyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13.
Lidya pun memandangi dirinya di depan cermin.
Dia tak menyangka bisa memakai perhiasan semahal itu.
"Terima kasih banyak ya kak, ehm...besok saya mau ke restoran kak dan mungkin akan menceritakan tentang pernikahan kita, apakah boleh kak?" Tanya Lidya.
"Ya, ceritakan saja, lagian cerita sekarang atau nanti kan sama saja, kalau mereka nggak terima kamu sudah menikah dan diminta untuk mengundurkan diri, ya kamu lakuin saja." Ucap Arthur.
"Tapi kak, nanti saya pasti di kenakan denda karena nggak taat dengan kontrak, saya menyalahi kontrak kerja selama lima tahun, karena di dalam perjanjian kontrak kerja, sebelum masa kontrak saya berakhir, tapi saya mengundurkan diri, maka saya akan di kenakan denda sebesar 100 juta kak." Ungkap Lidya.
"Nggak apa - apa, jika memang kamu harus membayar denda, aku yang akan membayarnya." Ucap Arthur.
"Eh- nggak usah kak, biar saya yang akan berusaha mencari uang untuk membayar dendanya." Ucap Lidya.
"Hei Lidya, kamu nggak usah sok - sok an mau bayar denda, 100 juta itu pasti banyak buatmu, kalaupun kamu mau membayarnya, kamu dapat uang dari mana? Apalagi kamu nggak kerja, jadi udah lah nanti aku aja yang bayar." Tutur Arthur.
"Ehm...mungkin saya bisa menjual set perhiasan kakak ini dengan uang mahar yang kakak berikan buatku, jika pun belum cukup, akan saya cicil sisanya." Ucap Lidya.
"Eh...jangan pernah coba - coba kamu menjual perhiasan yang aku berikan ini." Tukas Arthur.
"Biar saya nggak terlalu merepotkan kak Arthur lagi, saya nggak enak kalau kakak harus mengeluarkan uang banyak untuk saya." Ucap Lidya.
"Nggak apa - apa, kamu tenang aja, asal semua pemberianku jangan kamu pakai buat bayar denda, faham!"Seru Arthur.
"Iya, faham kak." Lidya pun mengangguk tanda mengerti.
"Ehm...mau ikut aku keluar nggak? Itu pun kalau kamu nggak capek." Ucap Arthur.
"Mau kemana kak?" Tanya Lidya.
"Kita beli pakaian hamil buatmu, karena beberapa bulan ke depan pasti tubuhmu akan melar, hahaha..." Kata Arthur sembari bercanda dan tertawa.
Begitu pun dengan Lidya, dia ikut tertawa mendengar ucapan Arthur.
"Ya udah kak, kalau gitu saya siap - siap dulu ya." Ucap Lidya.
"Oke, aku tunggu di mobil." Ujar Arthur.
Arthur pun keluar rumah dan menuju ke mobilnya yang terparkir di halaman rumah sederhana peninggalan orang tua Lidya.
Saat Lidya keluar dari kamarnya, Lutfi pun keluar juga dari kamarnya karena ingin mengambil air minum.
"Kakak rapi amat, mau kemana kak?" Tanya Lutfi.
"Itu, Kak Arthur katanya mau ngajak kakak keluar, sekalian beli baju hamil, hehe..." Jawab Lidya.
"Ooh...hati - hati ya kak." Ucap Lutfi.
"Iya dek, kakak jalan dulu ya, jaga rumah." Ujar Lidya.
Tiba - tiba Laras juga keluar dari kamarnya.
"Kak...jangan lupa bawa oleh - oleh ya, hehe..." Tukas Laras dan mendapat anggukan dari Lidya.
Lidya masuk ke dalam mobil Arthur.
Saat Lidya masuk, Arthur terpesona melihat kecantikan dan kesederhanaan Lidya.
Lidya memakai kaos krem, jaket denim dan flare skirt dilengkapi dengan Tote bag dan sepatu berwarna senada dengan baju kaosnya.
Dia terlihat lebih cantik dengan memakai perhiasan yang di berikan oleh Arthur.
"Cantik banget sih dia." Batin Arthur.
"Aaah...aku sudah punya Susan, dia juga cantik dan lebih elegan dari Lidya, urusanku dengan Lidya kan hanya karena menolongnya saja." Wajah Susan kembali membuyarkan lamunan Arthur.
Arthur melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, beberapa menit kemudian mereka pun telah sampai di sebuah pusat perbelanjaan.
Arthur langsung membawa Lidya ke butik khusus pakaian Ibu hamil.
Arthur menyuruh Lidya untuk memilih - milih, dan Lidya mendapatkan 2 pcs pakaian yang dia sukai.
"Cuma dua? Pilih lagi sana, ambil 3 pcs lagi, sekalian tuh sama underwear nya juga." Tunjuk Arthur ke bagian bermacam - macam underwear.
Lidya yang sedang memilih pakaian lagi, sedangkan Arthur menuju underwear, ntah mengapa tiba - tiba dia mengambil satu lingerie seksi berwarna hitam dan langsung membayarnya ke kasir.
