NovelToon NovelToon
Gu Xiulan, Harapan Dan Pembalasan

Gu Xiulan, Harapan Dan Pembalasan

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir
Popularitas:6.1k
Nilai: 5
Nama Author: samsuryati

Dulu aku menangis dalam diam—sekarang, mereka yang akan menangis di hadapanku.”

“Mereka menjualku demi bertahan hidup, kini aku kembali untuk membeli harga diri mereka.”

“Gu Xiulan yang lama telah mati. Yang kembali… tidak akan diam lagi.”
Dari lumpur desa hingga langit kekuasaan—aku akan memijak siapa pun yang dulu menginjakku.”

“Satu kehidupan kuhabiskan sebagai alat. Di kehidupan kedua, aku akan jadi pisau.”

“Mereka pikir aku hanya gadis desa. Tapi aku membawa masa depan dalam genggamanku.”

“Mereka membuangku seolah aku sampah. Tapi kini aku datang… dan aku membawa emas.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon samsuryati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

8

beberapa beberapa waktu setelahnya.

Suara gaduh dari dalam rumah masih terdengar hingga ke ujung jalan kecil desa. Beberapa tetangga yang baru pulang dari ladang saling melempar pandang, lalu berbisik-bisik sambil mengintip ke arah rumah keluarga Gu. beberapa orang sudah bisa menebak jika,suara keras itu pasti berasal dari rumah keluarga gu.

tapi jelas orang yang paling menderita di sini adalah Gu xiulan.

Tapi siapa sangka,di tengah suara-suara itu, muncullah Ulan yang mereka pikirkan, datang dari arah jalan desa yang baru keluar dari rumah sakit desa.

 . Bajunya berdebu, rambutnya agak acak-acakan, dan langkahnya sedikit terseok. Saat seorang wanita tua bertanya dengan prihatin, “ulan, dari mana saja kau? Rumahmu sudah seperti mau runtuh karena suara nenek mu yang memarahi Ibumu”

Ulan menarik napas dalam-dalam, lalu menjawab lirih namun cukup terdengar, “Bi..Aku…tpingsan di kaki gunung. Saat cari rumput tadi. setelah cukup istirahat aku berpikir dan langsung pergi ke rumah sakit desa .ini saja aku masih berhutang”

“Pingsan?” tanya wanita lain yang ikut berhenti, “Apa kau sakit parah?”

Wajah Ulan tetap tenang meski jantungnya berdetak sedikit lebih cepat, “tidak bibi,Dokter cuman bilang aku kelaparan. Katanya, tubuhku memang terlalu lemah... Mungkin karena aku belum makan apa pun sejak kemarin sore. Sarapan pun tadi belum.”

Beberapa warga tampak mengangguk mengerti. Mereka tahu, hidup di desa seperti ini tidak mudah, apalagi bagi anak perempuan yang tak pernah mendapatkan porsi makanan yang sama dengan anak laki-laki. Apalagi Ulan, yang sejak kecil selalu menjadi sasaran kekesalan di rumah yang tak ada habisnya.

“pantas saja bisa pingsan, Kamu sebenarnya belum makan sejak kemarin.ckckck , apa nenekmu tidak berpikir pekerjaan dia ladang tidak butuh tenaga, ya…” gumam seseorang penuh iba.

"Hum sapi Desa juga perlu makan apalagi Ulan"

Hem...tega ya keluarga gu itu,bla bla bla...

Ulan tersenyum samar, warga desa sebenarnya tidak memiliki rasa simpati.Mereka adalah orang yang paling bahagia jika ada orang yang menderita seperti ulang

Tapi Ulan membalas, dengan senyuman pahit “Karena itu aku pergi ke dokter. Setidaknya agar aku tidak pingsan lagi di ladang. Tadi pagi semua orang sudah pergi ke ladang, aku juga... tapi aku tidak kuat.”

Dengan tutur kata lembut namun jujur, ia menjadikan kunjungan ke dokter desa sebagai tameng. Tidak ada satu pun yang bisa mencium bahwa di balik itu semua, ada langkah kecil pemberontakan yang diam-diam ia mulai.

. Mereka yang berjalan tak jauh di belakangnya, sengaja memperlambat langkah seolah-olah hanya lewat, padahal mata mereka terus menatap punggung gadis itu dengan semangat ingin tahu.

“Katanya pingsan, tapi masih kuat jalan, siapa yang ingin dia tipu,” bisik seorang ibu paruh baya pada temannya sambil menahan tawa.

