NovelToon NovelToon
Rojali Dan Ratih

Rojali Dan Ratih

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Ilmu Kanuragan
Popularitas:7.7k
Nilai: 5
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

"kamu pembawa sial tidak pantas menikah dengan anakku" ucap Romlah
"aku sudah mempersiapkan pernikahan ini selama 5 tahun, Bagaimana dengan kluargaku" jawab Ratih
"tenang saja Ratih aku sudah mempersiapkan jodohmu" ucap Narti
dan kemudian munculah seorang pria berambut gondrong seperti orang gila
"diakan orang gila yang suka aku kasih makan, masa aku harus menikah dengan dia" jawab Ratih kesal
dan tanpa Ratih tahu kalau Rojali adalah pendekar no 1 di gunung Galunggung

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

RR 9

"Rojali, selamatkan ibuku!" ucap Sinta penuh harap, suaranya mengandung kecemasan sekaligus tuntutan.

Rojali hanya menoleh sekilas, tatapannya dingin. Ia tak menghiraukan permintaan itu.

"Bang, tolong sembuhkan ibu..." pinta Ratih lembut, tangannya meraih tangan Rojali, seakan mencari keajaiban dari sosok yang kini mereka andalkan.

"Ibumu sudah sembuh. Kenapa masih minta tolong padaku?" jawab Rojali datar.

"Jangan bohong, kamu Jali!" bentak Sinta, nadanya kesal dan tak percaya.

"Suruh saja ibumu bangkit," ucap Rojali pelan, tapi sarat makna.

Semua mata tertuju ke arah Narti. Dan benar saja—perlahan wanita itu bangkit dari tempat tidurnya. Ia menarik napas panjang, tubuhnya terasa jauh lebih ringan. Dengan gerakan refleks, Narti membersihkan debu di pakaiannya, namun matanya mulai memandang Rojali dengan waspada.

"Dia bisa membongkar permainan ini... Rojali lebih berbahaya dari yang kuduga," gumam Narti dalam hati. Keunggulan Guru Agung pun tak bisa melawan kelicikan lelaki satu ini. Kini dia harus berpikir cepat—siapa yang bisa ia jadikan sekutu selanjutnya?

---

Di dalam rumah, Ratih menyuguhkan secangkir kopi panas ke hadapan Rojali.

"Bang, aku mau ikut panen teh di tempat Juragan Harsono ya," ucapnya sambil duduk di sampingnya.

Rojali menatap Ratih. Ada perasaan tak enak di dadanya—ia belum juga punya pekerjaan tetap. Harga dirinya terusik.

"Ya sudah… kalau gitu aku juga mau cari pekerjaan. Siapa tahu ada yang bisa kulakukan hari ini," jawab Rojali pelan. Dalam benaknya, berbagai rencana untuk mendapatkan uang mulai ia susun.

---

Pagi itu, Ratih sudah bersiap. Pakaian yang dikenakannya memang lusuh, namun wajahnya tampak bercahaya. Aura Jaya Sakti yang perlahan mengalir dalam tubuhnya membuat Ratih tampak lebih memesona, meski tanpa perhiasan atau pakaian indah.

Ia melangkah keluar dengan keranjang besar tergendong di punggung. Tak lama kemudian, Rojali pun meninggalkan rumah, berjalan ke arah berlawanan.

---

Di dalam rumah, Narti dan Sinta berbincang dengan suara pelan namun tajam.

"Bu, bagaimana langkah kita sekarang? Trik kita sudah dibongkar Rojali," ucap Sinta. Matanya menatap khawatir.

Dialah yang dulu membawa Rojali masuk ke keluarga ini—rencana awalnya adalah untuk mempermalukan Ratih. Tapi justru sekarang, Ratih menjadi lebih kuat dari sebelumnya.

Narti menggigit bibirnya. Ada penyesalan yang perlahan muncul. Tapi ia tak bisa mundur sekarang.

"Tenang saja, nanti kita datangkan Ki Sarmin. Dia lebih hebat dari lelaki cebol itu," jawab Narti.

"Kalau bisa, Ibu secepatnya ke sana. Kalau Ratih sampai tak bisa dikendalikan… kita akan kerepotan," desis Sinta, suara dan sorot matanya penuh api.

