NovelToon NovelToon
BOUND BY A NAME, NOT BY BLOOD

BOUND BY A NAME, NOT BY BLOOD

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Cinta setelah menikah / Pernikahan Kilat / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:735
Nilai: 5
Nama Author: Lina Hwang

Xandrian Elvaro, pria berusia 30 tahun, dikenal sebagai pewaris dingin dan kejam dari keluarga Elvaro Group. Sepeninggal ayahnya, ia dihadapkan pada permintaan terakhir yang mengejutkan: menikahi adik tirinya sendiri, Nadiara Elvano, demi menyelamatkan reputasi keluarga dari skandal berdarah.

Nadiara, 20 tahun, gadis rapuh yang terpaksa kembali dari London karena surat wasiat itu. Ia menyimpan luka masa lalu bukan hanya karena ditinggal ibunya, tetapi karena Xandrian sendiri pernah menolaknya mentah-mentah saat ia masih remaja.

Pernikahan mereka dingin, dipenuhi benteng emosi yang rapuh. Tapi kebersamaan memaksa mereka membuka luka demi luka, hingga ketertarikan tak terbendung meledak dalam hubungan yang salah namun mengikat. Ketika cinta mulai tumbuh dari keterpaksaan, rahasia kelam masa lalu mulai terkuak termasuk kenyataan bahwa Nadiara bukan hanya adik tiri biasa

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lina Hwang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kita Bebas Sekarang

Pagi itu terasa berbeda. Udara lebih ringan. Langit lebih biru. Dan untuk pertama kalinya, Xandrian dan Nadiara duduk berdampingan di ruang makan tanpa rasa bersalah menggelayuti hati mereka. Tak ada lagi tatapan curiga, tak ada desahan berat yang biasanya menyusul keheningan. Hanya suara burung-burung yang menyapa pagi, dan dua cangkir teh yang mengepul di atas meja.

“Kita bebas sekarang” ujar Nadiara dengan suaranya pelan hampir seperti gumaman tapi penuh makna. Ia menatap jendela besar di depannya, di mana sinar matahari jatuh lembut ke permukaan lantai kayu.

Xandrian menoleh padanya, dan menggenggam tangan wanita itu. Ia menatap mata yang kini tak lagi dihantui keraguan. “Ya. Bebas dari masa lalu, dari beban nama, dari dosa yang bukan milik kita.”

Mereka saling diam sejenak, namun keheningan itu terasa nyaman. Dulu, setiap detik diam di antara mereka selalu penuh dengan penyangkalan. Kini, diam justru menjadi ruang bagi hati mereka untuk menyatu dalam damai.

Kabar bahwa mereka bukan saudara kandung perlahan mulai menyebar di lingkaran dalam keluarga. Beberapa orang terdiam lama, mencoba memahami apa yang telah terjadi. Beberapa bersyukur diam-diam, lega karena akhirnya tahu kebenaran. Dan sebagian lainnya hanya menanggapi dengan kecanggungan, seperti tak tahu harus bersedih atau ikut bahagia.

Namun bagi Xandrian dan Nadiara, semua itu tidak penting lagi.

Mereka sudah memutuskan, hidup ini bukan lagi tentang bagaimana orang lain melihat mereka. Ini tentang keberanian memilih satu sama lain dengan segala konsekuensinya. Dan hari ini, mereka ingin merayakannya bukan dengan pesta besar bukan dengan pengumuman lantang tapi dengan kembali ke tempat di mana semuanya pernah dimulai.

Xandrian membawa Nadiara ke sebuah vila pribadi di atas bukit, tempat kenangan masa kecil mereka tertinggal. Tempat itu dulu sering mereka kunjungi saat keluarga ingin menjauh sejenak dari kota. Sebuah rumah kayu dengan balkon luas yang menghadap ke lembah hijau. Dulu, vila itu terasa seperti penjara. Kini, tempat itu menjadi simbol kebebasan.