Setelah menunggu Lidya selesai memilih pakaian dan underwear, dia pun kemudian membayarnya ke kasir.
"Sini aku bawain." Ujar Arthur sembari mengambil beberapa paper bag yang di pegang oleh Lidya.
Arthur kemudian mengajak Lidya ke sebuah cafe.
"Kamu mau pesan apa?" Tanya Arthur saat melihat daftar menu.
"Ehm...saya pesan ini aja kak, mango juice sama chocolate toast." Ujar Lidya.
"Mbak..." Arthur memanggil waitress untuk mencatat orderan mereka.
"Pesan Mango Juice 2 dan chocolate toast 2." Ucap Arthur.
"Baik mas, apa ada tambahan lagi?" Tanya waitress tersebut.
"Udah, itu aja mbak?" Jawab Arthur.
"Baik, di tunggu sebentar ya mas?" Ucap waitress tersebut dengan ramah.
"Lidya...besok aku mau kembali ke rumah, dan mungkin lusa aku mau ke Australia, jaga dirimu ya, aku nggak tau kapan akan menemui mu lagi, kalau aku ada waktu, pasti aku akan menemui mu, karena mulai besok aku akan sibuk. Ehm...kita foto bareng dulu ya." Ujar Arthur.
"Iya kak, sebenarnya saya sedih kalau memang kita nggak bisa bertemu lagi, karena kakak sudah begitu baik kepada saya dan adik - adik saya, tapi aku berharap kakak akan selalu sehat dan semua pekerjaan kakak berjalan dengan lancar dan semakin sukses." Ucap Lidya dengan mata yang berkaca - kaca.
"Kamu jangan sedih, yuk sekarang kita foto dulu, aku pindah kesana ya." Ujar Arthur, tapi sebelumnya dia sempat menghapus air mata Lidya yang sudah menetes.
Arthur pun mulai memotret menggunakan ponselnya, Arthur dan Lidya mengembangkan senyumnya, ada juga Arthur yang memotret diam - diam wajah Lidya saat dia sedang makan.
Sebelum pulang, mereka sudah memesan pizza jumbo buat Lutfi dan Laras.
Beberapa saat kemudian, mereka pun kembali ke rumah Lidya.
"Assalamu'alaikum...Lutfi, Laras...ini kakak bawain Pizza buat kalian." Panggil Lidya.
Lutfi dan Laras pun berhambur keluar dari kamar mereka masing - masing.
"Lho...lho...balas salam kakak belum tapi malah langsung duduk makan, cuci tangan dulu sana." Ujar Lidya, dan Arthur pun hanya tersenyum.
"Wa'alaikumsalam kak, hehe..." Sahut keduanya bersamaan, kemudian mereka ke dapur untuk cuci tangan.
"Kalian makan ya, kakak mau istirahat dulu." Ucap Lidya.
"Iya kak, makasih ya kak Arthur dan Kak Lidya udah beliin kami Pizza." Ujar Lutfi dan Laras.
"Ya, sama - sama, di habisin ya." Sahut Arthur.
Arthur dan Lidya pun masuk ke kamar, setelah membersihkan wajahnya, Lidya berniat keluar dengan membawa dasternya menuju ke kamar mandi, karena dia harus mengganti pakaiannya, dia malu berganti pakaian di depan Arthur, tapi Arthur mencegahnya.
"Lidya...ehm...sebaiknya kamu ganti baju di sini aja, aku nggak akan melihatmu, dari pada kamu berganti baju di kamar mandi, bisa - bisa Lutfi dan Laras curiga." Tutur Arthur.
"Ehm...iya kak." Ucap Lidya mulai membuka pakaiannya di dekat kasur sedangkan Arthur membalikkan badannya menghadap jendela.
"Udah kak." Ucap Lidya, dan Arthur pun membalikkan badannya seperti semula kemudian mengambil baju tidurnya yang ada di dalam koper, dan tanpa segan langsung membuka bajunya di depan Lidya. Lidya merasa malu melihat tubuh atletis Arthur, karena jantungnya selalu berdebar tak beraturan tiap kali melihat Arthur membuka baju di depannya.
Setelah berganti pakaian, Arthur menghamparkan tikar di dekat kasur Lidya dan berbaring disana sedangkan Lidya diminta Arthur untuk tidur di kasur.
Malam itu, Arthur tak bisa tidur, dia merasa gelisah, apalagi saat Lidya membelakanginya dan dia melihat lekuk tubuh Lidya dari belakang.
Sebenarnya saat itu Lidya juga belum bisa tidur, karena debaran di jantungnya masih berdegup tak beraturan setiap kali berdekatan dengan Arthur.
"Apakah aku mulai jatuh cinta dengan Kak Arthur?" Batin Lidya.
Saat Lidya ingin berbalik badan, Arthur pun membalikkan tubuhnya dan gantian membelakangi Lidya.
Lidya sangat ingin memeluk tubuh Arthur dari belakang, tapi dia tak punya keberanian untuk melakukan itu.