“Sst, cepat! Ayok Kita ikuti. Rumah keluarga Gu pasti sudah meledak, sekarang” timpal yang lain sambil mendorong pelan temannya agar tak tertinggal.

Ulan tidak peduli dengan apa yang mereka pikirkan dia dari setiap perjalanan sampai tiba di rumah.

Ketika Ulan memasuki pekarangan rumah, suara dari dalam sudah terdengar jelas: lemparan sendok, bunyi kursi diseret kasar, dan jeritan nenek yang penuh amarah. Para tetangga pura-pura berdiri di balik pagar kayu, beberapa bahkan setengah mengintip dari balik pepohonan, menahan diri agar tidak langsung menempelkan wajah ke jendela.

Barang-barang itu dilemparkan begitu saja dan targetnya tentu saja adalah Ulan.

“PENYEBAB SIAL! PENGECUT! KAU INI SETAN KECIL YANG KERJAANNYA HANYA LARI DARI TANGGUNG JAWAB!"

Ulan langsung menundukkan kepala, tubuhnya tampak gemetar, seolah-olah ketakutan luar biasa sedang merasuk ke dalam dirinya. Tapi sebenarnya, dalam hati, dia tenang.Dia dengan cara oleng menyebutkan alasan pingsan nya.

“TIDAK MASAK! TIDAK CARI RUMPUT! SEKARANG KAU BAWA ALASAN PINGSAN… APA ITU, PINGSAn,,,APA?!” maki nenek lagi dengan suara serak yang dipenuhi ludah, “PINGSAN?! KAU INGIN BUAT KAMI SEMUA MALU DI DEPAN WARGA?!”

Ulan tetap membungkuk dalam, matanya sedikit memerah, tapi bukan karena takut,melainkan karena menahan tawa getir yang hampir naik ke tenggorokan. Di luar pagar, para tetangga sedang menahan napas menunggu drama lanjutan. Bahkan ia bisa merasakan tatapan penuh selera mereka, seperti sedang menonton opera jalanan.

“Maaf, Nek… aku hanya lelah… tadi pagi aku benar-benar tidak kuat berdiri… jadi aku pergi ke dokter,” ucap Ulan lirih, penuh kepura-puraan yang meyakinkan.

"apa, kau pergi ke dokter?"tanya nenek yang perhatiannya mulai teralihkan.Ulan mengakuinya dengan cepat. nenek bertanya bukan karena bersimpati dengan luka yang dia derita tapi lebih yepatnya bersimpati jika ulan menambah hutang lagi.

"pingsan saja perlu ke dokter?kau...kau gadis sialan yang buang uang...!!"

Nenek membentak lagi, tapi Ulan tahu, dia sudah berhasil menarik simpati para penonton di luar pagar. Dia mungkin dimaki, tapi drama ini… justru memberinya waktu.

Ulan tetap membungkuk dalam, matanya sedikit memerah, tapi bukan karena takut,melainkan karena menahan tawa getir yang hampir naik ke tenggorokan. Dia tahu, di luar pagar, para tetangga sedang menahan napas menunggu drama lanjutan. Bahkan ia bisa merasakan tatapan penuh selera mereka, seperti sedang menonton opera jalanan.

“Maaf, Nek… aku hanya lelah… tadi pagi aku benar-benar tidak kuat berdiri… jadi aku pergi ke dokter,” ucap Ulan lirih, penuh kepura-puraan yang meyakinkan.

Nenek membentak lagi, tapi Ulan tahu, dia sudah berhasil menarik simpati para penonton di luar pagar. Dia mungkin dimaki, tapi drama ini… justru memberinya waktu.

cuaca semakin panas..Dan Nenek terus memaki, suaranya seperti cambuk yang mencabik udara.

“Anak tidak tahu diri! Dasar tak tahu balas budi! Dasar perempuan sial! Kalau kau mati saja sekalian, tak akan ada yang kehilangan dua sen!" teriaknya sambil memukulkan gagang sapu ke lantai, menimbulkan bunyi keras yang memekakkan telinga.

Di sisi lain, ibu kandung Ulan hanya berdiri mematung. Tak ada setitik pun simpati di wajahnya, hanya pandangan kosong yang diisi dengan kebencian yang mengakar.

Ayah Ulan, yang baru masuk dan duduk di ambang pintu, mendengus sambil menyela dengan dingin, “Sudah mulai memberontak. Anak itu harusnya dikirim menikah saja, biar tahu rasa.dia tidak tau mahalnya garam dan gula.Dua sen bisa beli berapa telor,uhh tidak berguna...”

