Kirana, seorang siswi SMA dengan kemampuan indigo, hidup seperti remaja pada umumnya—suka cokelat panas, benci PR Matematika, dan punya dua sahabat konyol yang selalu ikut terlibat dalam urusannya: Nila si skeptis dan Diriya si penakut akut. Namun hidup Kirana tidak pernah benar-benar normal sejak kecil, karena ia bisa melihat dan berkomunikasi dengan arwah yang tak terlihat oleh orang lain.
Saat sebuah arwah guru musik muncul di ruang seni, meminta bantuan agar suaranya didengar, Kirana terlibat dalam misi pertamanya: membantu roh yang terjebak. Namun kejadian itu hanyalah awal dari segalanya.
Setiap malam, Kirana menerima isyarat gaib. Tangga utara, lorong belakang, hingga ruang bawah tanah menyimpan misteri dan kisah tragis para arwah yang belum tenang. Dengan bantuan sahabat-sahabatnya yang kadang justru menambah kekacauan, Kirana harus menyelesaikan satu demi satu teka-teki, bertemu roh baik dan jahat, bahkan melawan makhluk penjaga batas dunia yang menyeramkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5 Buku Berdarah Di Perpustakaan Tua
Sesampainya di sekolah, mereka pun berbicara sebentar untuk mengetahui apa yang di cari.
"Ayo kita kesana" ujar Kirana
"Tunggu dulu kiran, kamu yakin kan ini bukan hanya teror atau orang iseng?" tanya Kezia
"Gak, jika orang iseng mana mungkin sampai masuk kamar ku, siapa lagi yang bisa menembus selain mereka mereka itu" jawab Kirana
Mereka akhirnya menuju perpustakaan setelah mendengar penjelasan Kirana.
Sampai nya di depan perpustakaan mereka terperangah ",Ini taman Bacaan… atau Gerbang Neraka?" tanya Diriya
"Sudah diam nanti penghuninya marah" ujar Nila.
Perpustakaan sekolah mereka ada dua, yang baru dan yang lama. Yang baru nyaman, wangi, ber-AC, dan penuh dengan anak-anak yang tidur di antara rak karena nyari colokan Wi-Fi.
Sedangkan Yang lama? Tentu lebih cocok dijadikan tempat syuting film horor tanpa perlu properti tambahan.
"Kenapa harus buku berdarah sih? Kenapa nggak buku diskon harga seragam gitu loh?" keluh Diriya sambil menutup hidung. Debu di perpustakaan tua ini memang bisa bikin bersin tiga generasi.
"Karena hantu nggak butuh seragam. Mereka semua pakai dress code putih–abu-abu… literal," jawab Kirana asal sambil tertawa kecil.
Nila diam. Wajahnya serius. "Fokus, kita cari buku yang berdarah. Mulai dari rak bagian belakang."
Mereka menyusuri rak demi rak. Buku-buku berdebu dan sobek, beberapa bahkan tak punya judul lagi. Tiba-tiba…
"Aaaa!!" Diriya menjerit.
Mereka refleks menoleh dan ternyata, dia hanya menginjak cicak yang sudah gepeng.
"Nggak usah jerit kayak liat mantan, Dir," celetuk Kezia
"Ih ini lebih serem dari mantan" jawab Diriya
Setelah setengah jam pencarian, Nila akhirnya menemukan sebuah buku tua berjudul “Catatan Sejarah Tak Tercatat”. Sampulnya lusuh, warnanya hitam kelam, dan di pojok bawahnya ada bercak merah seperti darah kering.
“Ini…?” tanyanya.
“Coba buka ke halaman ke-13,” kata Kirana.
Ia membuka perlahan. Saat halaman ke-13 terbuka, angin tiba-tiba bertiup dari arah yang tidak jelas. Lampu di langit-langit bergetar. Diriya langsung menutup tasnya rapat.
“Kalau ada yang keluar dari buku itu, aku lempar pake sepatu,” ancamnya dengan ekspresi separuh takut, separuh geli.
Namun yang muncul bukan monster.
Melainkan sebuah tulisan… yang perlahan-lahan mulai berdarah.
Tulisan itu seperti diketik dengan tinta, namun berubah merah dan mengalir ke bawah. Kata-katanya berbunyi:
"Dia dikurung di antara huruf. Jika ingin tahu kebenaran, temukan kunci di meja penjaga perpustakaan yang telah lama mati."
Mereka semua menelan ludah bersamaan.
Setelah itu mereka menuju meja yang di sebutkan tadi.
Meja penjaga perpustakaan tua berada di dekat pintu masuk, tertutup lapisan debu setebal moral siswa yang mencontek saat ujian. Di atasnya hanya ada lonceng tua dan buku catatan kehadiran tahun 1990-an.
Namun saat Nila membuka laci, ia menemukan sesuatu yang membuat kami saling pandang.
Sebuah kunci berkarat, dengan gantungan bertuliskan: “Loker Nomor 7”.
Dan loker nomor 7 berada di…
“Ruang bawah tangga?” bisik Kirana.
Tempat paling angker kedua di sekolah setelah kamar mandi lantai dua, tentu saja.
