BERAWAL DARI SALAH KIRIM NOMOR, BERAKHIR DI PELAMINAN?!
Demi tes kesetiaan pacar sahabatnya, Dara (22) nekat kirim foto seksi sambil ngajak "kawin". Sayangnya, nomor yang dia goda itu BUKAN nomor pacar sahabatnya, tapi Antonio (32), Oom-nya Acha yang dingin, mapan, tapi... diam-diam sudah lama suka sama Dara!
Dara kabur ke pelosok desa, tapi Nio justru mengejar. Dara mencoba membatalkan, tapi Nio justru malah semakin serius.
Mampukah Dara menolak Om-om yang terlalu tampan, terlalu dewasa, dan terlalu bucin karena salah chat darinya ini?
Novel komedi tentang cinta yang beda usia 10 tahun. Yuk, gas dibaca. Biar tahu keseruan hidup Dara-Nio yang serba gedabak-gedebuk ini 🤭
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ame_Rain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12. Acara Pertunangan
Setelah sibuk wara-wiri kesana-kesini mengurus banyak hal, akhirnya hari pertunangan Dara dan Nio tiba juga. Dara masih merasa tak percaya, pada akhirnya dia benar-benar akan menikah. Tapi, yah... bagaimana lagi. Semua orang terlanjur tahu. Kedua keluarga pun mendukung penuh. Akhirnya Dara terpaksa menerima takdirnya ini.
MUA yang Nio sewa telah tiba sejak beberapa menit yang lalu. Sekarang, Dara sedang di dandani.
Acha yang sudah tiba sedari tadi tersenyum geli melihat sahabatnya. Pasalnya Dara ini sebenarnya paling anti pakai make up tebal-tebal. Dia hanya berdandan seadanya, yang penting wajahnya tidak belang katanya. Dan memang, Dara tetap cantik meski begitu. Tapi sekarang, orang yang selalu menolak dandan itu kini sedang didandani bak boneka Barbie.
"Sumpah deh Dar, lo cantik banget loh ternyata kalau didandani begini." puji Acha.
Dara yang mendengar itu memutar matanya. Dia mendengus.
"Cantik apaan, muka gue putih semua begini. Alis gue juga ngilang. Udah cocok jadi tuyul gue sekarang."
Semua yang ada di kamar itu tertawa.
Lagian Acha aneh-aneh saja. Dara baru dipakaikan foundation, tapi gadis itu memujinya cantik. Jelas Dara tak percaya.
"Mbak, tenang aja. Kan ini baru permulaan. Pokoknya nanti Mbak bakalan saya buat cantik, deh. Biar calon suami Mbak makin klepek-klepek pas lihat Mbak nanti." kata sang MUA.
Dara tidak mengiyakan, tidak juga menolak. Dia pasrah saja.
Setelah selesai didandani, sang MUA meminta Dara memakai pakaiannya terlebih dahulu sebelum nanti menata rambutnya. Gadis itupun menurut, mengikuti arahannya dengan dibantu oleh Acha.
"Dar, kok kayaknya bajunya sempit, ya?"
Dara menoleh dengan syok. Seminggu yang lalu bajunya ini masih pas, kok!
"Yang bener lo, Cha. Masa seminggu doang badan gue langsung melar, sih?" tanyanya tak percaya.
"Beneran! Resletingnya susah dinaikin, nih." jawab Acha sambil berusaha menaikkan resleting baju Dara lagi.
Dara menarik napas, mencoba membuat tubuhnya agak langsing.
"Coba tarik lagi, Cha!" pinta Dara.
Acha mencoba menarik resleting baju Dara kembali. Kali ini, syukurnya berhasil.
"Lo enggak lagi ngisi kan, Dar?" tanya Dara tiba-tiba.
Ucapan yang cukup untuk membuat semua orang yang ada di sana langsung syok. Sontak semua orang pun menatap pada Dara dan perutnya.
"Ngadi-ngadi, lo. Ditoel aja kagak pernah, boro-boro ngisi. Kalau ngisi seblak, mungkin iya!" kata Dara dengan sewot.
Acha tahu bagaimana hubungan Dara dan Nio selama ini. Jadi bagaimana bisa dia tiba-tiba nyeletuk seperti itu? Membuat skandal saja!
Tapi Acha malah ngikik.
