Nayla Arensia hanyalah gadis biasa di kota Valmora hingga suatu malam, dua pria berpakaian hitam datang mengetuk pintunya. Mereka bukan polisi, bukan tamu. Mereka adalah utusan Adrian Valente, bos mafia paling kejam di kota itu.
Ayah Nayla kabur membawa hutang seratus ribu euro. Sebagai gantinya, Nayla harus tinggal di rumah sang mafia... sebagai jaminan.
Namun Adrian bukan pria biasa. Tatapannya dingin, kata-katanya tajam, dan masa lalunya gelap. Tapi jauh di balik dinginnya, tersembunyi luka yang belum sembuh dan Nayla perlahan menjadi kunci untuk membuka sisi manusiawinya.
Tapi bisakah cinta tumbuh dari ancaman dan rasa takut?
Atau justru Nayla akan hancur sebelum sempat menyentuh hatinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bakwanmanis#23, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20: Dua Tahun Tanpa Namamu
Gelap.
Hanya itu yang dirasakan Nayla setelah suara tembakan itu menghantam udara. Tubuhnya terasa ringan… melayang… lalu semuanya menghilang dalam kekosongan. Suara Adrian memanggil namanya samar-samar sebelum seluruh dunia terbungkam.
Saat Nayla membuka matanya, yang ia lihat bukan wajah Adrian… melainkan ruangan putih, tempat asing, dan bau antiseptik menusuk hidung. Ia terbaring di ranjang empuk, dengan infus di tangannya dan perban membalut sisi pinggangnya.
Panik melandanya seketika.
“Adrian?!”
Suara parau itu keluar tanpa tenaga. Ia berusaha duduk, tapi tubuhnya terlalu lemah. Matanya menatap sekeliling, mencari sosok yang ia cintai. Tapi tak ada siapa pun selain lelaki asing berbaju jas hitam, berdiri tenang di pojok ruangan.
“Kau akhirnya sadar.” Suaranya tenang, dalam, dan penuh wibawa. Matanya tajam, tapi tidak mengancam.
“Siapa… siapa Anda?” tanya Nayla dengan suara bergetar.
“Namaku Vitorio Lazzaro. Ketua kelompok mafia dari Florence,” jawabnya sambil menghampiri. “Anak buahku menemukanku di dekat reruntuhan villa yang terbakar. Kau sekarat. Tapi kau bernafas. Itu cukup membuatku ingin menyelamatkanmu.”
Nayla menatap pria itu, berusaha menyusun pikiran. Reruntuhan villa… berarti pertempuran malam itu sungguh terjadi. Tapi Adrian? Di mana dia? Hidupkah?
“Adrian…” gumamnya lirih.
Vitorio menatapnya. “Pria yang bersamamu… kami tidak menemukannya.”
Detik itu juga air mata Nayla jatuh. Suara di sekelilingnya menjadi gema yang tak berarti. Jantungnya seakan diremas dari dalam.
Adrian hilang.
Setelah dua minggu pemulihan di Florence, Nayla mulai bangkit. Luka fisiknya sembuh. Tapi luka di hatinya? Tidak ada obat yang mampu menyentuhnya. Setiap malam ia bermimpi tentang suara tembakan itu, tentang tubuh Adrian yang terjatuh, tentang wajah terakhir yang ia lihat sebelum pingsan.
Tapi Vitorio tak membiarkannya karam.
Ia memperlakukan Nayla bak putri. Memberinya ruang, kekuatan, bahkan tawaran: menjadi bagian dari keluarganya. “Kau sendirian sekarang,” katanya suatu malam. “Aku ingin kau jadi anak angkatku. Bukan karena kasihan. Tapi karena aku melihat api di matamu.”
Nayla terkejut.
“Aku bukan siapa-siapa. Aku hanya perempuan biasa.”
“Tidak. Perempuan biasa tidak menembak dengan tangan gemetar untuk menyelamatkan pria yang ia cintai. Perempuan biasa tidak menatap kematian dengan mata setegas itu.”
Nayla terdiam lama. Mungkin ini jalannya. Jika Adrian benar-benar telah tiada, maka yang bisa ia lakukan hanyalah menjadi lebih kuat. Agar rasa kehilangan itu tidak lagi membuatnya lemah.
Ia menerima tawaran itu.
Dua tahun pun berlalu.
Nayla bukan lagi gadis yang dulu. Kini ia dikenal dengan nama lain, Nayla Lazzaro. Gadis anggun, cerdas, dan berbahaya yang menjadi tangan kanan Vitorio. Ia belajar strategi, politik dunia bawah, dan segala yang perlu ia kuasai untuk bertahan di lingkaran mafia internasional.
Tapi satu hal yang tak pernah berubah: ia masih mencari Adrian.
Setiap informasi dari dunia mafia, setiap rumor dari lorong gelap kekuasaan, ia ikuti. Ia tak pernah menyerah. Karena dalam hati kecilnya, Nayla yakin Adrian tidak mati. Ia hidup. Mungkin bersembunyi. Mungkin terjebak. Tapi hidup.
“Kenapa kau masih mencarinya?” tanya Vitorio suatu malam di ruang kerjanya.
Nayla menatap api di perapian. “Karena jika aku menyerah… itu berarti aku mengkhianati cinta yang kami punya.”
Vitorio mengangguk pelan. Ia tahu Nayla sudah menjadi wanita kuat. Tapi kekuatannya dibangun dari luka. Dan luka itu berasal dari pria bernama Adrian Valerio.
Suatu hari, saat Nayla sedang menginterogasi informan dari Marseille, pria itu menyebut nama yang membuat darahnya membeku.
“Ada rumor tentang seorang mantan mafia berdarah Italia. Ia selamat dari villa yang meledak dua tahun lalu. Tapi ia… hilang ingatan.”
Nayla terpaku. “Apa kau tahu namanya?”
“Tidak. Tapi ia dikenal sebagai ‘Il Fantasma’ hantu. Karena ia muncul di berbagai wilayah, membantu satu kelompok… lalu menghilang seperti bayangan.”
Nayla merasa dadanya sesak.
“Deskripsikan wajahnya.”
Informan itu berpikir sejenak. “Tinggi. Dingin. Tatapannya seperti pria yang pernah membunuh tapi sudah lupa kenapa ia melakukannya. Dan di tangannya… ada bekas luka bakar.”
Nayla berdiri. Seluruh tubuhnya gemetar. Luka bakar. Di lengan kiri.
Itu Adrian.