Akibat memiliki masalah ekonomi, Gusti memutuskan bekerja sebagai gigolo. Mengingat kelebihan yang dimilikinya adalah berparas rupawan. Gusti yang tadinya pemuda kampung yang kolot, berubah menjadi cowok kota super keren.
Selama menjadi gigolo, Gusti mengenal banyak wanita silih berganti. Dia bahkan membuat beberapa wanita jatuh cinta padanya. Hingga semakin lama, Gusti jatuh ke dalam sisi gelap kehidupan ibukota. Ketakutan mulai muncul ketika teman masa kecil dari kampungnya datang.
"Hiruk pikuknya ibu kota, memang lebih kejam dibanding ibu tiri! Aku tak punya pilihan selain mengambil jalan ini." Gusti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 13 - Rahasia Elang Lainnya
Mata Gusti membulat. Dia punya firasat buruk jika tidak pergi secepatnya.
"Aku rasa tidak perlu. Aku mau pergi saja," ujar Gusti seraya melangkah mundur. Ia menatap Elang dengan rasa tak percaya. Teman yang sejak awal dikaguminya itu ternyata tidak sebaik yang dirinya kira.
"Kau nggak benar, El!" timpal Gusti. Dia lantas pergi begitu saja meninggalkan Elang dan Rilly.
"Harusnya kau beritahu dia sebelum datang ke sini. Dia sangat tampan. Teman-temanku pasti menggila," imbuh Rilly sambil melipat tangan ke depan dada.
"Dia anak kampung. Pikirannya masih kolot. Tapi aku yakin, cepat atau lambat dia pasti akan kembali," sahut Elang.
"Sepertinya begitu. Tidak ada yang lebih sulit selain melawan kerasnya ibukota." Rilly melirik Elang. Lalu mencoba membuka kancing baju lelaki itu.
"Hari ini sepertinya tidak dulu. Aku ada janji." Elang menolak. Dia segera berjalan menuju pintu.
"Apa kau akan berhenti karena sudah punya pacar?" tanya Rilly. Namun diabaikan oleh Elang. "Ya sudah. Kalau begitu panggilkan temanmu yang lain untuk menemaniku!" pintanya.
"Oke." Barulah Elang menjawab. Dia segera beranjak pergi.
Saat mengendarai mobil, Elang melihat Gusti berjalan di pinggir jalan. Dia lantas singgah dan menawarkan tumpangan.
"Aku tidak akan tertipu lagi, El. Aku bisa pulang sendiri." Gusti menolak dengan ekspresi cemberut.
Elang merangkul pundak Gusti. "Aku memang mau mengantarmu pulang kok. Tentang yang tadi, rahasiakan saja dari siapapun. Aku tidak masalah kalau kau tidak tertarik," ujarnya.
Gusti mendengus kasar. Ia hanya mendelik ke arah Elang.
"Maaf deh. Aku janji kejadian tadi tidak akan terulang lagi. Oke?" bujuk Elang.
"Ya sudah kalau begitu." Gusti memutuskan masuk ke mobil Elang. Temannya tersebut lantas mengantarkannya pulang ke kostan.
Sesampainya di kamar kostan, Gusti langsung menghempaskan diri ke ranjang. Dia rasanya ingin menangis ketika memikirkan nasib.
"Haruskah aku berhenti kuliah dan pulang kampung saja?" gumam Gusti. "Tapi bapak dan ibu pasti akan kecewa. Apalagi mereka sudah mengeluarkan banyak uang untuk kuliahku," sambungnya.
Meski sedih, Gusti tak sengaja tertidur. Ia terbangun saat mendengar suara ketukan pintu.
Setelah melihat ke jendela, ternyata hari sudah pagi. Gusti buru-buru membuka pintu. Ternyata orang yang mengetuk pintu adalah Hesti.
"Hai, tampan. Ini sudah tanggal 11. Kau harus membayar uang sewa!" tagih Hesti.
"Aku mohon beri waktu lagi untukku, Tante. Aku janji akan segera membayarnya. Kebetulan uang bulananku dikirim terlambat bulan ini," ucap Gusti dengan raut wajah memohon.
Hesti terdiam. Dia berpikir cukup lama. "Ya sudah. Aku akan memberimu waktu dua hari. Kalau tidak bayar juga, kau harus pergi dari sini!" tegasnya.
"Apa?! Dua hari? Tapi itu--"
"Tidak ada tapi-tapian! Kau beruntung aku beri waktu dua hari!" potong Hesti yang langsung pergi. "Dasar! Ganteng-ganteng tapi miskin," gerutunya yang bisa di dengar jelas oleh Gusti.
