NovelToon NovelToon
Foresta

Foresta

Status: tamat
Genre:Teen / Action / Fantasi / Tamat / Iblis / Epik Petualangan / Perperangan
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Chira Amaive

Novel ini menceritakan tentang makhluk aneh dan menakutkan bernama Foresta. Sesuai namanya, Foresta merupakan makhluk aneh yang tinggal di hutan. Bentuknya bermacam-macam dan mirip dengan hewan biasa. Bedanya, mereka tak kasat mata atau tak terlihat oleh manusia biasa. Hanya orang-orang spesial atau dengan keistimewaan tertentu yang dapat melihat Foresta. Mereka adalah orang-orang terpilih yang berpotensi menjadi seorang pemburu Foresta. Namun itu adalah misi rahasia. Artinya, orang-orang pada umumnya tidak mengetahui bahwa adanya Foresta dan adanya para pemburu Foresta. Orang-orang umum tidak menyadari bahwa pemburu Foresta hidup di sekitar mereka dan seperti menjalani hidup normal. Padahal, ketika malam tiba. Mereka akan keluar tanpa jejak dan menuju tempat misi, yaitu memburu Foresta.

Ada pun bagi orang-orang yang tidak menyadari bahwa dirinya berpotensi menjadi seorang pemburu Foresta, ada bagian pusat markas pemburu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chira Amaive, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Berhasil!

Pagi yang cerah seperti biasanya. Di sekolah. Namun penglihatanku sangat buram dan berkunang-kunang. Benar saja aku terjaga sampai pagi. Bee keluar dari rumahku saat suara mama terdengar mengetuk pintu kamarku.

Rasa kantuk benar-benar menyergap tiada ampun. Entah bagaimana aku akan menerima pelajaran pagi ini. Rasanya ingin berbaring seharian di UKS. Tapi aku tidak sedang sakit. Hanya mengantuk berat.

"Hei, Kea!" sapa Lea.

Aku balas melambai lemas. Dengan tangan kiri yang menopang dagu.

"Tumben, datengnya pagi banget."

Saat itu, baru tiga orang termasuk aku yang berada di kelas. Lea datang sebagai orang keempat.

"Aku 'kan emang rajin, Lea."

Seketika Lea memperagakan orang mual. Membuatku tertawa getir.

"Kamu semalam nggak tidur, ya?" tanya Lea.

"Kok tahu?"

"Jelas tahu, lah. Lihatlah dirimu. Lemes banget kayak orang nggak ada gairah hidup. Mata panda. Pasti karena menonton drama yang aku rekomendasiin itu, 'kan? Apa kubilang, saking serunya pasti bikin kita lupa tidur."

Aku menyeringai. Apanya yang rekomendasi? Aku sempat menonton satu episode sebelum Bee datang dan itu sangat membosankan. Lagipula, siapa juga yang terjaga semalaman karena menonton drama.

Semalam benar-benar kejadian yang luar biasa. Bukan sekedar karena aku asik berdandan. Justru aku tak jadi memakai kosmetik karena apa yang aku lihat di cermin saat hendak mulai berdandan.

Saat itu, muncul perlahan di kedua pelipisku masing-masing satu buah tato berbentuk bunga cantik berwarna putih dengan kelopak berwarna kuning. Mirip bunga daisy. Semakin lama semakin jelas dan saat aku mencoba menggosoknya, itu seperti menyatu dengan kulitku. Hampir saja aku bersorak senang dengan hal itu. Tidak salah lagi, itu pasti mode bertarung milikku. Dan mode yang cantik. Masalahnya adalah aku tidak tahu kemampuan apa yang kumiliki dengan mode itu. Aku mencoba satu persatu teknik. Mulai dari tendangan seperti Hil, pukulan seperti Reon, jurus angin Vin bahkan mencoba berlari kilat seperti Hil juga. Tidak ada yang berhasil. Dengan tanpa pinjaman kemampuan mereka, aku hanyalah gadis remaja biasa. Itulah yang membuatku terjaga sampai pagi.

Bahkan untuk memberitahu Bee saja tidak sempat karena begitu bangun dengan suara mama, ia langsung melesat pergi. Berpamitan denganku saja tidak. Mode itu hilang dengan sendirinya ketika mama membuka pintu kamarku. Entah Bee sempat atau tidak melihat wajahku.

Dea datang ketika lima menit lagi bel masuk berbunyi. Ia menghampiri kami dalam keadaan ngos-ngosan. Entah apa yang membuatnya hampir terlambat. Terbayang ekspresi paniknya selama perjalanan.