Mereka menyusuri lorong menuju ruang bawah tangga. Lampu redup berkelap-kelip. kirana berjalan paling depan, diikuti Nila, lalu Diriya dan Kezia Tapi saat seekor tikus lewat, Diriya langsung loncat ke punggung Nila.
“Aduh, beban hidup mendadak nambah tiga kilo,” keluh Nila.
“Aku bukan beban, aku… perisai,” bela Diriya sambil nyengir.
Mereka tertawa kecil di tengah ketegangan. Momen kocak itu sedikit menurunkan detak jantung Kirana walau tidak lama.
Sesampainya di ruang bawah tangga, mereka menemukan sederet loker logam berkarat. Nomor 7 ada di pojok, dan terasa dingin meski ruangan itu sumpek.
Dengan tangan gemetar, Kirana memasukkan kunci dan membukanya.
Di dalam… ada sebuah buku harian.
Bersampul merah darah. Harum melati menyengat keluar darinya.
Mereka membacanya bersama-sama dan ternyata, pemiliknya adalah seorang siswi bernama Liana, yang bersekolah di gedung ini pada tahun 1996.
Tulisan tangannya indah tapi penuh rasa takut:
"Aku tahu apa yang kulihat di halaman 13 itu nyata. Bayangan itu menghantui mimpiku, merasuki teman-temanku… Aku mencoba memperingatkan Bu Sari, pustakawan, tapi beliau malah hilang esok harinya. Sejak itu, setiap malam, buku itu berbisik."
"Aku takut aku tidak akan selamat. Jadi aku menyembunyikan buku ini di loker. Jika kamu menemukannya… berhati-hatilah. Jangan membaca nama di halaman terakhir."
Deg.
Tentu saja mereka membaca nama di halaman terakhir.
Dan nama itu adalah:
“Liana Nur Fitriani.”
Tiba-tiba pintu ruang bawah tangga menutup sendiri. Bunyi “Braak!” memantul keras.
Lilin di sudut ruangan menyala sendiri. Suara tawa kecil dingin dan menyeramkan bergema di sekitar Mereka.
“Main… yuk…”
Bukan… bukan Ines kali ini.
Arwah Penjaga Halaman 13
Dari balik bayangan, muncul sesosok perempuan mengenakan seragam SMA model lama, rambut panjang menutupi setengah wajah, dan mulut yang sobek hingga ke pipi.
"Kaalian... tidak seharusnya membaca itu..."
Kirana segera menarik jimat kecil dari kalungnya dan membacakan doa pelindung.
Namun entitas itu malah tertawa.
“Jimat tidak berlaku jika kalian membaca nama di halaman terakhir… sekarang… kalian ikut aku.”
Semua lampu padam. Mereka terperangkap.
Dalam keadaan terpojok, Diriya mendadak berbisik, “Oke, ini gila, tapi dengerin aku... aku bawa semprotan pewangi toilet.”
Mereka menatapnya.
“Apa maksudmu?!” tanya Kezia
“Ini pewangi aroma jeruk. Setan mana suka jeruk?” jawab Diriya
“Diriya, kamu pikir ini vampir?” Nila hampir marah.
Namun saat makhluk itu mulai mendekat, Diriya nekad menyemprotkan pewangi ke arah wajahnya.
Ajaibnya… makhluk itu benar-benar berhenti sejenak, lalu memekik marah.
“Itu… mengganggu!!!” teriak marh mahluk itu
Mereka langsung kabur dari ruangan sambil setengah tertawa, setengah panik.
Keesokan harinya, Kirana kembali ke ruang kepala sekolah. Buku berdarah itu di serahkan padanya, lengkap dengan catatan tentang kejadian kemarin.
Pak Hadi, kepala sekolah yang kalem dan bijak, hanya mengangguk tenang.
“Perpustakaan tua itu memang punya sejarah panjang. Buku itu... akan kami segel.” jawab pak Hadi
Kirana mengangguk. Namun sebelum pergi, Kirana bertanya satu hal.
“Pak… siapa sebenarnya Liana?” tanya Kirana
Pak Hadi menatap Kirana, lalu membuka laci mejanya.
Ia menunjukkan foto kelulusan tahun 1996. Di barisan tengah, ada seorang gadis berjilbab manis… bernama Liana Nur Fitriani.
“Dia pustakawan muda yang dibunuh… oleh temannya sendiri. Mayatnya tidak pernah ditemukan. Tapi arwahnya dipercaya masih menjaga halaman 13 agar tidak digunakan untuk memanggil sesuatu yang lebih jahat.”
Kirana menatap foto itu lama.
Liana bukan korban.
Dia penjaga.
Malamnya saat Kirana masuk ke kamarnya dengan kepala penuh pikiran.
Di meja, ada selembar kertas lain.
"Tugasmu belum selesai, Kirana. Di ruang musik, piano itu tidak lagi bersuara... karena seseorang sedang duduk di dalamnya."
Kirana menutup jurnalnya perlahan.
Kasus kelima: Piano Sunyi di Ruang Musik.
"Petualangan ku masih panjang dan aku … belum boleh mundur"
Bersambung
semangat Thor berkarya itu tidak mudah salam sehat selalu ya Thor 💪👍❤️🙂🙏
lanjutkan Thor semangat 💪 salam sehat selalu 👍❤️🙂🙏