Ulan masih berdiri di tengah ruangan, tubuhnya tampak goyah, tapi sorot matanya tetap penuh perhitungan di balik tirai air mata. Dia mulai terisak, menggigit bibir bawahnya dan berkata dengan suara serak yang dibuat selemah mungkin, “nenek, ibu..Aku… aku minta maaf… aku nggak kuat… aku belum makan sejak… kemarin…”

Ucapannya terputus, lalu tubuhnya oleng. Ulan pura-pura kehilangan keseimbangan, jatuh ke lantai dengan suara gedebuk yang meyakinkan. Jerit kecil lolos dari mulut beberapa orang yang melihat.

"Ulan...

"Nyonya Gu tua, kalian tidak punya hati.Tidak makan tapi masih bekerja,apa kalian memaksa Ulan mati??'

"Hei kau wanita gatal yang usil.Urus saja urusan mu sendiri, jangan ikut campur dalam urusan rumah tangga orang lain.Ulan bodoh dengan berhutang , apa kau yang mau membayar hutang itu?"

Semua terdiam.

Barulah kakek, yang selama ini hanya diam dan memejamkan mata di kursi panjang, membuka suara. Ia berdiri pelan, lalu melangkah mendekat dengan tongkatnya.

Melihat Ulan yang tidak bergerak lagi di tanah, kakek Gu langsung memutuskan.

“ anak pertama,Angkat dia ke dalam. Letakkan di kamar Kalian ini semua hanya bisa teriak, doang Apa kalian tidak lihat wajahnya sudah sepucat kertas?” katanya geram, tapi tidak meledak. Sorot matanya tajam pada semua orang di ruangan.

Nenek masih ingin membuka mulut, tapi akhirnya hanya menegakkan dagu dan menghela napas kasar.

“Dia cuma pura-pura, suami! Gadis itu kuat! Jangan tertipu tampangnya saja!” bentak nenek, tapi tak berani melawan perintah langsung.

Namun Ulan, sebelum benar-benar terangkat, sempat bergumam lemah,cukup keras untuk didengar satu rumah, “Kakek Aku… belum makan sejak kemarin…”

Kalimat itu bagaikan palu yang menghantam rasa bersalah di ruangan, walau hanya setipis debu.

Namun bukan belas kasih yang muncul dari ibunya, melainkan amarah yang makin membara.

"pergi ke gunung untuk mencari makanan babi tapi sudah sekarat? Dulu tidak makan seminggu juga nggak mati,i i baru dua hari kau sudah seperti mayat? berpura-pura saja lah...

"Tubuhmu saja yang lemah seperti cacing! Gadis desa mana yang cuma pingsan karena tak makan sehari? Kami semua juga kerja dari pagi! Kenapa bukan kau saja yang mati sekalian? Semua sial ini datang sejak kau lahir!

Suara ibunya menusuk jauh lebih dalam dari makian siapa pun. Tapi Ulan tidak bergeming. Dalam “pingsannya”, dia diam, menyembunyikan senyum tipis yang tak sempat dilihat siapa pun.

Karena untuk pertama kalinya dalam dua kehidupan, dia berhasil memaksa semua orang diam... dengan caranya sendiri.

Nenek masih tak terima. Setelah Ulan dibawa ke dalam kamar, dia tetap bersungut-sungut dengan suara rendah, tapi penuh bisa.

“Perempuan pemalas... dasar bawa sial. Baru juga kerja sedikit sudah tumbang, kenapa tak mati saja waktu lahir dulu…”

Namun sebelum makiannya melebar lagi, suara berat dan tegas kakek memotong tajam dari ruang depan, “Apa kau tidak malu, ha? Orang-orang dengar teriakanmu sampai ke pagar.”

Nenek terdiam sejenak, lalu melirik sekilas ke luar jendela. Beberapa kepala terlihat menyembul dari balik pagar bambu, pura-pura melihat langit atau mencabuti rumput, padahal semua telinga mereka tertuju ke dalam rumah.

Desa kecil ini tak punya hiburan, dan urusan rumah tangga orang lain adalah satu-satunya hal yang menarik.

Kakek melanjutkan, lebih dingin kali ini. “Reputasi kita dipertaruhkan. Kalau mulutmu seenaknya, anak cucumu nanti susah dapat jodoh.”

Makian nenek pun berubah menjadi omelan kecil yang hanya berupa desisan. Tapi wajahnya tetap tak rela. Di dalam hatinya, dia sudah menyimpan dendam baru untuk Ulan.

Lalu, ketika semua sudah mulai beranjak kembali ke aktivitas masing-masing, suara kakek kembali terdengar, menggetarkan ruang tengah.