Di ruang yang penuh ketegangan itu, dua wanita itu mulai menyusun strategi baru.

Rencana untuk menjatuhkan Ratih.

..

..

Rojali berjalan ke ujung kampung.

Di sana, proyek pembangunan tempat wisata tengah berlangsung. Bangunan setengah jadi, tumpukan pasir, dan suara mesin bercampur teriakan mandor memenuhi udara.

Rojali berniat melamar pekerjaan sebagai penjaga proyek atau sekuriti. Sebuah ironi dalam dunia persilatan—pendekar nomor satu turun jadi penjaga proyek. Tapi Rojali tak peduli. Yang dia butuhkan sekarang hanyalah hidup tenang… dan pemasukan.

Di area proyek, tampak keributan.

"Kami gak mau kerja di sini lagi!" teriak seorang pekerja dengan wajah tegang.

Seorang wanita cantik, berpakaian modis dengan kaca mata hitam di kepala, menanggapi keras.

“Kenapa? Kami bayar mahal, lo!”

“Bayaran mahal gak sebanding sama nyawa kami! Udah empat orang tewas! Dan mayatnya? Bahkan gak ditemukan!” ucap pekerja lain, suaranya gemetar.

Seorang pria tambun—berpakaian rapi dan mengenakan jam mahal—berusaha menenangkan suasana.

“Kami sedang mendatangkan orang sakti. Sebentar lagi pasti aman!”

“Kami udah lihat sendiri, orang sakti-sakti itu tetap kalah. Ini bukan tempat biasa!” seru yang lain.

Tiba-tiba sebuah mobil mewah datang.

Dari dalamnya keluar seorang pria berjubah tradisional, mengenakan sorban, membawa tasbih besar dan kendi air di tangannya.

“Ki Perkasa!” seru pria tambun dengan senyum lega.

“Akhirnya Anda datang!”

> “Tentu saja, Pak Yoga,” jawab Ki Perkasa tenang. “Ini hanya masalah kecil.”

Yoga menoleh ke para pekerja.

> “Kalian dengar sendiri. Ini cuma masalah kecil!”

> “Kalau memang kecil, kami mau lihat buktinya! Kami cuma mau kerja tenang!” balas seorang pekerja dengan wajah penuh luka.

Ki Perkasa mulai bergerak.

Ia menyusuri area proyek dengan langkah mantap. Tangannya memercikkan air dari kendi ke beberapa sudut lokasi.

Setiap semburan air menghasilkan ledakan kecil—seperti hawa panas yang tiba-tiba tersulut dari dalam tanah. Para pekerja mundur, sebagian terperangah.

Ki Perkasa kemudian duduk bersila di tengah lokasi.

Tangannya membentuk mudra, bibirnya merapal mantra dalam bahasa kuno.

Namun…

Angin kencang menerpa!

Tiba-tiba seperti badai lokal melanda. Tanah bergetar, suara gemuruh terdengar dari dalam bumi.

Ki Perkasa terlempar ke belakang, menghantam tiang besi.

Seorang pekerja muntah darah dan jatuh tersungkur.

Tubuh Ki Perkasa menggeliat… terangkat dari tanah… lalu dibanting kembali.

Matanya memerah. Hawa dingin merayap ke seluruh proyek.

Lalu sebuah suara gaib menggema dari kejauhan—bergetar di telinga namun tak jelas sumbernya:

“Manusia... Jangan ganggu tanah ini! Hentikan proyek kalian… atau lebih banyak korban akan jatuh!”

Ki Perkasa terkapar. Tubuhnya gemetar, napasnya tersengal.

“Penunggunya… terlalu kuat. Tempat ini… tidak bisa dibangun…”

Semua orang terdiam. Wajah Yoga pucat. Yohana, wanita cantik itu, tak percaya.

“T-Tidak mungkin, Ki! Kalau ini batal, kita rugi milyaran! Ini sudah kontrak besar!” serunya panik.

Yoga menggeleng perlahan, wajahnya penuh tekanan.

