Karena kecerobohan sang Kakak, Nadira harus terjebak dengan seorang ketua geng Motor bernama Arash. Nadira dipaksa melayani Arash untuk menebus semua kesalahan kakaknya.
Arash adalah pemuda kasar, dominan namun memenuhi semua kriteria sebagai boyfriend material para gadis. Berniat untuk mempermainkan Nadira, Arash malah balik terjebak di dalam pesona gadis 17 Tahun itu.
Bagaimana ketika seorang badboy seperti Arash jatuh cinta pada gadis tawanannya sendiri?
Temukan kisahnya di sini, jangan lupa follow Ig Author @saka_biya untuk mengetahui info seputar Nadira dan Arash
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SAKABIYA Pratiwi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Benci Tapi Belum Siap Kehilangan
Apa gue keterlaluan?
Arash mengendarai tunggangannya sambil melamunkan kepergian Nadira yang berhasil mengajarkannya apa itu arti kehilangan, yaa walaupun Arash masih menyangkal.
'So What? Gue kan udah biasa bersikap begitu! Selama ini gue hampir selalu mendapatkan apa pun yang gue harapkan! Gue selalu semena-mena, lantas kenapa sekarang gue harus merasa bersalah? Cewek-cewek bedatangan pada gatel pengen diperhatiin, tapi kenapa krucil itu malah nolak dan menghindar begini? Assh, sialan!'
Arash terus memikirkan Nadira. Hari-harinya menjadi agak hampa setelah ditinggal istri rahasianya tanpa kabar berita sedikit pun. Arash memang galau berat, dia belum siap kehilangan kenikmatan yang dia rasakan dari Nadira.
Tidiiiiiiit! Cktttttt ....
Karena terlalu fokus pada Nadira, Arash sampai kehilangan fokus di jalanan sehingga dia nyaris saja menghantam mobil di depannya yang tiba-tiba sign ke kanan.
Arash masih sempat menghindari benturan dengan mobil itu tapi karena kejadiannya berlangsung dalam hitungan detik, Arash kehilangan kendali sampai motornya jatuh, body motornya bergesekan dengan jalan beraspal sampai terseret puluhan meter dan menimbulkan percikan api membuat para pengendara lain merasa ngeri dan panik.
Crashhh! Tubuh Arash dan motornya berhenti terseret saat menghantam pembatas jalan. Beruntung kendaraan lain lebih berhati-hati sehingga Arash tidak terlindas oleh kendaraan lainnya.
Arash langsung dievakuasi ke pinggir jalan, entah bagaimana dampak yang terjadi atas kecelakaan mengerikan itu ....
*
*
Ckktttt, "Eh eh, Kak Nad! Nah kan, mentok deh di pagar!"
Di detik yang sama, Nadira juga kehilangan fokus dan motor yang Nadira kendarai malah mentok di pagar rumah karena telat mengerem.
"Maaf maaf, kakak kehilangan konsentrasi nih," ucap Nadira yang terus memikirkan mobil Arka yang sudah dia gores tadi.
"Pasti gara-gara mikirin kejadian tadi, iya kan?" tanya Naya lalu turun dari motor agar Nadira bisa lebih mudah memasukan motornya ke halaman rumah.
"Jangan bilang-bilang sama mama kamu ya soal kejadian tadi," pinta Nadira.
"Lho, kenapa? Siapa tahu nanti mama bantu Kak Nad buat bayar biaya bengkel mobil tadi," tukas Naya.
"Pokoknya jangan deh, Kakak nggak mau ngerepotin mama kamu! Yaah, awas lho kalo bilang-bilang!" peringatkan Nadira.
Nadira tahu kalau saat ini usaha peninggalan orang tuanya sedang mengalami kesulitan, omset tak seperti bulan-bulan sebelumnya. Nadira benar-benar tak ingin membebankan apa pun pada Dewi dan Ryan.
"Nad ...." Tak lama, Dewi muncul dari pintu utama rumah menyambut kepulangan Nadira dan Naya.
"Iya, Tan?" Nadira membuka helm dan turun dari motornya.
