Ikuti aturan. Dibawah 21 jangan baca.
Zhen Xi, salah satu putri kembar Dewi Angin yang hilang di langit ke enam itu harus bertahan hidup setelah kabur dari rumah orang tua angkatnya. Setelah bertahun-tahun menahan penderitaan seorang anak yang ditirikan oleh ibu angkatnya, akhirnya ia bisa keluar dari rumah itu. Yap tepatnya setelah ia membuat masalah dengan Pangeran Petinggi Hujan Wen Hua hingga toko pedang ayah dan ibunya itu menjadi sepi mendadak.
Dari situlah perjalanannya dimulai. Ia akan hidup dengan kekuatannya sendiri dengan sedikit bantuan dari pemuda-pemuda tampan berkedudukan tinggi yang tertarik padanya, bahkan melindunginya dari belakang maupun secara diam-diam.
Siapa yang akan memenangkan pertandingan cinta ini pada akhirnya? Bagaimana nasib putri hebat yang hilang ini?
Setelah berhasil mendapatkan salah satu diantaranya pun, masalah cinta masih belum lelah mengujinya. Mengembalikannya ke posisi bangsawan yang hidup di istana justru menambah masalahnya.
Kare
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon souzouzuki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Takut Dia Tidak Tertolong, Aku Menciumnya
"Jangan..."
"Zhen Xi... Zhen Xi... kau dengar aku?" Wen Hua menggenggam telapak tangan Zhen Xi yang masih terbebat dengan kain hitam itu dengan kedua tangannya.
"Jangan sakiti dia..."
Deg.
Seketika Wen Hua teringat akan sesuatu.
Flashback Pov's~
"Jangan sakiti diaaa!!"
"Oh ya? Kami akan menyerahkannya padamu. Ambil saja dia disana. Anak petinggi Dewa Hujan ini sangat tidak berguna. Cih." ejek seorang siluman naga sambil menunjuk ke arah Wen Hua yang letaknya agak jauh dari keberadaan Qing Zhu saat ini.
Kak Qing Zhu jangan kemari! batin Wen Hua sambil menggeleng dengan mulut yang tersekap kuat. Dan tangan yang di pegang erat dengan dua siluman naga.
Qing Zhu segera berlari menyusul Wen Hua dengan tertatih-tatih menahan sakit di perutnya. Dua siluman naga yang menahan Wen Hua itu akhirnya mundur teratur, melepaskan Wen Hua dengan senyuman licik.
"Apa kau baik-baik saja?" cemas Qing Zhu.
Wen Hua mengangguk cepat. Tak lama kemudian matanya membelalak ke arah samping Qing Zhu. "Mmm! Mmm!"
"Ada apa?" heran Qing Zhu sambil berusaha melepaskan kain yang menyekap mulut Wen Hua.
Jleb.
"Ugh."
"Kak Qing Zhu!" tangis Wen Hua.
"Kak Qing Zhuu... huuu huuu."
"Wen Hua, kembalilah bersama paman. Katakan kalau anakku kali ini perempuan lagi. Mereka kembar." Qing Zhu tersenyum.
"Aku menyembunyikannya secara terpisah, yang satu di balik air terjun sebelah barat, yang satu- Uhuk...!" Qing Zhu memuntahkan darah segar ke rerumputan Desa Yu.
Bruk!
"Qing Zhuu!!" teriak Dewa Angin histeris. Tapi sebelum Dewa Angin sampai ke sana, siluman naga itu sudah mengambil Qing Zhu dan membawanya kabur.
"Pamaan... huuuhuuuu..."
Dewa Angin yang akan mengeluarkan jurus pamungkasnya itu langsung mengurungkan niatnya begitu mendengar tangis Wen Hua.
"Sepertinya dia tidak ada harapan, Wen Hua. Mereka berhasil membidik jantung Qing Zhu." gumam Dewa Angin dengan tatapan kosong.
"Kenapa dia tidak melawan? Dia itu bahkan lebih hebat dariku. Kenapa Wen Hua?" lirih Dewa Angin dengan putus asa.
Bruk.
Lututnya terjatuh lemas seketika. Ia bahkan tak kuat berteriak atau menangis sekarang.
"Kak Qing Zhu baru melahirkan dua anak kembar perempuan... katanya yang satu disembunyikan di balik air terjun sebelah barat, yang satu lagi..." Kata-kata Wen Hua terhenti.
Mata Dewa Angin langsung berkaca-kaca. "Dia sedang hamil. Dia baru saja melahirkan. Tentu saja ia tidak bisa memakai jurusnya..."
"Kita harus mencari anak itu. Tapi yang satu lagi dimana Wen Hua?"
"Kak Qing Zhu belum sempat mengatakannya, dia muntah darah dan jatuh ke tanah." jawab Wen Hua polos.
Grep.
Telapak Tangan Dewa Angin langsung mengepal begitu mendengar kata "muntah darah."
"Ini semua gara-gara aku..." Wen Hua menunduk dengan air mata yang mengaliri pipinya.