"Yah, mana tahu gitu kan. Soalnya badan lo kayak mekar gini. Kayak orang lagi ngisi!"
"Sekali lagi lo nyebut gue ngisi, bakal gue suruh Oom lo motong uang jajan lo," ancam Dara.
Acha langsung menutup mulutnya.
"Ampun, Aunty. Enggak lagi-lagi, deh." jawabnya.
Tapi, kok Dara rasanya agak kesal jika membayangkan hubungan mereka sebentar lagi jadi bibi dan keponakan, ya? Dia jadi berasa tua, gitu.
Acara pertunangan akan dilaksanakan sehabis Isya, sesuai dengan kebiasaan di keluarga Dara. Untuk pertunangan yang dilaksanakan di rumah Dara ini, Dara meminta agar acaranya dilaksanakan secara intimate saja, yang hanya dihadiri oleh keluarga dan teman dekat. Nio menyanggupi. Yang penting Dara senang dan tidak ngotot minta pertunangan ini dibatalkan.
"Eh, btw, kok Om gue mau-mau aja lamarannya serba pink begini? Baju batik dia juga pink-pink, loh?"
Dara yang kini sedang ditata rambutnya itu hanya mengangkat satu alis mendengar itu.
"Dia suruh gue pilih mau tema apa, terus gue pilih warna pink. Dan dia enggak komen apa-apa, tuh?"
"Wah," Acha berbertepuk tangan dengan kagum, "Kayaknya Oom gue beneran bucin sama lo, deh."
Dara memikirkan ucapan Acha. Oh, iya. Acha memang pernah mengatakan ini sebelumnya. Dan dia sebenarnya ingin tanya langsung pada Nio, tapi---
Dia malah lupa.
Mungkin suatu saat Dara akan punya kesempatan untuk bertanya, dan dia pasti akan tanyakan itu pada Nio.
Bunyi mesin mobil terdengar jelas. Acha bergerak menuju jendela, mengintip ke luar untuk mengecek.
"Dar, keluarga besar gue udah dateng, tuh!" katanya.
Mendengar itu, Dara ikut mengintip. Beberapa mobil mewah terparkir di halaman rumahnya, juga halaman rumah tetangga. Enggak muat, soalnya. Dara juga tidak menyangka bahwa pertunangan intimate yang dia minta ternyata tetap menghadirkan banyak orang.
"Keluarga lo banyak, ya?"
Acha mengangguk.
"Ini sih belum semuanya. Nanti pas acara pernikahan kalian, pasti lebih rame lagi." jawab Acha.
Dara kembali mengintip. Disana, keluarga mereka sudah keluar dari dalam mobil. Semuanya terlihat anggun bak keluarga keraton. Dara jadi menelan ludah. Bagaimana dia yang slebor ini bisa masuk ke keluarga mereka, ya?
'Kok berasa yang apes malah si Oom, ya? Karena berjodoh sama cewek kek gue.' batinnya.
Acara pertunangan dimulai tak lama setelahnya. Saat Dara datang ke ruangan itu, mata Nio tak pernah lepas darinya. Meski tak ada satu patah katapun yang terdengar, Dara rasanya bisa mendengar pujian-pujian tak terkatakan dari calon suaminya itu.
Karena tatapan Nio padanya... jelas tatapan pria yang memuji kekasihnya.
Bima berdiri tegak. Dia membetulkan letak kacamatanya sejenak, lalu membuka dokumen di tabletnya dengan rapi. Suaranya bergema formal di seluruh ruang tamu yang seketika hening.
"Mohon izin, saya akan membacakan rincian hantaran dari Bapak Antonio Wijaya untuk Nona Adara Putri Sasmiko sebagai tanda keseriusan beliau," katanya.
Dara melirik pada kotak-kotak hantaran itu. Semuanya ditutup kain, tidak kelihatan. Tapi Dara memang tidak menuntut ini-itu, dia menyerahkan saja semuanya pada Nio. Karena dia sudah malas mengurus itu. Apalagi, dengar-dengar Nio sudah menyiapkan semuanya, dan itu semua harganya mahal.
Bima kembali melanjutkan ucapannya.
"Isi hantaran dari beliau, yang pertama ada satu set perhiasan "The Radiant Bride", berisi satu set berlian yang terdiri dari kalung, anting, dan gelang dengan total karat yang... cukup untuk membuat siapa pun yang memakainya bersinar bahkan di kegelapan. Pak Bos berpesan, mohon perhiasan ini nantinya dipakai, jangan cuma disimpan saja."
