Tiga Tahun berumah tangga, Amanda merasa bahwa pernikahannya benar-benar bahagia, tapi semua berubah saat ia bertemu Yuni, sahabat lamanya.
Pertemuan dengan Yuni, membawa Amanda pergi ke rumah tempat Yuni tinggal, dimana dia bisa melihat foto pernikahan Yuni yang bersama dengan pria yang Amanda panggil suami.
Ternyata Yuni sudah menikah lima tahun dengan suaminya, hancur, Amanda menyadari bahwa dia ternyata adalah madu dari sahabatnya sendiri, apakah yang akan Amanda lakukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua Belas
Siang harinya, setelah rapat Azka selesai, pasangan itu langsung bersiap untuk pulang. Amanda menutup koper kecilnya sementara Azka memesan mobil menuju bandara.
Sepanjang perjalanan, suasana di antara mereka terasa datar. Tidak ada perdebatan, tapi juga tak ada kehangatan seperti biasanya. Sesekali Azka menggenggam tangan Amanda, mencoba mencairkan suasana, namun genggaman itu terasa dingin, bukan karena cuaca, melainkan karena jarak di hati mereka yang mulai terbentuk.
"Sayang, kamu kenapa diam aja?" tanya Azka akhirnya.
"Aku capek, Mas," jawab Amanda.
"Kalau begitu, tidurlah!" ujar Azka. Amanda lalu memejamkan matanya, dan menyandarkan kepalanya di jok mobil.
Setibanya di bandara, Azka tetap memperlakukan Amanda dengan perhatian. Ia memastikan semua tiket dan bagasi beres, bahkan menuntun istrinya melewati pintu keberangkatan. Tapi di mata Amanda, semua itu hanya terlihat seperti formalitas seorang suami yang berusaha menutupi sesuatu.
Perjalanan mereka terasa panjang, meski hanya dua jam penerbangan. Amanda memandangi awan di luar jendela, sementara di sampingnya, Azka memejamkan mata seolah tertidur. Dalam hati, Amanda bertanya-tanya, apa yang sebenarnya Azka takutkan dari kejujuran?
**
Setelah pesawat mendarat, Azka tak langsung pulang ke rumah.
“Aku lapar, Sayang. Kita makan dulu, ya,” ujar Azka tersenyum seperti tak terjadi apa-apa.
Amanda menatap jam di tangannya, sudah lewat pukul enam sore. Ia sempat ingin menolak, tapi akhirnya mengangguk juga.
Mereka berhenti di sebuah restoran mewah di pusat kota. Lampu gantung berkilau indah, musik lembut mengalun dari pengeras suara, dan pelayan menyambut mereka dengan ramah. Dari luar, mereka tampak seperti pasangan sempurna, suami tampan, istri cantik, berpakaian rapi dan serasi. Tak ada yang tahu, di balik senyum Amanda ada badai kecil yang menunggu waktu untuk pecah.
“Coba menu steak ini, Sayang. Katanya enak banget,” ucap Azka sambil menunjuk daftar menu.
Amanda hanya mengangguk, pura-pura memperhatikan, padahal pikirannya ke mana-mana.
“Mas, nanti malam jadi ke dokter?” tanyanya pelan.
“Jadi dong,” jawab Azka cepat. “Aku udah janji sama temanku. Dia udah siapin waktu buat kita jam tujuh nanti.”
“Teman Mas yang dokter kandungan itu, ya?”
“Iya. Tenang aja, dia yang paling aku percaya.”
Amanda tersenyum kaku. Dalam hatinya, ia justru semakin curiga. "Kenapa Mas Azka tak mengizinkan aku pergi berobat ke dokter kandungan lain?" tanyanya dalam hati.
**
Setelah makan malam, mereka langsung menuju klinik yang dimaksud. Lokasinya cukup tenang dan terlihat eksklusif. Di depan pintu, papan nama dokter itu tertera jelas, dr. Rania Putri, SpOG.
Azka menggandeng tangan Amanda masuk ke ruang tunggu. Beberapa menit kemudian, mereka dipanggil masuk ke ruang pemeriksaan.
dr. Rania menyambut dengan senyum hangat. “Halo, Amanda. Akhirnya bisa ketemu lagi," ucapnya ramah.
Amanda membalas senyum itu, meski dalam hatinya masih bertanya-tanya, rahasia apa yang dokter dan suaminya simpan. Dia yakin ada sesuatu yang di sembunyikan darinya.
