NovelToon NovelToon
Hadiah Penantian

Hadiah Penantian

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Dokter
Popularitas:347
Nilai: 5
Nama Author: Chocoday

Riyani Seraphina, gadis yang baru saja menginjak 24 tahun. Tinggal di kampung menjadikan usia sebagai patokan seorang gadis untuk menikah.

Sama halnya dengan Riyani, gadis itu berulang kali mendapat pertanyaan hingga menjadi sebuah beban di dalam pikirannya.

Di tengah penantiannya, semesta menghadirkan sosok laki-laki yang merubah pandangannya tentang cinta setelah mendapat perlakuan yang tidak adil dari cinta di masa lalunya.

"Mana ada laki-laki yang menyukai gadis gendut dan jelek kayak kamu!" pungkas seseorang di hadapan banyak orang.

Akankah kisah romansanya berjalan dengan baik?
Akankah penantiannya selama ini berbuah hasil?

Simak kisahnya di cerita ini yaa!!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chocoday, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Merasa Terganggu Privasi

Aku melirik nama kontak yang tertera lalu terkekeh sembari menempelkannya ke telinga.

"Barusan gak liat nama kontaknya,"

"Ya ampun!! Udah sampe?"

"Udah, baru aja sampe rumah,"

"Oh syukurlah kalau gitu,"

"Iya,"

"Ri—"

"Neng!!!" panggilan dari mamah membuatku langsung meninggalkan ponsel lalu menghampiri wanita paruh baya itu di ruang tengah.

"Kenapa mah?"

"Udah makan?"

Aku mengangguk mengiyakan, "tadi di jalan sama bapak."

"Ya udah kalau gitu. Masuk lagi aja, istirahat," ucap mamah membuatku mengangguk mengiyakan.

Aku kembali masuk ke kamar.

"Loh belum dimatiin?"

"Belum. Tadi kamu keburu dipanggil mamah,"

"Emang Aa lagi apa? Kok gak dimatiin teleponnya, emang udah gak ada kerjaan?"

"Ada. Ini lagi ngerjain,"

"Terus kenapa teleponan begini?"

"Ya gak apa-apa. Emangnya gak boleh?"

"Gak boleh, kalau nanti ganggu kerjaan gimana?"

Laki-laki itu lama menjawabnya, hanya terdengar suara ketikan dengan obrolan yang terdengar sedikit samar.

(Ya iya kan ini datanya, terus buat makan siangnya mana? Masa buat pasien makan 2 kali)

"Kan tadi udah ditulis di situ,"

(Kalau udah ditulis gak bakal nanya Hanif. Tinggal kasih aja ke dapur)

"Tadi beneran udah ditulis kok,"

(Coba cek dulu di laporan yang Lo tulis deh!)

Hanif mengecek laporan yang baru saja dikirim pada rekannya. Setelahnya, laki-laki itu tersenyum kuda menoleh pada Adri yang sedang menatapnya dengan sinis.

"Ya maaf Dri!! Tadi mungkin kelewat,"

(Lo gak salah tulis resepnya kan?)

"Enggak, kalau soal itu gw teliti. Kan tadi juga emang lagi ngerjain yang itu dari habis istirahat,"

(Ya udah kalau gitu, gw mau ke dapur dulu ya!)

Hanif mengangguk mengiyakan.

"Ri, kamu masih di situ kan?"

"Iya masih. Tadi aku dengerin Aa debat sama temen,"

Laki-laki itu terkekeh mendengarnya.

"Iya tadi ada kesalahan. Terus gak sengaja tadi gak ketulis buat makan siangnya,"

"Ya ampun!! Jadi makannya 2 kali sehari nanti,"

"Iya kan gak ketulis,"

"Terus gimana? Udah tapi diberesin?"

"Udah, kan cuman gak ke ketik aja. Kalau resepnya udah ada coretan di kertas,"

"Ya udah atuh matiin aja teleponnya, nanti ngaco lagi kerjaan kamu,"

"Emmm... Gak mau teleponan lagi?"

Aku terkekeh mendengarnya.

"Ya enggak atuh A. Maksudnya selesain dulu aja kerjaannya, nanti kalau mau telepon lagi tinggal telepon lagi,"

"Beneran kayak gitu?"

"Ya iya. Masa aku bohong,"

"Ya udah kalau gitu, Aa lanjut kerja dulu aja ya,"

"Iya A, semangat!!"

"Makasih,"

"Sama-sama."

Sorenya, Abang datang dengan istrinya untuk menginap—berhubung keduanya libur bekerja besok.

"Assalamualaikum!!"

"Waalaikumsalam, masuk bang!"

Abang masuk dengan istrinya lalu bersalaman pada bapak dan juga mamah.

"Dedek mana mah?" tanya abang.

"Di kamar, kayaknya tidur. Tadi baru pulang dari rumah sakit," jawabnya membuat Abang mengangguk paham.

Padahal aku juga mendengarkan obrolan mereka di kamar. Sampai malam nanti, aku tidak akan keluar kamar. Apalagi harus bertemu dan mengobrol cukup lama dengan kakak ipar yang terkadang omongannya menyakitkan.

Tidak terasa, hari sudah mulai gelap—aku keluar karena harus mengambil air wudhu dan sholat magrib juga.