Langkah kaki mereka menyusuri jalan setapak yang diselimuti rumput liar. Udara pegunungan menyegarkan napas mereka. Angin bertiup lembut, membawa aroma tanah basah dan bunga liar yang mekar sembarangan di sepanjang jalan.

Sesampainya di sana, Nadiara berdiri lama di depan balkon. Ia melihat ke bawah, ke arah pohon rindang tempat ia dulu suka duduk diam, merenung di antara konflik batinnya yang tak pernah bisa ia ungkapkan. Kini ia berdiri di tempat yang sama, tapi hatinya tak lagi kosong.

“Kalau aku bisa memilih hidupku sejak awal” ujar Xandrian sambil memeluknya dari belakang dagunya bertumpu di bahu Nadiara “aku akan tetap memilih bertemu kamu dengan cara yang sama.”

Nadiara terdiam sejenak. Angin meniup lembut helaian rambutnya. “Bahkan jika harus melewati semua luka ini?”

Xandrian mengangguk pelan, suaranya berat. “Bahkan jika harus berdarah lebih dalam.”

Air mata menetes dari mata Nadiara. Ia tak berusaha menyembunyikannya kali ini. Tangis itu bukan karena luka melainkan karena ia akhirnya mengizinkan dirinya sendiri untuk bahagia.

“Aku dulu takut mencintaimu,” kata Nadiara pelan. “Karena kupikir aku menghancurkanmu setiap kali aku membalas perasaanmu.”

“Kau tidak pernah menghancurkanku” jawab Xandrian lembut. “Kamu menyelamatkanku dari kehidupan yang kosong dan penuh kepura-puraan.”

Mereka duduk di kursi kayu tua yang menghadap ke matahari sore. Cahayanya hangat, seperti pelukan dunia yang memberi restu pada dua hati yang telah lelah melawan. Di meja kecil di depan mereka, ada dua gelas kopi, dan satu album foto lama yang Xandrian bawa dari rumah.

“Lihat ini,” katanya sambil membuka halaman pertama. Sebuah foto saat mereka masih kecil Xandrian berusia sepuluh tahun, memeluk bayi Nadiara di pelukannya.

“Aku ingat hari ini” kata Nadiara. “Kamu terus bilang aku tidak boleh menangis.”

Xandrian tertawa kecil. “Dan sekarang kamu bebas menangis. Karena dunia tak lagi bisa melarangmu mencintaiku.”

Malam itu, di bawah langit penuh bintang, mereka duduk di depan api unggun kecil. Kabut tipis turun dari langit, menyelimuti pepohonan di kejauhan. Suara jangkrik dan desir angin menjadi latar dari percakapan mereka yang tenang namun mendalam.

“Bagaimana jika nanti dunia masih menentang kita?” tanya Nadiara, suara lirih.

Xandrian mengangkat wajahnya, menatap langit. “Kita akan bertahan. Karena kita tahu kebenaran. Dan cinta yang lahir dari luka jauh lebih kuat dari sekadar rasa.”

Nadiara menatap api di depan mereka. Lidah-lidah kecil itu menari, kadang berisik, kadang diam. Seperti hati mereka.

“Dulu aku pikir kita salah” bisiknya. “Sekarang, aku sadar yang salah adalah dunia yang memaksa kita menjadi sesuatu yang bukan kita.”

Xandrian menariknya ke dalam pelukan. “Mulai sekarang, tidak akan ada lagi rasa malu. Tidak akan ada lagi rahasia. Kita hadapi semuanya bersama. Dengan berani.”

Dan ketika fajar menyingsing keesokan harinya, sinarnya membelah kabut pagi dengan tenang. Vila kecil di atas bukit itu menjadi saksi dua jiwa yang akhirnya merdeka. Mereka tahu, hidup di depan tidak akan selalu mudah. Tapi mereka juga tahu kali ini mereka berjalan sebagai dua orang dewasa yang memilih untuk mencintai bukan karena takdir tapi karena keberanian.

Dan itulah awal yang sebenarnya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!