Sebuah alam yang penuh kekacauan menunggu seorang pemimpin yang di
ramal kan. Dia yang akan terlahir, mencabut segala segel, dan kutukan. Serta segala alam akan terhubung segala dimensi akan tersambung, dia juga termasuk kekasih Sang Pengantar Tulisan, juga sang pewaris empat naga kuno. apa? dia bisa menaklukkan dua alam, yaitu Alam Eheiwha dan Alam Armanaya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MAHLEILI YUYI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13. Sarat Dan Aturan Nya
Seperti kaca-kaca yang retak, bertebaran seperti jaring laba-laba, bagai kan bintang-bintang yang berguguran, pancaran Danau Pelangi dengan berbagai aneka warna saat malam itu, kota Wuxian terlihat terbakar oleh cahaya berbagai macam warna.
Apa lagi gunung dan pohonnya bagaikan milyaran kunang-kunang mengitari daunnya, memancarkan cahaya emas seakan roh dan jiwa Yuyi terhisap ke negeri Kuno, yang telah lama dia tinggalkan, seakan Wuxian itu miliknya yang mutlak, sebuah perasaan yang tidak bisa dia ungkapkan dengan kata-kata sehingga tampa dia sadari, Yuyi menjatuhkan air mata.
"Tuan, Tuan Putri." Panggil Thoro tapi tak ada jawaban.
"Hello, masih ada orang di sana?". Ucap Thoro lagi.
Tapi tidak juga ada jawaban.
"Tuan Putriiiiii!!". Teriak Thoro lagi.
"Apaan sih, tidak usah teriak-teriak, aku tidak tuli!". Jawab Yuyi tersadar dari lamunannya.
"Tuan, aku yakin Itu cahaya anugerahnya." Ucap Thoro sok tahu.
"Mungkin aku yang akan di pilihnya." Ucap Thoro lagi.
"Ambil saja olehmu". Ucap Yuyi.
Tapi batinnya bergejolak dengan perasaan ribuan tanda tanya, tidak dapat di pungkiri hatinya menyukai Anugerah itu. Tapi yang salah, dia datang bersama laki-laki yang tidak disukainya, tapi apa lagi yang bisa dia lakukan selain menuruti permintaan papinya.
"Sudah ya, aku capek mau istirahat." Ucap Yuyi dengan suara lesu.
"Oke, Tuan Putri selamat malam, semoga mimpi basah." Ucap Thoro sambil mematikan ponselnya.
"Baji!!" Belum sampai ucapan umpatan Yuyi.
"Tut, tut, tut." Suara ponsel mati.
Lalu Yuyi memandang lagi kearah Wuxian tapi keadaan sudah normal lagi, dengan tatapan nanar dan tenangnya melihat ke arah kota, tapi pikirannya tidak ke sana melainkan melayang jauh, saat masa baru berumur lebih kurang lima belas tahun.
Tapi Yuyi sadar itu masa lalu, hanya satu kali yang di miliki setiap orang, tapi masa itu telah lama hilang hampir empat tahun ini, keindahan saat itu selalu melanggar peraturan kakeknya tiap saat, kakeknya mengancam Yuyi akan dihukum tapi tidak pernah dapat hukuman, perkataanya cuma untuk menyenangkan hati pembesar negara saja.
Hingga dia mengundur kan diri karena sudah sering sakit-sakitan, tapi sekarang bukan kakeknya lagi yang berkuasa tapi papi nya, tidak jauh bedanya dari singa dan petir bagi Yuyi. Tatapan Papinya saja bisa membuat Yuyi lemas dan keringat dingin, jangankan kena marah, dipanggil saja menghadap tubuh Yuyi gemetaran ketakutan.
Sejak papinya diangkat menjadi pembesar benua utara, seakan bahagia dan senyum hilang dari wajah Yuyi. Tidak seperti adik bungsunya Dian dan tantenya Naori Ugura, tante nya hampir sebaya dengan Yuyi dia juga bintang film dan serta produser sekaligus.
Naori Ugura, ialah satu ayah lain Ibu dengan papi Yuyi, dia adiknya mama Aldi Mahergio, yaitu Elia Pita Loka. dia juga murid teratai emas surgawi, bagian perfilman dan bisnis.
Mereka ini jika melanggar aturan, papi Yuyi cuma tersenyum saja, kemarahan papi Yuyi sirna hilang tampa bekas.
Tidak dengan Yuyi dan Wina, bernafas saja harus hati-hati, apa lagi saat dimeja makan, ribuan aturan yang harus di patuhi.
