Mengisahkan mengenai Debby Arina Suteja yang jatuh cinta pada pria yang sudah beristri, Hendro Ryu Handoyo karena Hendro tak pernah jujur pada Debby mengenai statusnya yang sudah punya istri dan anak. Debby terpukul sekali dengan kenyataan bahwa Hendro sudah menikah dan saat itulah ia bertemu dengan Agus Setiaji seorang brondong tampan yang menawan hati. Kepada siapakah hati Debby akan berlabuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak Sebanding
Fathia, bagai bayangan kelam, terus saja mengawasi kehidupan Naura dan keluarganya. Ia mengetahui kepindahan mereka ke rumah kontrakan baru dengan sisa uang yang mereka miliki. Informasi itu ia dapatkan dari mulut beberapa warga yang sempat melihat Naura mencari kontrakan. Rasa dengki Fathia tak kunjung padam, justru semakin membara melihat Naura berusaha bangkit.
Tak lama kemudian, Fathia mengetahui bahwa Naura telah diterima bekerja sebagai pramuniaga di sebuah toko busana di salah satu mall ternama di kota. Informasi ini ia dapatkan dari obrolan beberapa ibu-ibu di pasar. Sebuah ide liar dan jahat langsung terlintas di benaknya. Ia berencana untuk mempermalukan Naura di tempat kerjanya.
Suatu siang, Fathia dengan dandanan menor dan pakaian mencolok, memasuki toko busana tempat Naura bekerja. Ia berpura-pura menjadi pelanggan yang tertarik dengan beberapa koleksi baju. Naura yang sedang melayani pelanggan lain sekilas melihat Fathia, namun ia berusaha tidak menghiraukannya dan tetap fokus pada pekerjaannya.
Setelah pelanggan lain pergi, Fathia menghampiri Naura dengan senyum sinis. "Hai, Naura. Tidak menyangka kita bertemu di sini. Jadi sekarang kamu jadi pelayan toko?" ejek Fathia dengan nada merendahkan.
Naura mencoba bersikap profesional. "Ada yang bisa saya bantu, Mbak?" tanyanya sopan, berusaha mengabaikan sindiran Fathia.
Fathia pura-pura melihat-lihat beberapa gaun, lalu mengambil sebuah gaun berwarna cerah. "Saya tertarik dengan gaun ini. Tolong ambilkan ukuran yang pas untuk saya."
Naura mengambilkan ukuran yang diminta Fathia. Saat Naura lengah, Fathia dengan sengaja menyobek bagian lengan gaun itu hingga robek cukup besar. Kemudian, ia berteriak histeris.
"Hei! Apa-apaan ini?! Gaunnya robek! Kamu merusaknya ya?!" tuduh Fathia dengan nada tinggi, menarik perhatian beberapa karyawan dan pelanggan lain.
Naura terkejut dan tidak mengerti apa yang terjadi. "Saya tidak merusaknya, Mbak. Tadi gaunnya masih baik-baik saja."
"Jangan bohong! Pasti kamu yang melakukannya! Dasar ceroboh!" Fathia terus berteriak, membuat suasana toko menjadi gaduh.
Mendengar keributan, manajer toko, seorang wanita paruh baya yang tegas, menghampiri mereka. "Ada apa ini?" tanyanya dengan nada menyelidik.
"Pegawai Anda merusak gaun ini!" tunjuk Fathia dengan dramatis ke arah gaun yang robek. "Saya minta ganti rugi!"
Naura berusaha menjelaskan situasinya. "Saya tidak merusaknya, Bu Manajer. Saya baru saja mengambilkannya dari rak."
Namun, Fathia terus menyanggah dengan berbagai alasan dan tuduhan palsu. Ia pandai berakting sebagai pelanggan yang dirugikan. Manajer toko yang belum mengenal Naura dengan baik tampak bingung dan terpengaruh oleh perkataan Fathia yang begitu meyakinkan. Naura merasa terpojok dan tidak berdaya menghadapi fitnah keji sepupunya itu di tempat kerjanya. Ia takut akan kehilangan pekerjaannya yang baru saja ia dapatkan.
****
Hendro, dengan obsesi yang semakin menggila, terus memantau setiap pergerakan Agus. Setelah mengetahui bahwa pemuda itu bekerja sebagai barista di sebuah kafe yang cukup ramai, sebuah ide jahat kembali terlintas di benaknya. Ia tidak akan membiarkan Agus bahagia dan dekat dengan Debby.
Suatu malam, setelah jam kerja Agus berakhir, Hendro diam-diam mengikuti pemuda itu hingga ke tempat parkir motor di apartemen. Dengan lihai, Hendro mengeluarkan sebuah benda tajam dari sakunya dan mengempeskan kedua ban motor Agus hingga benar-benar rata dengan tanah. Ia menyeringai puas melihat motor itu tak lagi bisa digunakan.
