Sekejap manis, sekejap pahit. begitulah urusan hati seorang Dinata Mahika Jennar, patah hati yang berulang membuat sikap egoisnya memaksa untuk selalu berpindah kampus tempatnya belajar dan trauma untuk menjalin rasa itu kembali terhadap seseorang.
"Gue mau jadi biksu aja, seumur hidup ngga akan pernah mau lagi ngerasain jatuh cinta sama manusia."
Namun kepulangannya ke tanah air justru mempertemukannya dengan seorang penggombal receh dimana nasib justru menghadapkan keduanya di situasi pernikahan yang terpaksa.
Adalah Prasasti Dirgantara, prajurit militer bersenjata negri yang lahir dari keluarga sederhana dan harus turut menerima derita menikahi Dina secara paksa, sepaket sifat menjengkelkan gadis kaya raya itu.
"Jangan lupa uang panainya! Pendidikan gue itu sarjana, om. Minimal 150 juta..." sengak Dina congkak. Prasasti menjedotkan kepalanya ke dinding beton markas militer, "mesti minjem kemana?!"
Sanggupkah keduanya menjalani pahit manisnya kehidupan sebuah pernikahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 13 ~ Kisah kita adalah skenario Tuhan
"Andi ngga bawa mobil?" tanya Pras ketika waktu telah bergulir ke senja, berjalan berdua menikmati indahnya lanud di sore hari. Rasanya itu serrr---serrr di hati, entah kalo Dina, apakah gadis itu merasakan hal yang sama dengan Pras atau tidak.
Dina menggeleng, "tadi ke cafe dijemput Zee sama Cle." langkah Dina cukup santai hingga dapat menendang-nendang udara dan beberapa batu kerikil yang beberapanya berserakan di jalanan beraspal lanud, "kesini pun diculik mereka." cibirnya setengah mendumel, Prasasti terkekeh, "jadi harus diculik dulu baru mau datang ke kantor?"
Dina mengangguk jujur.
"Ambil hikmahnya aja, jadi ditraktir es jeruk sama mie instan kan?" sahut Pras yang mendapatkan delikan sinis dari si andi manis ini sepaket tonjokan pelannya di bahu, seragam yang mengetat di bagian otot lengan dan badan tak serta merta membuat Dina terpukau. Ia sudah sering bertemu dengan pria berbadan sixpack dan survei membuktikan kesemuanya cukup breng sek.
Angin yang mulai bertiup kencang, mengibaskan bendera negri begitu kencang hingga bersuara mengepak di sisa cahaya mentari bersama langit biru berhiaskan kumpulan awan putih yang tersisa, "lusa----" ucap Dina ragu, namun Pras paham apa yang akan disampaikan Dina meski hanya melihat dari gelagat serba salah Dina, "abang paham kalo andi tak bisa. Ngga apa-apa, biar nanti abang ijinkan sama keluarga. Mereka pasti mengerti."
Dina mengangguk, "maaf. Dina harus ngurusin dulu urusan kampus, harusnya hari ini Dina sudah berada di Singa putih..next, kalo om pulang, Dina ikut." Dina berujar sendu. Untuk kesekian kalinya ia harus mengundurkan diri dari kampus dan pindah ke universitas dalam negri, atas kesepakatan semuanya termasuk dirinya.
Pras menggeleng, kini ia yang merasa tak enak hati pada Dina, karenanya kini Dina harus mengubur impiannya menjadi sarjana lulusan luar negri, kuliahnya di singa putih terpaksa terhenti dan pindah ke dalam negri, "abang yang minta maaf. Karena tindakan abang ini yang bikin kamu harus pindah kampus. Mengubur semua impian kamu untuk menjadi sarjana di LN. Iya, next setelah statusmu berubah jadi mantu bapak sama ibu."
Langkah mereka terhenti di depan lapang, lapang yang sama saat Dina mengambil foto, hanya saja tempat mereka berdiri sekarang berada di sayap kanan dari lapang, dimana sebuah replika jet tempur loreng biru menjadi tugu tersendiri yang menghiasi lapang sebagai ciri khas angkatan militer disini.
"Abang antar andi pulang, tapi pakai motor, kalo gitu mau tunggu disini atau ikut ke asrama?"
"Ikut."
Mereka berbalik menuju asrama tempat dimana Pras tinggal.
"Woy bang !" sapa beberapa perwira rekan bertugas Prasasti dengan senyuman geli mereka melihat kini Prasasti sudah tak lagi berjalan sendirian.
"Ndan!"
"Bang Pras?" seorang prajurit wanita menyapa langkah keduanya dengan wajah sumringahnya.
"Ri," angguk Pras.
Dina melihat keduanya bergantian, terlebih gerakan so manis itu...ahhh! Gerakan pamungkas wanita jika sedang tersipu malu, senyuman Pras dan wanita yang disapa 'Ri' itu berbeda dari senyum sapa pada umumnya, oke lelaki sama saja!
"Pulang bang?"
Berangkat....gitu aja pake nanya, Dina memutar bola matanya, jadi cewek naif bener!
"Iya. Risa baru pulang juga? Kalau gitu saya duluan..." balasnya pamit, Pras meng'ayokan pada Dina untuk melanjutkan langkah.
"Iya, silahkan bang."