"Dari tadi Galang nelpon ke nomor tante, dia minta kamu segera aktifkan ponsel kamu," kata Dewi.
Nadira tak terlalu peduli. Urgensi Galang tidak terlalu penting bagi Nadira.
"Eh iya nih, kak Galang juga nelpon aku beberapa kali, tapi nggak keangkat nih," kata Naya.
"Biarin aja, aku mau aktifin lagi ponselku kok," tukas Nadira santai.
"Ya udah."
Nadira segera pergi ke kamarnya yang ada di lantai dua berbarengan dengan Naya. Saat di tangga, Naya agak kaget saat membuka pesan dari Galang.
"Ya ampun! Apaan sih ini Kak Galang kok malah ngirim photo orang kecelakaan! Iih, ngeri!" kata Naya lalu menutup layar ponselnya.
Nadira menoleh dan jadi penasaran, sejenak mereka berhenti di anak tangga itu.
"Kecelakaan? Siapa? Bukan kak Galang kan yang kecelakaan?" tanya Nadira lalu merebut ponsel Naya dan melihat apa yang Galang kirimkan barusan.
"Nggak tahu, Kak. Aku tuh paling nggak tahan sih lihat konten sensitif kayak gitu," kata Naya dan masih memejam mata.
'Kak Arash?'
Nadira pun terbungkam, dia melihat Arash yang terluka parah dengan motornya yang rusak parah di lokasi kecelakaan.
Saat kecelakaan itu terjadi, banyak orang yang mengabadikan momen-momen mengerikkan itu dan memposting di media sosial sehingga kabar kecelakaan Arash dengan mudah tersebar dari akun ke akun.
"Siapa sih itu, Kak? Kak Galang iseng banget deh ah!" tanya Naya.
"Kakak ikut nelpon sebentar ya," pinta Nadira pada Naya.
"Iya ya udah ...."
Nadira segera menghubungi Galang untuk mengetahui kejadian yang menimpa Arash. Walau Nadira benci Arash, tapi terselip rasa cemas di dalam hatinya. Bagaimana pun juga, walaupun hubungan mereka adalah hubungan yang tidak sehat, tapi Arash adalah lelaki yang telah mengambil hal paling berharga di dalam dirinya. 2 kali Nadira merasakan kegagahan sang Arash, jadi wajar kalau saat ini Nadira mengalami kegelisahan yang cukup mendalam.
"Halo, Kak? Kak Arash kenapa? Terus keadaannya sekarang gimana?"
Naya hanya menyimak dengan rasa penasaran.
"Tadi, Nad. Kayaknya sekitar 1 jam yang lalu, sekarang udah di Rumah Sakit sih, kakak belum tahu update kondisinya sekarang," jawab Galang.
"Tapi nggak sampai meninggal 'kan?" tanya Nadira.
"Entah lah, orang-orang Thunder bilang saat ini kondisinya kritis. Kamu mau nengokin dia nggak?"
Nadira meragu. Jujur saja, Nadira ingin lepas dari kungkungan Arash, tapi kalau Arash sampai meninggal, tentu saja Nadira tak menginginkan sampai ke sana.
"Aku doain dari sini aja, semoga dia bisa melewati masa kritisnya," jawab Nadira pelan.
"Tapi besok kamu pulang, kan? Kakak jemput?"
"Aku pulang lusa aja deh."
"Oh iya, Nad. Selama 4 hari ini, si Arash terus nyariin kamu, nyariin kakak juga, katanya, rencananya besok dia dan Thunder akan ngubek kota Bandung buat nyariin kamu!" kabari Galang. Hati Nadira gentar lagi, tapi kecelakaan yang Arash alami ternyata ada hikmahnya juga.
"Udah dulu ya, aku nggak peduli sama rencana dia, tapi aku akan tetap mendoakan semoga dia bisa selamat. Tapi kak Galang update kondisi terbaru kak Arash ya, aku mau tahu tentang itu," kata Nadira.
"Oke, Nad!"
Obrolan berakhir. Nadira mengembalikan ponsel Nadira pada Naya.
