Azmi Khoerunnisa, terpaksa menggantikan kakak sepupunya yang kabur untuk menikah dengan bujang lapuk, Atharrazka Abdilah. Dosen ganteng yang terkenal killer diseantero kampus.
Akankah Azmi bisa bertahan dengan pernikahan yang tak diinginkannya???
Bagaimana cerita mereka selanjutnya ditengah sifat mereka yang berbanding terbalik???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saidah_noor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Azthar # Pasal dalam perkawinan.
"Azmiiii!" suara Athar menggema di ruang tamu.
Ia melangkah mencari istrinya setelah menutup dan mengunci pintunya, ia berjalan menuju tangga dan menaikinya sesegera mungkin.
Ya, dia marah. Bagaimana tidak, ia merasa dipermalukan oleh Azmi di supermarket langganannya. Tak hanya itu tetangganya yang melihatnya itu pasti menertawainya, lantas bagaimana jika mereka bertemu lagi nanti. Itu akan sangat memalukan, bukan.
Brak
Suara pintu dibuka paksa.
"Azmi!" panggil Athar berteriak.
"Apa!" sahut Azmi dari dalam kamar mandi dan terdengar suara air kran yang berhenti mengalir.
Klek
Pintu kamar mandi terbuka, memunculkan Azmi yang memegang perutnya yang masih mules.
"Jangan teriak, napa. Ini rumah bukan hutan dan mas juga bukan tarzan," ujar Azmi menggerutu, mana perutnya sakit lagi dan emosinya sedang meletup-letup.
Harap maklum dia lagi datang bulan. Ia lupa membawa pembalut di rumahnya, sekarang hanya Athar yang bisa ia suruh. Kalau di rumah sudah pasti ibu atau kakaknya, wajar, kan kalau seorang istri meminta tolong pada suaminya. Namun masalahnya, suaminya adalah dosennya.
"Kenapa kamu gak bilang kalau roti paha itu pembalut?" tanya Athar yang membuat Azmi menelan ludahnya sendiri.
"Kalau mas tahu, nanti gak dibeliin," jawabnya sembari memainkan kukunya.
"Kamu gak tahu, betapa malunya aku di supermarket tadi. Mana ada tetangga lagi, pasti aku diketawain," Athar duduk ditepi ranjang, untul kali pertama seumur hidup baru kali ini ia memebeli barang keperluan wanita.
"Maaf, Mas. Aku gak tahu kalau akan jadi begini," ucap Azmi merendahkan suaranya, kepalanya menunduk kala Athar menatapnya tajam.
Athar memberikan belanjaannya pada Azmi tanpa menatapnya, bibirnya yang masih cemberut dan dadanya yang kembang kempis membuat Azmi ragu untuk mengambilnya.
Tangannya hendak meraih bingkisan yang berisi barang yang Azmi butuhkan sekarang, tapi hampir saja ia gapai Athar menariknya kembali. Azmi termangu, jantungnya berdebar bak sedang menunggu sesajen di hutan rimba.
"Undang-undang no 1 tahun 1974, tentang perkawinan mengamanatkan pada pasangan suami istri untuk saling setia dan jujur." tutur pak dosen hukum.
"kamu paham, kan? Kalau kamu gak jujur bisa merugikan aku sebagai suami kamu," tambah Athar melirik Azmi dengan datar, jelas ia merasa ditipu.
Azmi mengangguk pelan, "Iya."
Athar memberikan belanjaanya dan Azmi mengambilnya segera, kemudian ia ke kamar mandi lagi untuk memasang popoknya. Tak lama suara air terdengar bergemericik, setelah Azmi masuk ke ruang lembab tersebut.
Bapak dosen itu merebahkan badannya, melepaskan penat dan juga melupakan rasa malunya tentang kejadian tadi. Ia menggeser badannya dan mengambil buku yang ia baca dan kembali melanjutkan kegiatan membacanya.
Sedangkan didalam kamar mandi Azmi menggerutu, ia juga kesal dimarahi bapak dosennya barusan. Bibirnya bergerak komat-kamit, mengumpati suaminya. Ia juga bingung mau meminta tolong pada siapa dan jujur ia juga tak sempat berani, meminta tolong pada suaminya untuk membelikan alat penting datang bulannya.
....
Keesokan harinya ...
Pagi-pagi Athar sudah menyiapkan sarapan untuk mereka, pagi-pagi juga Azmi sudah segar dengan pakaian rapinya hendak pergi ke kampus. Dua manusia beda usia tersebut melakukan kegiatan masing-masing, tak ada yang bicara tak ada pula yang memulai percakapan.
Mereka kompak diam dan fokus pada piring yang ada didepan mereka. Namun setelah selesai dan piring mereka sudah sama-sama bersih, athar memulai percakapan.