"Pacar?" tembak Dina saat keduanya telah berlalu, "atau cem-ceman om?"
Pras hanya mendengus geli, "kalau pacar, saat ini mungkin saya sudah melamar dia, bukan andi...." jawabnya, "andi ngga usah cemburu."
Dina memasang tampang gelinya sambil menggeleng, "engga gitu. Dina cuma nanya doang...soalnya senyumannya itu beda, pernah suka?" tembaknya lagi bertanya, tak taukah Dina jika pertanyaannya itu sedikit mengusik jiwa lelakinya.
Namun Pras berusaha tenang saja menanggapinya ingin tau reaksi Dina, "dulu. Sempat dekat...tapi karena dulu saya keburu nugas di timur negri dianya keburu diambil orang."
Dina berohria, seolah mengobok-obok urusan privasi masa lalu Pras itu menarik untuknya, "sayang banget. Kenapa ngga gercep? Jadinya keburu diserempet orang," tanya Dina kepo terkesan seperti sebuah keluhan, membuat Pras sontak menoleh padanya horor tak habis pikir dengan pernyataan Dina barusan yang terkesan mendorong-dorongnya untuk kembali pada pelukan Risa, cih dasar bocil ngga ada akhlak! Ngga ada cemburu-cemburunya!
"Kepo. Bocil ngga boleh tau, pamali..." tunjuknya penuh emosi jiwa di kening Dina seketika memancing mulut manyun dari Dina.
Lagian kalaupun nantinya saya gercep dapetin Risa, terus kisah kita ngga akan jadi skenario Allah, cil !
"Enak aja, gini-gini Dina udah pengalaman dalam urusan cinta..." sengaknya tak mau kalah.
"Oh ya? Pengalaman disakitin maksudnya?" tawa renyah Pras, niat hati usil saja namun rupanya selorohan itu terlalu bar-bar untuk hati Dina yang sedang sensitif, "jahat ih...ya udah sii kalo ngga boleh tau, tapi ngga usah ngehina juga kaleee...."
Kan, jadinya inget lagi sama masalah lalu! Dina menghentak kaki dan melangkah cepat meninggalkan Pras dengan wajah keruhnya.
"Salah lagi, ck!" decak Pras menggumam di tempatnya, wanita memang sulit dimengerti apalagi bocil, ia menggeleng, "andiii! Andi maniisss!" kejarnya.
"Oke, sorry ndii! Maafin abang..."
"Dasar om-om reseee ih! Nyebelin banget astagaaa!" gerutunya justru duluan melangkah menuju asrama Pras meninggalkan si empunya rumah.
Dina melakukan zoom meeting bersama pihak kampus, sempat ia kena marah dan amukan dekan. Namun akhirnya dengan uang pula ia dapat memperoleh surat kepindahan meskipun ia harus mengambilnya langsung ke kampus bersama sisa barang dari kost'an.
Jemari lentiknya menscroll tabel harga dan tiket perjalanan maskapai penerbangan menuju negri singa putih. Malam ini juga ia berangkat menuju negri kecil namun maju itu, negri dimana dulunya merupakan pelabuhan tempat transitnya berbagai pedagang dari negri lain.
Sementara Pras pulang kampung demi memberitahukan kabar pernikahan keduanya, Dina akan terbang mengurus pendidikannya.
Seharian tanpa melihat wajah cantik Dina yang terkadang memasang wajah usil dan keruh manyun, membuat Pras dilanda resah.
"Maaf bu, Pras ndak bisa lama-lama, karena cuma cuti hari ini saja demi bisa memberitahu kabar..."
Senyum lebar yang membuat kulitnya melipat-lipat dan mengkerut itu begitu hangat sampai ke hati, "ndak apa-apa le, lalu bagaimana teknisnya nanti?"
"Mas, calon bojomu kok ngga ikut tah?" tanya seorang gadis SMA, dialah Pratiwi, adik dari Prasasti.
"Dia harus urus kepindahannya dulu ke tanah air...." jawabnya.
"Loh, emangnya calonmu bule to mas?"
Pras menggeleng, "orang lokal, hanya saja kuliah di luar negri...."
Bapak bergabung seraya membawa segelas kopi pahitnya, mendengar kata luar negri yang terbayang oleh bapak adalah siapa calon dan keluarga calon istri putranya itu.
"Anak orang kaya to, le?"
Pras diam sejenak, ada rasa ketidakpercayaan di dirinya, namun ia mengangguk mantap demi mengiyakan, "insya Allah keluarganya baik pak."
Ada lengu han berat saat bapak menyesap lintingan bakau miliknya, "katakan kondisi kita yang sebenarnya pada mereka, jangan sampai nanti mereka menyesal memilihmu..."
Pras menggeleng, "insyaAllah pak, insyaAllah..."
"Orang mana cah wedok, le?" tanya ibu lagi.
"Angin mamiri, bu."
Seketika bapak tersedak kopinya, "gundulmu!" umpatnya.
"Kenapa to pak?!" Pratiwi ikut terkejut.
.
.
.
.
.
ada aja candaan bang Pras
lanjut baca ulang
blum bisa move on dari bg black
humornya gak pernah ketinggalan kalo lg ngobrol
selalu selalu seruuuuu
semangat dinaaaa💃
jubran
Lisa
jisoo or
chaeng kah???