"Siapa, Kak? Pacarnya Kak Nad ya?" tanya Naya semakin kepo.
"Kepo deh kamu! Udah ya, Kakak ke kamar dulu," pamit Nadira langsung saja pergi ke kamar meninggalkan Naya yang penasaran.
"Iih, Kak Nad ... Bikin penasaran aja deh!"
Nadira masuk ke dalam kamar dan segera menyalakan handphone yang ia biarkan mati selama 4 hari ini.
Jujur saja, Nadira tak bisa berhenti memikirkan Arash. Pemuda yang telah menidurinya sebanyak 2 kali. Walau membenci, tapi seolah ada koneksi yang sudah terjalin di antara keduanya.
Ping ping ping! Puluhan bahkan ratusan notifikasi panggilan tak terjawab dan pesan masuk serentak. Ada dari Arash, Kaizan, Ami dan beberapa orang lainnya. Dan yang paling dominan adalah dari Arash.
Ada 60 panggilan tak terjawab dan deretan pesan berisi ancaman dari Arash.
'Kamu sangat keterlaluan, Kak! Aku benci kamu! Tapi kenapa aku takut kalo kamu meninggal? Aku nggak mau kamu meninggal ....' batin Nadira dan otaknya terus memikirkan Arash.
Setelah tertegun cukup lama, Nadira membalas pesan dari Arash walau dia tak tahu apakah Arash akan sempat membaca pesan itu atau tidak.
[Maafkan aku, Kak. Tolong jangan meninggal dulu, kita belum saling maaf-maafan]
Entah bagaimana reaksi Arash andai nanti dia membaca pesan dari Nadira. Tapi sayangnya, saat ini Arash masih ada di ruang IGD.
*
*
Semalaman Nadira memikirkan Arash, tapi dia belum dapat kabar apa-apa. Kabar dari Arash diburu banyak orang tapi tak ada seorang pun yang tahu kondisi terbarunya di Rumah Sakit.
Dengan hati gundah gulana, Nadira menantikan kabar dari Arash. Pagi harinya, Nadira tak ingin beranjak dari kamar dan hanya menantikan kabar dari suami rahasianya.
"Ayolah, Kak. Bangun lah, balas pesan dari aku ...." gumam Nadira penuh harap.
Kriiiiing
Tapi malah ada nomor lain yang saat ini menelponnya.
"Nomor siapa ini?" gumam Nadira agak skeptis. Tapi daripada penasaran, Nadira mengangkat panggilan itu.
"Halo?"
"Hai." Suara lelaki yang terdengar.
"Iya, ini siapa ya?"
"Ini saya, pemilik mobil kemarin!"
"Oh. Jadi gimana? Apa mobil Kakak udah masuk bengkel? Udah dapat estimasi biaya yang harus dikeluarkan?"
"Ini harus diobrolin sambil ketemu sih, nggak enak kalo ngobrol di telpon doang." Arka mulai melancarkan aksi modusnya lagi.
"Spill aja nominalnya, Kak. Nanti aku kirim ke rekening kakak. Aku nggak dibolehin keluar rumah sama tanteku," kata Nadira.
"Lho, kamu tinggal di rumah tante kamu?"
"Iya."
"Hmmm, kalo nggak dibolehin keluar rumah, ya udah biar saya aja yang datang ke rumah tante kamu," kata Arka nekat.
"Ha? Duuh, jangan kak!" cegah Nadira. Nadira tak ingin Dewi bertanya-tanya soal urusan Nadira dengan Arka.
"Why?"
"Tanteku tuh nggak tahu sama urusan kita. Aku nggak mau tenteku tau ...."
"Its okay, saya akan ke sana dan nggak akan ngobrolin soal kejadian kemarin, santai aja!"
"Lho? Terus? Kalo bukan ngobrolin soal itu, lantas mau ngobrolin soal apa?"
Beberapa saat Arka diam. Dia sepertinya tak bisa berbasa-basi lagi ...
"Cuma mau kenal kamu lebih dalam aja." Tapi pada akhirnya dia ngaku juga. Nadira pun terdiam beberapa saat mendengar jawaban Arka.