Dara menatap Nio, dan pria itu tersenyum dengan bangga ke arahnya. Karena mendengar kata 'berlian', jelas sudah cukup untuk membuat keluarga Dara langsung heboh.
"Yang kedua ada emas batangan seberat 500 gram, sebagai simbol kasih sayang yang nilainya tidak akan tergerus inflasi."
Keluarga Dara semakin syok.
Jelas, siapa yang tidak akan kaget jika mendengar mendapat hantaran emas logam mulia sebesar itu? Bahkan Dara sendiri pun ikutan syok.
"Dar, itu emas kalau dipake ngegebok orang, bakal pingsan kayaknya." bisik Acha.
Dara melirik sahabatnya.
"Lo kira itu bola kasti?" bisik Dara balik. Acha pun jadi terkikik.
Bima tetap melanjutkan membaca daftar barang hantaran yang Nio bawa.
"Yang ketiga ada Complexion dan Skincare Set, satu paket lengkap perawatan wajah dari brand mewah asal Prancis. Agar Nona Dara tetap glowing meski sedang pusing mengurus skripsi." ujar Bima tetap dengan gaya bicaranya yang sudah cocok jadi MC. Serba bisa memang asistennya Nio ini.
"Yang terakhir ada aksesori dan perlengkapan fashion, berisi Sepatu dan tas dari rumah mode Italia yang desainnya dipilih langsung oleh Bapak Antonio. Beliau sempat bingung memilih warna selama tiga jam, jadi akhirnya ketiganya dia pilih. Mohon diterima dengan lapang dada."
Semua yang ada disana sampai tidak bisa berkomentar mendengar barang hantaran yang Nio bawa. Dia benar-benar meratukan Dara!
Bahkan, Bima yang membaca daftar barang hantaran itu sampai ikutan meneteskan air mata. Ngenes.
'Aku yang bacain, aku yang sakit hati liat nominalnya.'
Selesai dengan pembacaan daftar barang bawaan, kini tiba saatnya mereka saling bertukar cincin. Tangan Dara bergetar saat dia memasukkan cincin itu ke jari manis Nio. Nio tersenyum, terharu melihat calon istrinya yang tampak gugup begitu saat akan menyentuh tangannya. Padahal---
Dara sebenarnya sedang menahan mules kepingin boker sedari tadi.
'Bangsat, apa gue kebanyakan makan seblak ya kemaren? Daritadi perut gue sakit mulu. Ini malah makin sakit pula!' batinnya.
Papanya Nio menatap putranya dengan bangga. Akhirnya setelah 32 tahun, putranya laku juga. Dia kemudian menatap sang calon besan---Papanya Dara yang kini terlihat meneteskan air mata.
"Saya mengerti, Bapak pasti sedang terharu melihat putri Bapak akan menikah. Bapak juga pasti merasa tidak rela melepasnya untuk pria lain. Tapi percayalah, kami akan pastikan hidup putri Bapak bahagia nantinya." kata Papanya Nio dengan bijaksana.
Dia tersenyum, mencoba menenangkan calon besannya.
Papanya Dara kemudian menatapnya.
"Ah, kalau itu sih saya enggak khawatir, Pak. Saya cuma enggak nyangka saja anak saya bisa menggaet konglomerat." jawab Papanya Dara.
Senyum di wajah Papanya Nio luntur, tak menyangka dengan jawaban sang calon besan.
Sementara itu, di tengah ruangan yang lainnya sedang mulai merembugkan tanggal pernikahan. Mereka memilih-milih tanggal cantik untuk hari besar itu.
"Menurut saya, tidak perlu menunggu lama. Bagaimana kalau minggu depan saja?" usul Nio.
Mata Dara melotot sepenuhnya.
"MINGGU DEPAN?!?!?!"
***
Siap-siap kondangan gaesss!
😆😆😆
Bagusnya mereka nikah adat apa, ya? Hahaha
Meski mereka ngangenin (PD banget authornya, hahaha), tunggu lanjutannya besok, ya!
See you tomorrow~
btw, Dar kuatin punggung lu aja ya, pria umur segitu masih ke itung muda. 🤣
ga semua sih cuma seuprit laki laki