Pemeriksaan berjalan lancar. Dokter Rania tampak profesional, menanyakan beberapa hal, lalu melakukan USG singkat.
“Rahim kamu sehat, Aman. Nggak ada masalah berarti,” ujar dokter itu setelah beberapa menit. “Kalau kamu belum juga hamil, mungkin belum waktunya saja. Tuhan pasti punya rencana lain."
Amanda mengangguk, tapi Azka langsung memotong, “Iya, Dok. Tapi sebagai seorang wanita tetap saja ada kekuatiran setelah tiga tahun menikah, tapi belum juga hamil."
Senyum dokter Rania sempat menipis sebelum akhirnya kembali seperti semula. “Yakinlah Amanda, suatu hari nanti kamu pasti akan memiliki keturunan."
Selesai pemeriksaan, Amanda pamit ke kamar mandi yang berada tak jauh dari ruang dokter. Ia ingin sedikit menenangkan diri, mencuci muka, dan menata pikirannya. Saat hendak kembali, langkahnya terhenti di depan pintu yang sedikit terbuka.
Dari dalam, terdengar suara Azka berbicara dengan dokter Rania. Suaranya rendah, tapi cukup jelas bagi Amanda yang berdiri di luar.
“Terima kasih, Ran. Aku tak tau bagaimana menjawabnya jika dia pergi ke dokter kandungan lain."
“Azka, seharusnya kamu jujur dengan Amanda. Kasihan istrimu itu. Dia merasa dirinya mandul karena tak kunjung hamil juga."
"Bukankah tiga bulan lagi bisa di cabut pemakaian IUD nya. Sekarang aku sudah siap memiliki anak darinya."
"Apa alasan kamu baru siap sekarang, padahal biasanya orang pengin cepat memiliki keturunan?" tanya dokter Rania.
“Aku tak tega jika nanti dia melahirkan. Dia pasti akan merasakan sakit," jawab Azka.
Amanda yang mendengar obrolan antara suami dan dokter terasa membeku. Napasnya tercekat. Dunia di sekitarnya mendadak hening, seolah semua suara lenyap ditelan bumi.
Tangannya gemetar saat menutup mulutnya agar tak bersuara. Hatinya seperti diremas keras-keras.
"Jadi selama ini diam-diam di rahimku di pasang IUD, pantas aku belum juga hamil."
Dua bulan setelah menikah, sebenarnya Amanda pernah hamil. Namun, tak berselang lama, dia mengalami keguguran. Satu minggu setelah di kuret, dia di ajak ke dokter Rania, dengan alasan untuk pemeriksaan.
Setelah berbaring di ranjang, dia di suntik. Setelah itu dia tak ingat apa-apa. Pasti didinya di bius agar terlelap dan tak sadar saat di pasang.
Suara dokter Rania kembali terdengar, pelan tapi menyakitkan. "Kamu tau, Azka. Aku ini mempertaruhkan jabatanku demi menolong kamu!" serunya
“Maaf, aku tak tau harus minta tolong dengan dokter siapa lagi selain kamu."
"Beruntung tak ada keluhan dari istrimu sejak pemasangannya," ucap dokter Rania.
"Aku selalu bertanya, apakah dia merasa sakit di rahim dan jawabannya tak ada keluhan apa pun."
"Syukurlah. Tiga bulan lagi saat pelepasan IUD itu, kamu beri alasan apa lagi?" tanya dokter Rania.
"Aku akan ajak dia ke sini dengan alasan pemeriksaan kandungannya saja," ucap Azka.
Air mata Amanda jatuh begitu saja tanpa bisa ditahan. Dia tak bisa mendengar apa lagi yang suaminya dan dokter itu bicarakan.
Ia berbalik, berjalan perlahan ke arah lift dengan langkah yang berat. Tak ingin lagi mendengar kelanjutan percakapan itu.
Di matanya, cinta dan kepercayaan yang selama ini ia pertahankan hancur menjadi kepingan kecil. Dan di lubuk hatinya, hanya tersisa satu kata yang berulang kali terucap tanpa suara, "Kenapa, Mas? Kenapa kamu tega melakukan ini padaku. Padahal selama ini aku merasa diriku memiliki kekurangan. Walaupun bagimu ini demi kebaikanku, seharusnya kamu minta izinku dulu, tapi tak selamanya aku keguguran'kan?"
**
Selamat Siang. Sambil menunggu novel ini update bisa mampir ke novel teman mama di bawah ini. Terima kasih.
lanjut thor 🙏