Begitulah aturan keluarga besar Broto, tapi pada tante dan adik bungsu nya aturan ini tidak berlaku. Jika piring dan gelas ke utara dan selatan oleh mereka, nasi dan sambal ke timur dan barat, papi Yuyi cuma diam tampa menegur paling kakek dan nenek yang negur.
\*\*\*\*\*\*\*
Seorang wanita berdiri disebuah meja resepsionis hotel.
"Masih ada Mbak satu kamar lagi, tapi sayang kamar itu tidak pernah lagi di pakai sejak kejadian beberapa tahun yang lalu, seorang wanita bunuh diri dikamar itu, tapi setiap hari para karyawan hotel tetap membersihkan, jika Tuan dan Mbak nya mau di gratiskan." Ucap pegawai hotel itu ramah.
"Pacar, kedengarannya geli." Ucap Jia Li dalam hati.
"Bagai mana kak?". Tanya Jia Li menatap Admiko.
"Terserah kamu saja." Jawab Admiko.
Jangankan hantu, monster pun pernah Admiko hadapi.
"Mbak, tidak apa-apa". Ucap Jia Li.
"Baiklah ini kunci kamarnya, kamarnya berada dilantai tiga puluh tiga, nomor kamar tertera di gantungan kuncinya." Ucap resepsionis itu.
Dia tersenyum lembut kearah Admiko, lalu Jia Li dan Admiko melangkah dan memasuki lift menuju kamar yang mereka pesan.
"Aku kira kamarnya menyeramkan tapi ternyata tidak."
Ucap Jia Li tiba di pintu kamar lalu mereka masuk.
"Waduh lega nya." Ucap Admiko sambil tidur menghempas kan badan ke atas ranjang.
"Kak aku tidur di mana?". Tanya Jia Li bingung.
"Di kamar mandi saja, tapi lebih bagus lagi di toilet." Jawab Admiko saat mata nya merem.
"Emang nya aku tikus." Jawab Jia Li.
"Kak boleh aku bertanya?". Ucap Jia Li lagi.
Yaa!, ampun tanya apa lagi aku ngantuk jangan ganggu". Jawab Admiko matanya terpejam.
"Sebenarnya kakak ke Wuxian tujuannya apa sih?". Tanya Jia Li serius.
"Tujuan ku, ya tujuan ku sebenar nya aku malas kesini, tapi Guru ku memaksa ku agar aku mendapatkan anugerah itu." Jawab Admiko membuka matanya kembali.
"Tapi kakak tahu kan syarat dan aturannya untuk mendapatkan anugerah itu?". Tanya Jia Li, sambil melangkah ke arah ranjang.
"Ya, syaratnya datangi Bait Dewi Timur, menuju tempat yang paling tinggi hingga ke pucuk menara dan berdoa, sudah kita telah mendapati anugrah itu." Jawab Admiko lagi.
"Semudah itu?". Tanya Jia Li.
"Ya, di mana susah nya." Jawab Admko.
"Benar tidak sih Kakak ini Admiko dari Fabao itu?". Tanya Jia Li melompat ke perut Admiko.
"Eh, kamu gila ya, turuuuun cepat, beraaaat!". Ucap Admiko dengan napas sesak dan suara terputus putus.
"Benar nggak sih kakak Admiko, putra pemilik Fabao, sang calon tuan benua ini bagian selatan itu?". Tanya Jia Li.
Dia mendekatkan wajahnya lekat-lekat ke wajah Admiko, sehingga ke dua bola Jia Li terhimpit ke dada Admiko.
"Eh, kamu kerasukan gadis yang pernah bunuh diri di sini ya, cepat turun, napas ku sesak." Ucap Admiko dengan suara berat.
"Tapi kenapa kakak tidak tahu syarat dan aturannya?". Tanya Jia Li.
Dia melompat turun dari atas perut Admiko, lalu dia melangkah menuju jendela melihat keindahan kota Wuxian dari atas hotel itu.
"Apa syarat dan aturannya jika boleh aku tahu?". Tanya Admiko.
Lalu Admiko seperti orang terkejut dan kembali lagi duduk.
"Kenapa kak?". Tanya Jia Li.
"Kamu dengar tidak?". Tanya Admiko kembali.
"Dengar." Jawab Jia Li ringkas.
"Dengar apa?". Tanya Admiko lagi.
"Dengar suara kita berdua." Jawab Jia Li.
"Bukan suara kita, ha, itu bunyi yang barusan." Ucap Admiko lagi.
"Kak jangan menakuti ku." Jawab Jia Li.
"Apa benar kamu tidak dengar?". Tanya Admiko.
"Kak aku mohon jangan menakuti ku." Jawab Jia Li lagi.
"Ya, sudah jika kamu tidak dengar." Ucap
Bersambung*******