Nafas panjang dihela oleh Gusti. Ia tak punya pilihan selain meminjam uang teman untuk sementara. Gusti pertama-tama mendatangi Aman. Namun kali ini Aman menolak meminjami uang.
"Maaf ya, Gus. Kebetulan aku juga lagi kehabisan uang. Kau sebaiknya minjam uang dari Elang saja," kata Aman.
Gusti tak bisa memaksa. Meskipun begitu, dia tidak berniat ingin meminjam uang dari Elang. Mengingat dirinya sudah tahu jati diri lelaki tersebut.
Gusti akan memikirkan semuanya baik-baik setelah kuliah. Untuk sekarang dia berangkat kuliah dan belajar.
Usai jadwal kuliah selesai, Widy mengajak Gusti mengerjakan tugas bersama.
"Aku kayaknya nggak bisa, Wid. Aku..."
"Kamu tega banget sih. Orang yang paling pengen aku ajak pergi itu justru kau loh. Soalnya nilaimu tinggi terus. Aku pengen belajar darimu," pinta Widy. Memotong perkataan Gusti yang tadinya hendak menolak. Namun lelaki itu berubah pikiran karena bujukan Widy.
"Ya sudah kalau begitu," ucap Gusti.
"Nah begitu dong. Elang juga ikut kita ya. Biar seru!" kata Widy yang segera memanggil Elang.
Karena terlanjur setuju, Gusti akhirnya ikut Widy dan Elang. Mereka mengerjakan tugas kelompok di apartemen Widy. Mereka tetap berteman seperti biasa. Sesekali bercanda dan tertawa bersama.
Gusti yang tadinya galau akan nasib, menjadi lebih baik setelah menghabiskan waktu bersama Widy dan Elang. Ia melupakan masalah hidupnya untuk sejenak. Bahkan melupakan siapa Elang dalam sesaat.
"Eh, kalau ada cemilan enak nih," celetuk Elang.
"Iya! Tapi malas beli. Gimana kalau kita suit aja. Siapa yang kalah, dia yang harus keluar beli cemilan," tanggap Widy.
"Nggak usah, Wid. Biar aku aja yang beli. Soalnya sepertinya di sini aku yang nggak bisa ikut patungan uang," imbuh Gusti.
"Kau kenapa ngomong begitu sih, Gus! Bikin suasana nggak enak tahu nggak!" timpal Elang yang tak suka dengan ucapan Gusti.
"Iya. Kita teman! Lagian aku dan Elang nggak pernah mendiskriminasikan kamu kok!" Widy sependapat dengan Elang.
"Nggak apa-apa. Aku cuman sadar diri. Kalau aku nanti punya uang banyak, kalian bisa jadi babuku," canda Gusti. Dia membuat Widy dan Elang tergelak.
"Ya sudah. Mana uangnya? Biar aku beli keluar sebentar," ujar Gusti.
Elang dan Widy lantas memberikan uang pada Gusti. Mereka juga memberitahu cemilan yang ingin dibeli. Widy bahkan tak lupa memberitahukan kode sandi pintunya.
Tanpa pikir panjang, Gusti segera pergi dari apartemen. Saat itulah Elang dan Widy bertukar pandang.
"Apa?!" Widy mendorong Elang dengan wajah tersipu. Dia salah tingkah dengan tatapan lelaki itu.
Elang tak peduli. Dia justru bergerak lebih dekat ke arah Widy. "Sekarang kita berduaan..." bisiknya.
Widy terkekeh. Ia memegangi wajah Elang. Kemudian mencium bibir lelaki tersebut. Elang tentu membalas ciuman Widy dengan senang hati. Perlahan ciuman Elang berpindah ke leher Widy.
"Sebaiknya kita tidak melakukannya sekarang. Bagaimana kalau Gusti datang?" tanya Widy sembari berjengit karena merasakan sensasi sentuhan Elang.
"Maka dari itu kita harus melakukannya dengan cepat," sahut Elang yang tak peduli. Dia dan Widy lanjut bercumbu.
"Seharusnya aku tadi tidak memberitahu kode sandi pintu..." lirih Widy.
Tanpa sepengetahuan Gusti, Elang dan Widy sudah berpacaran selama dua bulan. Mereka memang memutuskan untuk merahasiakan hubungan dari semua orang. Terutama Gusti. Elang dan Widy tak mau membuat lelaki itu tidak nyaman karena hubungan mereka.