NovelToon NovelToon
Kubalas Kesombongan Keluarga Suamiku

Kubalas Kesombongan Keluarga Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:nikahmuda / Balas Dendam / Berbaikan / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Mengubah Takdir / Penyesalan Suami
Popularitas:12.6k
Nilai: 5
Nama Author: Ika Dw

"Kau hanyalah sampah yang dipungut dan dijadikan ratu oleh putraku. Bagiku sampah tetaplah sampah! Sampai dunia kiamat pun, aku tidak akan pernah merestui hubungan kalian!"

Cacian begitu menyakitkan telah dilontarkan oleh wanita tua, membuat gadis muda yang bernama Diana Prameswari hanya bisa menangis merutuki nasibnya yang begitu buruk.

Semenjak masih bayi dia sudah terpisah dari orang tua kandungnya, dia ditemukan di semak-semak dan dipungut oleh seorang wanita tua yang tidak memiliki keturunan.

Bertemu dengan seorang pria tampan yang begitu terobsesi oleh kecantikannya dan mengajaknya untuk membina rumah tangga, membuatnya bahagia. Diana berpikir keluarga dari suaminya akan merestui hubungannya, tapi sebaliknya, keluarga suaminya sangat membencinya karena ia hanyalah wanita miskin yang tidak memiliki apa-apa.

Mampukah Diana bertahan hidup bersama keluarga suaminya yang tidak pernah menghargainya?

Penderitaan seperti apa yang dirasakan Diana ketika tinggal bersama mertuanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Dw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 13. Jangan Tinggalkan Kami

Menjelang makan malam, Diva diminta untuk menemui Indira di dalam kamarnya.

Diva membawakan nampan berisi makanan untuk membujuk Indira yang tengah ngambek saat berdebat kecil mengenai kehadirannya.

Indira tak yakin bahwa Diva yang dimaksud oleh suaminya adalah anaknya yang telah hilang, ia tetap menganggap boneka Teddy bear sebagai anak yang sebenarnya.

"Permisi."

Perlahan-lahan Diva membuka pintunya dengan grogi.

Betapa tidak grogi, orang yang tengah dihadapinya tidak dalam keadaan sehat, tapi depresi, bahkan siapapun bisa dijadikan sasarannya.

Indira yang duduk di ranjang dengan ditemani boneka Teddy bear langsung menoleh ke arah pintu.

Wanita paruh baya itu menautkan alisnya menatap kehadiran Diva tanpa berkedip.

"Siapa kamu?"

Indira menanggapinya dengan lembut, ia tidak memberontak seperti yang dilakukan saat bersama dengan suaminya.

Perlahan Diva melangkahkan kakinya mendekati ranjang dengan mengulas senyuman tipis.

Ia meletakkan nampan di atas nakas dan mengenalkan dirinya sebagai Diva.

"Halo Ma, ini aku Diva. Diva anak Mama."

Deg,,

Degub jantung Indira berdetak begitu kencang. Ia merasa dirinya tertarik oleh magnet yang kuat hingga membuatnya meyakini bahwa wanita yang berdiri di depannya itu adalah anak kandungnya yang selama ini ia cari.

Dengan was-was takut akan dimaki-maki oleh Indira, Diva melangkahkan kakinya mundur dua langkah untuk waspada akan mendapatkan amukan seseorang yang mengalami tekanan mental.

"Di-diva anakku? Anak perempuanku?"

Diva terkejut melihat sikap yang ditunjukkan Indira kepadanya.

Indira tidak marah saat ia mengenalkan dirinya sebagai Diva, putrinya yang hilang.

"Iya Ma, aku Diva, anak Mama yang hilang. Apa Mama masih mengingatku?"

Indira menoleh ke arah boneka Teddy bear yang ia tidurkan didekatnya, beralih kembali menoleh pada Diva yang masih berdiri di sisi ranjang.

Dia nampak bingung, mana yang benar, wanita yang berdiri di depannya atau boneka yang dianggap anaknya.

