"Bu, aku tak ingin di jodohkan!" ucap Tania.
Namun sayang waktu pertunangan mereka hanya tinggal menghitung jam saja. Rasanya Tania ingin kabur dari sana. Namun Tania tak tahu kemana.
"Sudahlah sayang, kau harus menurut! Pria itu sudah mapan. Kau tidak perlu bekerja lagi. Cukup mengurusnya saja!" sahut bu Rosa.
Tania terdiam. Selama ini dia lah yang menjadi tulang punggung keluarganya semenjak ayah nya meninggal.
"Tapi bu, bagaimana dengan sekolah Rania jika aku menikah nanti?" ucap Tania.
Bu Rosa menarik nafasnya pelan. "Kau tidak perlu khawatir ibu sudah mengaturnya! Kau cukup turuti ibu saja!" sahut Bu Rosa.
Sebenarnya Bu Rosa hanya ingin melihat putrinya menikah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irh Djuanda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sakit kepala
Tania bangun lebih awal, dirinya ingin ke kamar mandi. Perlahan ia turun dari ranjang dan meraba-raba seisi ruangan itu untuk mencari pintu ke kamar mandi.
"Ya Tuhan, bantu aku!" gumamnya.
Tania tak sengaja menyenggol meja rias dan menjatuhkan beberapa alat kosmetik nya.
"Oh ya Tuhan, bagaimana ini?"
Mendengar keributan dari kamar Tania, bik Ijah yang kebetulan melewati kamarnya kemudian mengetik pintu kamar Tania.
Tok tok tok
"Neng, bolehkah saya masuk?" pekik Bik Ijah.
"Masuk saja bik, pintunya tidak di kunci! " sahut Tania.
Lantas bik Ijah masuk dan melihat Tania yang masih berdiri di depan meja rias itu.
"Neng, tak apa-apa?" tanya bik Ijah cemas.
"Tidak bik! Bisakah antar aku ke kamar mandi?" ucap Tania.
Lantas bik Ijah menuntun nya masuk ke kamar mandi. Bik Ijah pun menghitung langkah dari meja rias dan memberitahu Tania letak dan posisi pintu kamar mandi itu pada Tania.
"Terimakasih bik" ucap Tania.
"Sama-sama neng".
Lantai bik Ijah menunggu Tania keluar dari kamar mandi. Bik Ijah mengajarinya berjalan menuju pintu keluar jika dari kamar mandi. Dan menunjukan posisi dan letak ranjang, lemari dan arah pintu keluar.
Berulang-ulang bik Ijah mengajarinya sampai akhirnya Tania sudah menghafal letakkan dan posisi kamarnya.
"Bagaimana neng? Sudah paham bukan?" ucap Bik Ijah.
Lantas Tania mengangguk. Tak berapa lama Andika turun dari kamarnya. Ia sebagai meminta cuti beberapa hari untuk merawat istrinya. Andika juga mengabarkan keadaan istrinya pada bu Mira istri atasannya itu.
"Selamat pagi, nona Tania" ucap Andika.
Tania menghafal betul parfum itu. Ia berpikir bagaimana siapakah pria yang berada di dekatnya itu.
"Maaf, siapa anda sebenarnya?" ucap Tania.
Andika mengerutkan dahinya. Ia berpikir kenapa Tania bertanya seperti itu.
"Aku dokter! Dokter Andika Pratama kau ingat?! " sahut Andika.
Tania hanya mengangguk namun ia masih mengingat parfum itu. Jelas sekali aromanya sama saat dirinya baru siuman. Andika menghampiri Tania. Lantas menyuruh bik Ijah segera meninggalkan mereka.
"Neng, bibi ke belakang dulu ya" ucap Bik Ijah.
Tania hanya mengangguk mengiyakannya. Lantas Andika memegang tangan Tania namun Tania menolak.
"Tidak perlu, saya bisa sendiri!" ucap Tania.
Andika hanya mendengus melihat Tania. Tania berjalan menuju keluar namun Tania tak sengaja tersandung sofa hal itu membuatnya hilang keseimbangan. Andika langsung menarik tubuh Tania agar tak terjerembab ke lantai.
"Maafkan aku! Aku terpaksa menarik mu! ucap Andika
Tania hanya bisa terdiam. Jantung nya berdesir ketika tangan besar Andika melingkar di perutnya.
Tania dengan cepat membenarkan posisinya.
" Terimakasih " sahut Tania.
Andika langsung menuntunnya. "Kau tidak boleh sungkan padaku! Aku sudah di bayar untuk merawat mu!" ucap Andika.
Tania mengerutkan dahinya. Ia berpikir keras bagaimana ibunya mampu membayar nya sedangkan mereka bukan orang kaya dan memiliki harta berlebih.
"Apa maksudmu? Siapa yang sudah membayar mu? Apa ini ku?" tanya Tania bertubi-tubi.
Andika tersenyum miring. Ia lupa dengan status sosial mereka. Andika mencari alasan untuk menyakinkan Tania.
"Kau ingat bapak yang kemarin mengantar mu ke sini?Dia lah orang yang membantu keluarga mu! " sahut Andika.
"Maksud mu, pria yang menuntun ku masuk ke sini? " sahut Tania.
"Iya! Katanya dia sahabat mendiang ayahmu! "
"Pak Haryono?! " sahut Tania.
Ya! Pak Haryono memang sahabat mendiang ayah Tania. Itu sebabnya setelah mendengar Pak Arif meninggal karena kecelakaan Haryono datang untuk melayat. Dari sanalah ia melihat Tania. Sosok gadis yang yang sangat baik dan sopan menurut Haryono.
"Kau mengenalnya!" sahut Andika
"Tentu saja! ".
Namun tiba-tiba kepala Tania sakit dan membuatnya tak bisa menahannya. Hal itu membuat Andika panik.
" Kau kenapa?"
"Ssst kepalaku sakit!" rintih Tania.
Lantas Andika membawanya duduk di ranjang dan segera mengambilkan obat yang diresepkan oleh dokter.
"Minum lah!" titah Andika.
Tania mengambil obat dan segelas air minum dari tangan Andika. Lalu meminum obat itu perlahan.
"Kau istirahat saja!" ucap Andika.
Tania hanya menurut saja. Tania mengingat kejadian itu hingga membuatnya sakit. Dalam ingatannya Tania sempat mengingat pak Haryono itu datang kembali dan memintanya untuk menjadi menantunya.
"Apakah aku tidak jadi menikah?" pikir Tania.