"Apes banget!" tukas Dea dengan napas tersengal.

"Ada apa?" Lea bertanya.

"Motorku mogok! Untung aja nggak terlambat."

"Makanya, bersiapnya pagi-pagi dong, Bee. Eh, Dea," ucapku gelagapan karena salah menyebut nama Dea dengan nama Bee.

Aduh. Keceplosan. Gumamku dalam hati sambil menutup mulut dengan reflek.

"Bee?" ujar Lea dan Dea serempak dengan tatapan penuh selidik.

Lalu mereka saling pandang, lantas kembali menatapku dengan senyuman aneh.

"Wah, kamu punya cowok ya! Siapa cowokmu? Jahat banget merahasiakan itu ke sahabat baik sendiri," tukas Lea.

"Tahu, tuh. Panggilannya lucu lagi. Bee. Lebah mana yang mendekatimu wahai sahabatku," Dea berseru heboh.

Siapa pula yang punya cowok. Lagipula, Bee adalah seorang perempuan.

Seorang guru terlihat masuk ke kelas kami dengan beberapa buku dalam dekapannya. Akhirnya, aku selamat dari interogasi dua manusia rese ini.

Raut wajah mereka berdua terlihat kecewa.

***

Semua pelajaran berjalan terasa sangat lambat. Pikiranku hanya tertuju pada kasur empuk di kamarku. Terbayang betapa nyaman dan nyenyaknya aku tidur di sana. Untung saja tempat dudukku berada di paling belakang. Jadi, mau tidur pun tidak ketahuan jika gurunya tidak fokus ke belakang tentunya. Setidaknya aku lolos dari itu.

Selama jam istirahat juga Lea dan Dea terus bertanya tentang Bee yang dianggap sebagai panggilan kesayangan. Aku didesak terus menerus. Bayangkan saja bagaimana jengkelnya ketika sedang mengantuk berat malah dipaksa bercerita. Sudah seperti wartawan saja meminta wawancara.

"Ayo kita ke taman belakang sekolah," ajak Dea setelah bel tanda pulang sekolah berbunyi.

"Nggak, ah. Aku mau pulang," aku menolak.

"Loh, sekarang kita ada ekskul, Kea," timpal Lea.

"Biarin. Males aku. Mau tidur aja," jawabku seraya beranjak dan melambaikan tangan.

Lea tidak tinggal diam. Ia memotong langkahku sambil merentangkan tangan. Aku dihadang.

"Kea, kamu udah sering bolos ekskul. Nanti nilai ekskul kamu jelek di rapot."

Aku mendengus. Terlihat lapangan di luar sana sudah diisi tim ekskul sepak bola. Ada pun di sampingnya adalah tim cheerleaders. Beberapa siswa terlihat menonton. Sejenak aku mematung di tengah-tengah kelas yang berhadapan dengan pintu terbuka.

"Terserah. Nggak semua siswa juga yang ikut ekskul. Jadi, nilai ekskul tidaklah berpengaruh," pungkasku sambil menunduk melewati bawah tangan Lea yang terentang.

Kini giliran Dea yang melesat melakukan hal yang sama seperti Lea. Ia tersenyum. Mata sipitnya juga ikut tersenyum. Apa-apaan manusia satu ini.

"Apaan?" tanyaku ketus. Setelah itu langsung menguap lebar.

"Ih, cewek menguap nggak tutup mulut," ucap Dea.

"Biarin. Pergi sana, Dea! Kasurku sudah menunggu."

Dea menggeleng. Kemudian disusul Lea di sebelahnya. Rambut indah berkilaunya melambai. Baiklah, kini ada dua orang yang menghadang. Keduanya tersenyum aneh yang menyebalkan. Sekali lagi aku menguap. Kali ini dengan menutupnya menggunakan telapak tangan.

"Ayolah, kalian tidak kasihan melihatku menguap dari tadi? Bagaimana jika aku tertidur ketika ekskul. Memalukan, bukan!?"

"Oh, tidak bisa. Pokoknya kamu harus ikut ekskul bersama kami," ujar Dea belum menyerah.

Aku menepuk dahi, "Baiklah. Kalau begitu bantu aku menghilangkan kantuk ini!"

Pada akhirnya aku menyerah.

"Sudah kubilang, kita ke taman belakang sekolah. Kamu butuh alam terbuka agar tidak mengantuk lagi," ucap Dea.