Ia tidak ingin salah memilih, ia putuskan untuk diam dan mengamati keduanya.

"Kenapa Mama diam? Apa Mama meragukan aku, bahwa aku ini Diva? Delapan belas tahun yang lalu, aku kehilangan sosok orang tua kandungku sendiri. Selama ini aku dirawat oleh seseorang, sampai pada akhirnya aku ditemukan oleh seorang dokter yang tengah mencari anak perempuannya. Dokter Yuda melakukan penyelidikan terhadap diriku, dan dia meyakini bahwa diriku adalah anaknya yang hilang."

Diva bercerita seperti itu tentunya mendapatkan arahan dari dokter Yuda.

Sebelum memasuki kamar Indira, Diva diberikan pembelajaran untuk bisa merangkai kata-kata yang tepat agar Indira percaya bahwa apa yang dikatakannya itu adalah kebenaran.

Dokter Yuda tiba-tiba datang membuka pintunya, tentunya Indira kembali menekuk mukanya masih kesal pada suaminya.

"Ma, ini anak kandung kita yang sebenarnya, kalau yang tidur di sebelahmu itu hanyalah boneka yang tidak bernyawa. Papa sudah berusaha keras untuk mendapatkan Diva kembali, dan Alhamdulillah, seperti yang kita inginkan, Diva sudah kembali pada kita, seharusnya Mama senang anak kita sudah kembali, bukan memuja boneka menganggapnya sebagai anak."

Tak ingin melihat istrinya terpuruk selama-lamanya, Yuda menekannya supaya mau berubah, membuang boneka itu jauh-jauh dan menggantikannya dengan Diva.

Diva agak takut dengan ucapan tegas Yuda yang tengah memarahi istrinya. Sebagai orang awam, ia hanya bisa menuruti apa yang sudah diperintahkan oleh Yuda.

Dengan mendekat pada istrinya, ia mengambil boneka yang digeletakkannya di atas kasur dan membuangnya ke sofa yang ada di dekat pintu.

"Papa! Apa yang sudah Papa lakukan? Kenapa Papa menyakiti anak sendiri? Papa benar-benar jahat! Tega kamu Pa!"

Emosi Indira seketika mencuat saat boneka kesayangannya terhempas ke sofa.

Ia langsung beranjak dari ranjang dan berniat untuk mengambilnya kembali.

Yuda geram, ia meraih tangan istrinya dan dicengkeramnya kuat-kuat.

"Mama, dengan Mama lebih peduli pada boneka ketimbang Diva, itu sama halnya Mama sudah membuat Diva kecewa. Jauh-jauh Papa mencari keberadaan anak sampai bertahun-tahun lamanya baru bisa bertemu, tapi apa reaksi Mama? Mama jauh lebih peduli sama boneka tidak bernyawa ketimbang anak sendiri. Sudahlah Ma, Papa kecewa sama Mama. Dengan sikap Mama yang seperti ini, itu sama halnya Mama tidak menghargai Papa sebagai suami Mama. Ayo Diva, kita pergi dari sini!"

Yuda melepaskan tangan Indira dan beralih menggandeng Diva untuk dibawanya keluar.

Bukannya marah, Yuda ingin sedikit memberikan pengertian pada istrinya agar bisa menghargai niat baik orang lain, apalagi menyangkut anak.

"Papa, kenapa Papa marah-marah sama Mama? Tidak seharusnya Papa bersikap kasar pada Mama. Mama lagi sakit Pa, beliau butuh ketenangan. Dengan Papa marah-marah kayak tadi, yang ada Mama semakin emosi. Kita harus mensuport Mama, jangan terlalu mengekangnya seperti apa yang kita inginkan, Mama butuh waktu untuk bisa mengenali mana itu benda mati dan mana manusia, jika Papa terlalu gegabah, aku yakin usaha kita akan sia-sia saja."