“Mulai hari ini, tak satu pun boleh menyuruh Ulan bekerja. Sampai dia benar-benar pulih. Saat dia bangun, beri dia makan dulu. Itu perintahku.

Seisi rumah diam.

Tak lama kemudian, terdengar suara seseorang bertanya, mungkin ayah Ulan, atau paman kedua, dengan nada malas, “Kalau begitu… siapa yang masak nanti sore?”

Kakek memutar tubuhnya dan menunjuk ke arah pintu yang masih terbuka ke halaman.

“Di rumah ini masih ada satu gadis. Gu Yueqing.”

Gu Yueqing, yang tadinya hanya berdiri di luar dekat tiang rumah, pura-pura menonton dari jauh, langsung tersentak. Wajahnya memucat, darah seperti surut dari pipinya. Dia tidak menyangka namanya akan disebut.

Langkahnya otomatis mundur setapak.

“Aku... aku…” suaranya pelan dan nyaris tak terdengar. “Aku tidak biasa masak, Kakek…”

Namun kakek hanya memandangnya tajam, tak memberikan ruang untuk alasan.

“Kalau kau menikah nanti, mertuamu tidak hanya minta kau menjahit dan merajut. Kau juga harus bisa masak. Di rumah ini, semua harus belajar"

Tak ada amarah dalam suara kakek, tapi tekanannya lebih menyesakkan dari jeritan nenek.

Gu Yueqing hanya menunduk. Matanya berair, tapi tidak jatuh. Dia tidak bisa menangis—bukan karena tak ingin, tapi karena jika dia menangis sekarang, semua akan berpikir dia manja.

Tangannya mengepal di balik punggung.

Dalam hatinya, dia menyesali kenapa tidak segera kembali ke kamar setelah makan siang tadi. Dia hanya ingin melihat Ulan dimarahi, tapi sekarang justru dia yang mendapat giliran.

Kakek pun melangkah pergi dengan tongkatnya, meninggalkan suasana rumah yang makin berat, meski tak sekeras sebelumnya.

Di pojok dapur, ibu Ulan hanya menghela napas panjang, dan diam. Dia tidak membela siapa-siapa. Tidak peduli pada siapa pun.

Dan dari kamar, Ulan masih terbaring. Tapi sudut bibirnya, yang tersembunyi dari pandangan siapa pun… sedikit terangkat.

Mampus Haha

1
Etty Rohaeti
lanjut
Fauziah Daud
yup betul ulan.. trusemangattt
Fauziah Daud
trusemangattt... lanjut
Fauziah Daud
trusemangattt
Cha Sumuk
sdh bab 3 tp mc cewek nya msh bodoh ms ga phm2 bahwa dirinya lg ngulang waktu, cerita ga jls berbelit Belit kesan nya,
samsuryati: say mc nya, sejak awal hanyalah seorang gadis tanpa pengalaman bahkan tanpa ilmu pengetahuan. tidak seperti kita yang tahu membaca dia hanya tahu desa bahkan belum pernah menikmati kota. meninggal pada tahun 70 sekian, hidupnya memang seperti katak di bawah tempurung.

jadi kelahiran kembali memberikan dia pilihan namun pilihan itu belum serta merta membuat dirinya berubah dari gadis muda yang bodoh menjadi gadis muda yang pintar.
ingatlah di dalam dua kehidupan dia bahkan belum pernah belajar.
Ini bukan tentang transmigrasi gadis pintar era 21 ke zaman 60-an di mana era kelaparan terjadi.
bukan say, cerita ini di buat membuat ulan mampu merubah hidupnya selangkah demi selangkah tidak langsung instan.

salah satunya adalah dia yang tidak pernah belajar sebenarnya bisa membaca tulisan-tulisan yang dipaparkan oleh layar virtual.
ya say, anggap saja itu adalah modal pertama dia untuk berubah.
jadi aku masih perlu kamu untuk mendukung agar perubahannya bisa membuatmu puas
total 1 replies
Fauziah Daud
bagus.. trusemangattt
Fauziah Daud
trusemangattt
Andira Rahmawati
ulan nya terlalu lambat telminya kelamaan..😔
Fauziah Daud
bijak ulang.. trusemangattt
Fauziah Daud
trusemangattt.. lanjut
Dewiendahsetiowati
hadir thor
Fauziah Daud
trusemangattt
Fauziah Daud
lanjuttt
Fauziah Daud
luarbiasa
Fauziah Daud
trusemangattt
Fauziah Daud
hadir thor
Cilel Cilel
luar biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!