Namun, niat jahat Hendro tidak berhenti sampai di situ. Ia merasa hanya membuat Agus kesulitan tidaklah cukup. Ia ingin mencelakai pemuda itu secara fisik. Dengan hati-hati, Hendro mendekati motor Agus lagi dan dengan cepat memotong sebagian kabel rem motor tersebut, membuatnya berpotensi blong saat digunakan. Ia yakin, kecelakaan akan segera menimpa Agus.
Setelah merusak motor Agus, Hendro masih belum puas. Ia melampiaskan kekesalannya dengan melempar batu besar ke arah jendela depan kafe tempat Agus bekerja hingga kaca itu pecah berantakan. Suara pecahan kaca yang keras memecah kesunyian malam. Hendro tertawa pelan, merasa puas telah memberikan "peringatan" kepada Agus.
"Rasakan itu, anak muda. Jangan berani mendekati Debby lagi," gumam Hendro seorang diri sebelum akhirnya pergi dari tempat itu dengan langkah ringan, seolah tidak melakukan kesalahan apa pun.
Pagi harinya, Agus terkejut mendapati motornya dalam kondisi mengenaskan. Kedua bannya kempis dan ia merasa ada yang aneh dengan remnya. Ia juga melihat jendela depan kafe pecah. Agus merasa ada yang tidak beres. Ia mulai curiga bahwa ini bukan hanya sekadar vandalisme biasa. Ia teringat akan ancaman Hendro dan merasa pria itu pasti berada di balik kejadian ini.
****
Kekecewaan membakar hati Fathia ketika mengetahui Naura hanya dikenai sanksi membayar ganti rugi atas kerusakan gaun di toko. Baginya, hukuman itu terlalu ringan. Dendamnya yang mengakar kuat mendorong Fathia untuk bertindak lebih jauh, lebih nekat, dan jauh lebih berbahaya. Sebuah rencana gila dan jahat kembali terlintas di benaknya.
Pada suatu sore yang ramai pengunjung, Fathia kembali mendatangi mall tempat Naura bekerja. Ia membawa sebuah botol berisi cairan mudah terbakar dan korek api di dalam tasnya. Dengan menyamar sebagai pengunjung biasa, Fathia masuk ke dalam toko busana tempat Naura bekerja. Ia mengamati sekeliling, mencari waktu dan tempat yang tepat untuk melancarkan aksinya.
Saat toko sedang ramai dengan lalu lalang pembeli, Fathia dengan cepat dan diam-diam menyiramkan cairan mudah terbakar di salah satu sudut ruangan yang terdapat tumpukan kain dan pakaian. Kemudian, dengan senyum sinis yang mengerikan, ia menyalakan korek api dan melemparkannya ke arah cairan tersebut. Api dengan cepat berkobar, menjalar ke kain-kain dan pakaian di sekitarnya.
Asap tebal berwarna hitam langsung mengepul, memenuhi ruangan. Para pengunjung dan pegawai toko terkejut dan panik. Teriakan histeris menggema di seluruh toko. Orang-orang berebut mencari jalan keluar di tengah kepanikan yang melanda.
Naura yang sedang melayani seorang pelanggan di bagian lain toko, sontak terkejut melihat kobaran api dan asap yang semakin pekat. Ia merasakan sesak di dada akibat asap yang mulai memenuhi paru-parunya. Kepanikan melanda dirinya melihat api yang semakin membesar dan orang-orang yang berlarian ketakutan.
"Api! Ada api!" teriak beberapa pengunjung histeris.
Naura berusaha tetap tenang dan membantu mengarahkan para pelanggan menuju pintu keluar. Namun, asap yang semakin pekat membuatnya kesulitan bernapas. Pandangannya mulai kabur, dan ia merasakan kepalanya berputar. Di tengah kekacauan dan kepanikan itu, Naura limbung dan akhirnya pingsan setelah menghirup terlalu banyak asap.
Fathia yang melihat kekacauan yang ia ciptakan dari kejauhan menyunggingkan senyum puas. Ia melihat asap hitam mengepul dari dalam toko dan orang-orang yang berlarian menyelamatkan diri. Tanpa rasa bersalah sedikit pun, Fathia berbalik dan pergi dari mall itu, merasa dendamnya sedikit terbalaskan. Ia tidak peduli dengan keselamatan orang lain, termasuk Naura. Yang ada di pikirannya hanyalah bagaimana cara membuat Naura menderita. Tindakan gilanya itu kini telah membahayakan nyawa banyak orang dan meninggalkan trauma mendalam bagi para korban.