"Bukannya angin sepoi-sepoi malah bikin tambah ngantuk," timpal Lea.

"Nah, bener tuh. Artinya, aku harus pulang sekarang," tukasku setuju dengan ucapan Lea.

Tanpa sadar, kelas kami telah kosong hanya karena perkara ini. Tersisa kami bertiga.

"Nggak gitu juga, kali. Pokoknya ayo ikut cepetan!" Dea berseru.

Tak membutuhkan waktu lama, kami sudah berada di taman belakang sekolah. Itu karena jaraknya paling dekat dari kelas kami yang berada di paling ujung. Jadi, tinggal keluar dan berjalan melewati dinding luar kelas. Tepat di belakang kelas kami-lah taman itu.

Ada lumayan banyak foresta serangga di sana. Belajar dari kesalahan waktu pelajaran olahraga, aku harus dengan jeli memerhatikan apakah itu hewan biasa atau foresta. Namun aku sudah terbiasa dengan itu. Sehingga tidak perlu khawatir lagi jika salah mengira foresta sebagai hewan biasa.

Hei, ada daun semanggi di sana. Ada banyak sekali. Membuat tanganku gatal saja karena ingin mengeraskannya menjadi senjata.

Kami bertiga duduk di bangku panjang dengan daun semanggi yang tumbuh banyak di bawahnya. Aku menunduk untuk melihat daun-daun tersebut.

"Kamu masih ngantuk, Kea? Tapi jangan gitu juga kali. Nanti nyusruk baru tahu rasa," ucap Lea karena melihatku menunduk.

Dea tertawa.

"Kamu mau ngapain?" tanya Lea karena aku langsung jongkok ke bawah kolong bangku taman untuk memetik daun semanggi.

"Metik daun," jawabku santai.

Rasa kantukku sudah jauh berkurang. Mungkin karena terlalu bersemangat menemukan daun semanggi.

"Ya ampun, kukira kamu mau mungut uang!" seru Dea.

Sialnya mereka tidak tahu betapa kerennya daun ini. Bukan sekedar daun kecil yang biasa dijadikan bahan bermain masak-masakkan.

Semanggi 3 dan 4. Itulah yang aku temukan. Tidak ada semanggi 5. Artinya aman-aman saja karena aku hanya bisa mengeraskan daun semanggi 5. Jadi, tidak akan masalah bukan kalau aku mencoba mengeraskan dua jenis semanggi ini di dekat Lea dan Dea?

"Masih ada bunga yang jauh lebih indah dari daun itu, Kea. Lihat, dahlia yang baru mekar itu," ucap Lea.

Aku mengangkat bahu. Tidak tertarik. Daun kecil ini jauh lebih menarik. Kemudian aku memisahkan beberapa lembar daun dari tangkainya. Cukup mengambil 6 lembar, masing-masing tiga lembar semanggi 3 dan 4.

"Lea, Dea dan Kea! Kalian ngapain masih duduk di sini. Ayo ke ruang ekskul. Pembina udah datang," seru salah satu teman satu ekskul kami.

Kami terburu-buru beranjak dari bangku taman mengikuti langkah seseorang yang memanggil kami. Padahal biasanya pembina itu sering datang terlambat.

Beberapa langkah dari taman, enam lembar daun semanggi dalam genggamanku terasa berat dan bergerak. Dengan cepat aku membuka telapak tangan.

Hei! Mengeras! Aku berhasil. Namun segera kutahan dan kusembunyikan agar tidak membuat Dea, Lea dan teman satunya curiga. Untungnya aku berada di paling belakang. Sebelum benar-benar jadi, aku mengubahnya menjadi daun biasa seperti semula.

Lea menoleh ke arahku, "Kenapa kamu senyum-senyum sendiri?"

Sialnya aku tidak bisa menahan ekspresi. Teramat senang dengan keberhasilanku.

Kemudian Dea turut menoleh, "Tentu saja karena memikirkan her bee."

Bee lagi bee lagi!

1
Ichinose
mampir kak
Susi Nuryani
kenapa endingnya begini😭
Chira Amaive: sudah betul lah😭😭😭
total 1 replies
Selviana
ceritanya menarik
Selviana
Aku sudah mampir nih kak.Jangan lupa mampir juga di karya aku yang berjudul (Terpaksa Menikah Dengan Kakak Ipar)
Isolde
Enak banget karya ini, aku nggak sabar nunggu kelanjutannya!
Shion Fujino
Janggal tapi menarik.
Chira Amaive: Wkwkwk makasi
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!