Flashback Pov's End~
"Ah." Wen Hua meringis sakit sendiri setiap mengingat kejadian kelam masa kecilnya. Air matanya lagi-lagi menetes.
Deg.
Tiba-tiba Wen Hua tersadar akan sesuatu. Ia segera menyentuh pipi Zhen Xi untuk memastikan wajahnya.
Ssh panas sekali pipinya.
Semenjak hari itu, aku belum pernah berani berkunjung ke istana Dewa Angin. Walau paman tidak menyalahkanku, aku masih merasa bersalah. Aku bahkan belum pernah melihat wajah remaja anaknya Kak Qing Zhu. Jadi aku tidak bisa memastikannya. sesal Wen Hua.
Tapi jelas-jelas kemampuan Zhen Xi yang tidak biasa itu lebih condong ke elemen angin. Apa itu mungkin? Wen Hua terus memandangi wajah Zhen Xi.
Kalau dilihat-lihat lagi, dia dan Kak Qing Zhu ada persamaan. Tapi... wajah ini lebih mirip dengan...
"Hah!" kagetnya lagi.
Lebih mirip dengan Dewa Angin! Wen Hua melotot sebentar, lalu menggeleng-geleng keras.
Ini pasti hanya kebetulan. Tidak mungkin. Tidak mungkin. batin Wen Hua.
Wen Hua mengambil kembali mangkuk obat yang A Ding berikan padanya tadi, lalu menyuapkannya pada bibir Zhen Xi.
"Zhen Xi... buka mulutmu."
"Zhen Xi, aku akan pergi besok pagi. Kumohon minum obat ini dan cepatlah sembuh." pinta Wen Hua.
Tapi sepertinya tidak ada reaksi apapun dari Zhen Xi. Bibirnya bahkan tidak mau membuka sedikitpun.
"Kak Qing Zhu, kenapa aku terus-terusan dilindungi orang seperti ini." Wen Hua menggeleng dan terisak kembali.
Karena putus asa, Wen Hua mengembalikan mangkuk itu ke atas meja lalu duduk bersila di kasur tipis dibawah kasur utama dengan pandangan kosong.
"Hhh... hhh..."
Wen Hua menoleh panik melihat Zhen Xi yang menggeleng ke kanan ke kiri seperti akan kejang karena demam tinggi.
"Zhen Xi bertahan!" Wen Hua memeluk Zhen Xi sambil menangis karena tak tahu harus berbuat apa lagi. Trauma menjadi penyebab tertangkapnya Qing Zhu itu membuatnya semakin terpukul.
Wen Hua mengambil kembali mangkuk itu dengan tangan bergetar saking paniknya, sendoknya pun sampai terlempar ke lantai.
Ia menyeruput obat itu, lalu menyentuh dan menarik tengkuk Zhen Xi untuk mendekat.
Cup.
Bibir mereka bersentuhan. Cairan obat berwarna ungu bening itu akhirnya dapat tersalurkan dengan sempurna meski dengan cara yang tak biasa.
Wen Hua mempererat pegangannya pada leher Zhen Xi dan menekan bibirnya lebih lagi seakan memaksa Zhen Xi meneguk obat itu.
Glug.
Mata Wen Hua yang semula terpejam itu langsung membuka begitu menyadari reaksi Zhen Xi.
Ia melepas ciumannya, dan meletakkan kembali kepala Zhen Xi pada tempatnya dengan hati-hati.
Wen Hua menyentuh bibirnya sendiri, mengusap sisa obat itu dari sudut bibirnya.
Aku tidak bisa berfikir. Ada apa ini?
Senyuman tipis tiba-tiba menghiasi bibirnya.
Sementara A Ding yang baru saja kembali setelah menyampaikan pesan Wen Hua pada ketua dan asisten ketua keamanan itu terhenti dengan ekspresi beku di depan pintu kamar yang tidak tertutup sepenuhnya itu.
Belum lagi ekspresi cemburu sekaligus shock Xing Wei yang ikut datang hendak membantu A Ding dalam merawat Zhen Xi.
Wajah Wen Hua memanas tanpa alasan, ia segera membalik badan membelakangi Zhen Xi sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan.
Apa yang sudah aku lakukan... ini berhasil, tapi ini... ah!
Wen Hua beranjak dari tempatnya dan berjalan cepat keluar dari kamarnya.
Tep.
Mangkuk obat itu di tekan paksa oleh Wen Hua agar A Ding mau memegangnya.
Eh! A Ding langsung menerimanya dengan wajah siap diperintah.
"Dia sudah mau minum. Tolong lanjutkan. Besok, kalau dia bangun... katakan kalau aku sudah pergi dengan ayah." pesan Wen Hua panjang lebar dengan nada cepat dan tegas seakan menutupi ekspresi aslinya.
"Aku sudah berjanji memberinya dua permintaan. Jadi kalian harus melakukan apapun untuk memenuhi itu, soal uang, katakan saja langsung padaku." pungkas Wen Hua sebelum ia berjalan lebih cepat lagi untuk pergi dari sana.
😎😎😎