"Mulai besok kamu harus belajar memasak dan mengerjakan tugas rumah, aku tak ingin kamu jadi kebiasaan dan tak bisa melakukan apapun. Hanya bisa menungguku pulang saja," ucap Athar, lalu menautkan jemarinya.
"Itulah kenapa aku tak mau menikah muda, seorang istri selalu dituntut beberes, inilah, itulah, apalagi setelah punya anak. Patriarki banget!" ketus Azmi, jujur dia tidak bisa melakukan pekerjaan rumah termasuk memasak paling bisa, ya masak mie instan.
"Bukan begitu, besok aku pergi dinas beberapa hari. Jadi kamu harus bisa melakukan urusan rumah sendiri." Athar menghela nafasnya, menjeda kalimat yang akan keluar lagi.
"Jangan makan mie instan! Kamu harus bisa memasak sayur dan masakan lainnya, setidaknya biar kamu sehat. Satu hal lagi aku berangkat sore, jadi malam ini kamu akan sendirian. Jangan lupa kunci pintunya, walau pun daerah ini aman kita harus tetap waspada," sambung bapak dosen memberikan intruksi pada istrinya.
"Iya, tahu," sahut Azmi segera.
"Boro mau makan mi instan, bentuknya aja dirumah ini kagak ada," batin Azmi yang kemudian tersenyum senang, beberapa hari ini ia akan bebas tanpa tugas, juga tak melihat bapak dosennya juga.
Hehehe ...
Ia sudah membayangkan apa saja yang akan ia lakukan selama suaminya tak ada dirumah, terlebih pak Athar sudah memberinya uang bulanan yang menurutnya cukup untuk keperluan sehari-harinya.
Athar berdiri dari tempat duduknya, ia menumpuk piring kotor dan menyodorkannya tepat dihadapan Azmi. Gadis itu diam dan melirik suaminya, ketika puring kotor itu sudah berada dihadapannya.
"Apa ini?" tanya Azmi.
"Cuci sekarang, aku mau mandi." Athar langsung melengos pergi meninggalkan Azmi yang masih diam dimeja makan.
Azmi melihat beberapa piring kotor, lalu ia melihat kedua tangannya yang sudah ia sapu dengan hand body lotion. Sangat sayang tangannya yang putih mulus itu disuruh mencuci piring, ia pun melirik pak Athar yang sudah naik ke lantai atas.
Pikiran bandelnya mulai menonjol dalam otaknya, siapa juga yang mau jadi babu dirumah suami. Dari pada dikerjakan, ya mending kabur saja, dia juga gak ada niat nikah sama pak dosen. Hasutan setan itu berhasil membujuknya sebagai istri yang sholehah.
"Kabur aja lah," gumamnya.
Dengan jalan perlahan ia mendekati pintu, namun tinggal beberapa langkah lagi ...
"Azmi, kamu sudah mencucinya? Kok cepet banget" suara pak Athar dari lantai atas terdengar, melihatnya yang sudah hampir sampai pintu.
"Sialan," umpat Azmi lalu membalikkan badannya.
"Suami ku terhormat, istri itu bukan babu. Kuharap engkau tidak marah, wassalamu'alaikum!" ujar Azmi yang secepatnya pergi.
Brak pintu ditutup dengan paksa.
Athar menganga melihat kelakuan istrinya, ia tak menduga Azmi akan melalaikan kewajibannya.
"Azmiiiii! kembaliiiii!"
Suara lelaki itu menggema sampai Azmi yang sudah berada diluar bisa mendengarnya.
.....
Saat baru sampai dikampus, Azmi tersenyum puas karena bisa kabur dari suruhan suaminya. Ia merasa sudah menang karena bisa membungkam suaminya tersebut, namun siapa sangka sikap pak dosen tak pernah terduga.
Ting
Notifikasi pesan yang masuk kedalam ponsel milik Azmi, gadis itu merogoh tas ranselnya. Ternyata chat tersebut dari suaminya yang bekerja jadi dosen hukum, ia melangkah sambil membacanya, ludahnya ia telan walau terasa pahit dan langkahnya mendadak berhenti.
Bukan pesan sayang atau chat romantis, percayalah kalau kalian nikah sama dosen yang tahu soal hukum pasti akan seperti ini.
"Pasal 34 ayat (2) undang-undang no.1 tahun 1974 tentang perkawinan. Menyatakan bahwa, istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya."
Ting
Pesan kembali muncul.
"Sedangkan ayat (3) menyatakan, jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-masing, maka dapat mengajukan gugatan ke pengadilan."
Badan Azmi luruh seketika, membaca pesan yang dikirim dari suaminya.
"Enggaaaaaaaakkkkk ...."