“Yohana, kita tidak bisa memaksakan kehendak… kalau roh penjaga tempat ini menolak, kita harus cari cara lain.”

“Yoga, ini tidak masuk akal!” seru Yohana, langkahnya maju mendekat. Wajahnya tegang, namun tetap anggun.

“Masak kita hentikan proyek sebesar ini begitu saja? Selain tempat wisata, pembangunan ini juga mencakup saluran irigasi untuk sawah warga. Kalau berhenti sekarang, ratusan petani akan kehilangan harapan!”

Yoga menghela napas berat, matanya gelap.

“Apa yang gak masuk akal? Empat pekerja hilang, Yohana. Empat! Mayatnya gak ketemu. Dan Ki Perkasa yang katanya sakti mandraguna saja—kalah telak! Apa kamu masih bilang ini proyek biasa?”

Ki Perkasa berdiri tertatih, satu tangannya menekan dada. Ia bicara lirih namun terdengar jelas:

“Benar, Nyonya… ini bukan tempat biasa. Raja Jin yang menjaga tempat ini bukan makhluk yang bisa dilawan sembarangan. Ini demi kebaikan kita bersama.”

Semua yang hadir terdiam. Udara terasa berat. Tak ada yang berani membuka suara.

---

Tiba-tiba, dari arah belakang kerumunan, suara tenang tapi tegas terdengar:

> “Kalau aku bisa mengatasi masalah ini… apa imbalannya untukku?”

Semua menoleh. Seorang lelaki bertubuh biasa, berwajah dingin dengan tatapan dalam, berdiri santai di balik tumpukan semen.

Rojali.

“Siapa kamu? Jangan bikin kekacauan di sini!” bentak Yoga, suaranya penuh amarah.

“Aku hanya mau melamar kerja di sini,” jawab Rojali tenang. “Dan kalau kalian izinkan, aku bisa membersihkan tempat ini dari gangguan makhluk halus.”

"Pembohong besar! Dia itu gembel gila! Orang gak waras!” teriak salah satu pekerja sambil menunjuk-nunjuk ke arah Rojali.

“Pergi sana! Jangan bikin ribut!” seru Yoga semakin kesal.

“Kamu sudah gila dan sombong! Aku saja—Ki Perkasa—tidak bisa mengusir Raja Jin di sini. Apa kamu pikir siapa dirimu?!” ujar Ki Perkasa, kali ini dengan nada meremehkan.

Namun Rojali tidak tersulut emosi. Ia hanya tersenyum tipis.

“Aku hanya menawarkan jasa. Mau terima, silakan. Tidak pun, aku pergi.”

“Tapi sebelum kalian usir, dengar baik-baik: Empat pekerja kalian itu belum mati. Mereka disembunyikan.”

“Dan lebih dari itu… di antara kalian ada pengkhianat.”

Suasana mendadak hening. Semua pandangan beralih ke satu sama lain, mencurigai.

1
Purnama Pasedu
kerenkan ratih
saljutantaloe
lagi up nya thor
Ninik
kupikir lsg double up gitu biar gregetnya emosinya lsg dapet
Ibrahim Efendi
lanjutkan!!! 😍😍😍
Ranti Calvin
👍
Purnama Pasedu
salah itu
Purnama Pasedu
sok si kamu sardi
Ibrahim Efendi
makin seru!! 😍😍
Purnama Pasedu
pada pamer,tapi jelek
Purnama Pasedu
nah loh
Ninik
edaaannn....kehidupan macam apa ini
saljutantaloe
nah loh pusing si Narti jdinya
ditagih hutang siapin Paramex lah hehe
saljutantaloe
nah gtu dong ratih lawan jgn diem aja skrg kan udh ada bg jali yg sllu siap membela mu
up lg thor masih kurang ini
Purnama Pasedu
telak menghantam hati
Purnama Pasedu
jurus apa lagi rojali
Purnama Pasedu
tapi kosong ucapannya
Purnama Pasedu
kayak pendekar ya
saljutantaloe
widih bg jali sakti bener dah
bg jali bg jali orangnya bikin happy
Sri Rahayu
mantap thor..
sehat selalu
saljutantaloe
seru thor ceritanya up banyak" thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!