Kebetulan, abang dan juga istrinya masih duduk pada sofa di ruang tengah.

"Neng, kamu baru bangun?" tanya teteh ipar.

Aku mengangguk, "iya teh. kecapekan mungkin tadi abis pergi."

"Apalagi kalau disuruh kerja ya, bisa-bisa pulang kerja kamu langsung tidur. Untung kalau belum nikah, kalau udah nikah bisa-bisa jadi omongan sama suaminya nanti," ucap teteh ipar.

"Teteh lagi ngomongin diri sendiri ya?" tanyaku.

"Maksudnya?"

"Bukannya teteh juga begitu?" tanyaku lagi, "teteh pulang kerja langsung tidur tanpa tau suaminya makan atau enggak."

Kakak ipar terlihat mengepalkan tangannya. Sedangkan aku memilih untuk pergi ke kamar mandi dan kembali ke kamar untuk sholat.

Setelahnya juga pergi ke dapur membantu mamah yang sedang masak makan malam. Sedangkan teteh dan abang malah diam di kamarnya—sama sekali tidak ada inisiatif untuk membantu.

"Mah," bisikku.

"Kenapa?" sahutnya.

"Teteh gak bisa masak ya?" tanyaku, "kok dia daritadi gak ada inisiatif buat bantu kita."

"Ya biarin, mungkin dia capek," jawab mamah membuatku menghela napas dengan wajah yang ditekuk.

Singkat cerita, masakan makan malam sudah tersaji di atas meja. Abang dan juga teteh langsung duduk begitu saja, padahal mamah masih mengangkut satu-persatu masakannya untuk dihidangkan.

Wanita itu bahkan hanya duduk diam tanpa membantu sedikitpun. Padahal hanya mengangkut piring saja tidak mungkin tidak bisa.

Kita makan malam setelahnya, aku hanya fokus dengan makananku yang berbeda dengan yang lainnya karena nasi yang kumakan masih sedikit lebih lembut dibanding yang lain.

"Neng, kamu makan nasi lembek gitu gak mual?" tanya teteh ipar, "kalau teteh sih kayaknya mual. Sekarang juga mual liat kamu makan begituan." Wanita itu seolah akan muntah setelah melihat isian piringku.

Aku menatapnya sinis, lalu menaruh sendok dan memilih masuk ke kamar kembali. Sudah tidak selera makan rasanya, melihat tingkahnya yang begitu keterlaluan.

Tok... Tok... Tok....

"Neng udah selesai makannya? Minum obat belum?" tanya mamah sembari terus mengetuk pintu kamar.

"Neng nanti makan biskuit aja mah. Minum obatnya nanti jam 10 malem," jawabku.

"Ya udah kalau gitu, istirahat lebih awal ya. Jangan begadang!"

"Iya mah," jawabku sembari menahan tangisan.

Padahal sejujurnya aku masih lapar, bahkan makanan yang ku masak tadi saja baru termakan beberapa suap. Tapi karena melihat perlakuan teteh ipar yang seperti itu, membuatku memilih untuk menghindar dibanding merasa mual.

Di tengah tangisanku, panggilan kembali masuk dari Hanif. Aku menghapus air mataku—mengatur nafasku agar tidak bergetar lalu menyambungkannya.

"Assalamualaikum,"

"Waalaikumsalam Ri. Kamu udah istirahat ya?"

"Iya, ini lagi rebahan,"

"Emang udah minum obat?"

"Belum, nanti jam 10 minum obatnya. Baru selesai makan,"

"Jangan tiduran dulu ai kamu! Buruk buat pencernaan tau,"

"Orang makannya cuman—"

"Cuman apa? Kok gak dilanjut?"

"Maksudnya udah ada 10 menit yang lalu kok. Makanya udah rebahan lagi,"

"Oh ya udah kalau gitu. Banyakin minum juga, biar cepet segeran,"

"Harus berapa galon sehari kalau diet?"

Hanif terkekeh mendengarnya.

"10 galon kalau bisa. Muat gak?"

"100 juga muat,"

"Perutnya terbuat dari apa emangnya?"

"Kayaknya karet yang elastis banget,"

Hanif lagi-lagi terkekeh, begitupun dengan aku.

Pintu kamar tiba-tiba dibuka begitu saja. Abang masuk lalu mengambil ponselku begitu saja.

"Oh lagi teleponan, siapa ini? Pacar kamu?" tanya abang dengan senyuman menggodanya.

"Abang sini hp neng! Gak sopan tau begitu abang," ucapku dengan kesal.

"Gak sopan apanya, kan kamu adik abang. Udah sepantasnya abang tanya dong kamu lagi pacaran sama siapa," ucapnya.

Aku merebut kembali ponselnya.

"Tapi neng gak suka digituin mau sama siapapun itu. Mending abang keluar dari kamar neng," ucapku mengusirnya.

Setelah abang keluar, aku kembali duduk dan berbicara pada Hanif.

"Maaf ya barusan harus dengerin neng marah-marah!"

"Gak apa-apa, tapi kamu gak apa-apa kan?"

"Gak apa-apa gimana maksudnya?"

1
Chocoday
Ceritanya dijamin santai tapi baper
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!