Diva cukup kesal pada Yuda yang terlalu gegabah untuk bisa meyakinkan istrinya bahwa selama ini yang dipuja-puja istrinya hanya sebuah boneka tidak bernyawa.

Dia ingin Indira mengenali Diva dengan baik, mendekatinya lalu memahaminya jika Diva seseorang yang selama ini dirindukan.

Tapi Diva menganggap Yuda terlalu berambisi besar untuk membuat istrinya sembuh dengan cepat.

Kemungkinan dokter itu sudah lelah dengan kondisi istrinya ya tidak memiliki perubahan setelah melakukan berbagai macam pengobatan.

"Papa lelah Diva, Papa capek. Harus melakukan apa lagi agar membuat Mama yakin kalau selama ini dia terlalu berhalusinasi. Papa ingin Mama kembali bangkit seperti dulu, Papa ini kasihan melihat Mama yang sudah kehilangan masa bahagianya."

Yuda menghenyakkan panggulnya di sofa dengan wajah menunduk sembari memijit pelipisnya yang berdenyut nyeri.

Ia merasa usaha yang dilakukannya selama ini hanya sia-sia, istrinya tak mau diajak untuk bangkit dan berusaha untuk sembuh.

Diva mendekati Yuda dan duduk di sampingnya. Tangannya terulur untuk mengusap punggung dokter yang sudah memberinya nama sebagai anak perempuannya.

"Papa, aku tau apa yang sudah Papa rasakan, ini memang cukup menyakitkan, tapi Papa juga harus bersabar, Papa kontrol emosi Papa di saat sedang bersama Mama. Dengan Papa bersikap sabar, aku yakin sekali kalau Mama perlahan akan pulih. Perjuangan itu tidak ada yang spontan Pa, butuh waktu lama untuk masa pemulihan, apalagi Mama mengalami depresi sampai belasan tahun, tidak langsung bisa sembuh, Papa."

Yuda mengangkat satu tangannya untuk merangkul Diva dengan erat.

Pria paruh baya itu menangis dengan menyandarkan kepalanya di satukan dengan kepala Diva.

Bersama Diva dia bisa tenang, emosinya kembali stabil. Diva banyak memberinya nasehat yang baik dan menenangkan. Akan semakin yakin bahwa gadis itu adalah anaknya yang hilang.

"Nak, terima kasih banyak karena kehadiranmu sudah memberikan warna di kehidupan kami. Nasehatmu sudah membuat hati Papa lebih tenang. Maukah kamu berjanji satu hal lagi pada Papa?"

Diva menoleh dengan menatap dalam-dalam manik mata elang yang kini telah meredup.

Pria paruh baya itu begitu memiliki harapan yang begitu besar padannya.

Apa yang bisa diperbuatnya? Menolak pun hanya akan meninggalkan kekecewaan.

"Memangnya aku harus berjanji apa Pa?" tanya Diva.

"Berjanjilah jika suatu saat nanti ingatanmu sudah kembali, kamu akan tetap menjadi Diva kami, jangan pernah berniat untuk meninggalkan kami."

1
Sumar Sutinah
hadeh alka suami macam apa istri g d belikan hp dn g d kasih nafkah uang katanya orang kaya apa d rmh g ada cctpnya
Ma Em
Diana atau Diva mungkin itu orangtua kandungnya semoga kamu cepat kembali pulih ingatanmu kalau benar dr Yuda orang tuamu cepat balas Malena dan Karin agar dia merasakan sakit seperti yg kamu rasakan.
Ma Em
Luar biasa
Ma Em
Semoga saja Diana selamat dari kekejaman mertua dan Karin dan segera ditemukan oleh orang tua kandungnya untuk balas dendam pada kedua orang biadab yg tdk punya hati
Ika Dw
Halo semuanya 🤗, ini novel ke 3 ku, siap ramaikan 👍😁, jangan lupa like komen ya? Buat penyemangat author 🥰
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!