NovelToon NovelToon
Jodoh Tak Akan Kemana

Jodoh Tak Akan Kemana

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: EPI

Asillah, seorang wanita karir yang sukses dan mandiri, selalu percaya bahwa jodoh akan datang di waktu yang tepat. Ia tidak terlalu memusingkan urusan percintaan, fokus pada karirnya sebagai arsitek di sebuah perusahaan ternama di Jakarta. Namun, di usianya yang hampir menginjak kepala tiga, pertanyaan tentang "kapan menikah?" mulai menghantuinya. Di sisi lain, Alfin, seorang dokter muda yang tampan dan idealis, juga memiliki pandangan yang sama tentang jodoh. Ia lebih memilih untuk fokus pada pekerjaannya di sebuah rumah sakit di Jakarta, membantu orang-orang yang membutuhkan. Meski banyak wanita yang berusaha mendekatinya, Alfin belum menemukan seseorang yang benar-benar cocok di hatinya. Takdir mempertemukan Asillah dan Alfin dalam sebuah proyek pembangunan rumah sakit baru di Jakarta. Keduanya memiliki visi yang berbeda tentang desain rumah sakit, yang seringkali menimbulkan perdebatan sengit. Namun, di balik perbedaan itu, tumbuhlah benih-benih cinta yang tak terduga. Mampukah Asillah dan Alfin mengatasi perbedaan mereka dan menemukan cinta sejati? Ataukah jodoh memang tidak akan lari ke mana, namun butuh perjuangan untuk meraihnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EPI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 29 Mati hati seorang anak,penolakan instingtif dan kerinduan

Pertemuan Asillah dengan Arya membawa sedikit ketenangan di hatinya yang gundah. Namun, ketenangan itu tidak berlangsung lama. Kehadiran Arya di dekatnya ternyata memicu reaksi yang tak terduga dari Aisyah.

Sejak hari itu, Aisyah menjadi lebih pendiam dan seringkali menempel pada Asillah. Ia tidak lagi seceria biasanya dan tampak tidak menyukai kehadiran Arya. Setiap kali Arya mencoba mendekati Asillah atau mengajaknya berbicara, Aisyah akan menarik tangan Asillah dan menjauhkan ibunya dari Arya.

Awalnya, Asillah mengira Aisyah hanya sedang merasa tidak nyaman dengan orang asing. Namun, semakin hari, sikap Aisyah semakin jelas menunjukkan ketidaksukaannya pada Arya. Ia bahkan menolak untuk diajak bermain oleh Arya, padahal biasanya Aisyah sangat mudah akrab dengan orang baru.

Suatu sore, Arya mengajak Asillah dan Aisyah untuk berjalan-jalan di taman. Aisyah dengan tegas menolak ajakan Arya dan menarik tangan Asillah untuk pulang.

"Aisyah nggak mau sama Om itu. Aisyah mau sama Mama aja," kata Aisyah, dengan nada merajuk.

Arya merasa sedikit tersinggung dengan penolakan Aisyah. Ia mencoba untuk mendekati Aisyah dan membujuknya.

"Aisyah kenapa nggak mau sama Om? Om kan mau ajak Aisyah main," kata Arya, dengan nada lembut.

Aisyah menggelengkan kepalanya dan semakin erat memeluk Asillah. "Nggak mau! Aisyah cuma mau sama Mama dan Papa!" seru Aisyah, dengan nada yang semakin keras.

Asillah merasa tidak enak hati pada Arya. Ia mencoba untuk menjelaskan pada Aisyah bahwa Arya adalah teman baiknya.

"Sayang, Om Arya itu teman baik Mama. Kita harus baik sama Om Arya," kata Asillah, dengan nada lembut.

"Nggak mau! Aisyah nggak suka sama Om itu! Aisyah maunya sama Papa!" balas Aisyah, dengan air mata yang mulai membasahi pipinya.

Asillah merasa hatinya sakit mendengar perkataan Aisyah. Ia tahu, Aisyah sangat merindukan Alfin.

"Mama tahu Aisyah kangen Papa. Tapi, Papa lagi ada urusan. Kita berdoa saja ya, semoga urusan Papa cepat selesai dan Papa bisa kembali sama kita," kata Asillah, memeluk Aisyah erat.

Aisyah membalas pelukan Asillah dan menangis sejadi-jadinya. "Aisyah mau ketemu Papa sekarang! Aisyah nggak mau sama Om itu!" teriak Aisyah, di antara isak tangisnya.

Asillah merasa tidak berdaya. Ia tidak tahu bagaimana cara menenangkan Aisyah. Ia tahu, Aisyah sangat merindukan Alfin dan tidak menyukai kehadiran Arya di dekatnya.

Arya yang melihat kejadian itu merasa bersalah. Ia merasa kehadirannya telah membuat Aisyah sedih dan merindukan ayahnya.

"Maaf, Asillah. Sepertinya kehadiranku di sini membuat Aisyah tidak nyaman. Sebaiknya aku pergi saja," kata Arya, dengan nada yang penuh penyesalan.

"Jangan pergi, Arya. Ini bukan salahmu. Aisyah hanya sedang merindukan ayahnya," balas Asillah, mencoba menenangkan Arya.

"Tapi, aku tidak ingin membuat Aisyah semakin sedih. Aku akan pergi sekarang. Jaga diri baik-baik ya, Asillah," kata Arya, berbalik dan pergi meninggalkan Asillah dan Aisyah.

Asillah hanya bisa menatap Arya dengan tatapan yang penuh

Setelah Arya pergi, Asillah membawa Aisyah pulang. Suasana di dalam rumah terasa sunyi dan dingin. Aisyah masih terus menangis dan menolak untuk berbicara dengan Asillah. Asillah merasa bersalah dan tidak tahu bagaimana cara memperbaiki situasi ini.

Ia mencoba untuk mendekati Aisyah dan membujuknya untuk berbicara. Namun, Aisyah tetap diam dan memalingkan wajahnya dari Asillah.

"Sayang, Mama minta maaf ya. Mama tahu Aisyah kangen Papa. Tapi, Mama janji, Mama akan berusaha untuk membuat Aisyah bahagia," kata Asillah, dengan nada lembut.

Aisyah tetap diam dan tidak merespon perkataan Asillah. Asillah merasa putus asa dan tidak tahu apa yang harus ia lakukan.

Tiba-tiba, Aisyah membuka mulutnya dan mengucapkan kata-kata yang membuat Asillah terkejut dan terpukul.

"Aisyah benci Mama!" seru Aisyah, dengan nada yang penuh amarah.

Asillah terdiam membeku mendengar perkataan Aisyah. Ia merasa seperti disambar petir di siang bolong. Ia tidak percaya Aisyah bisa mengatakan hal seperti itu padanya.

"Aisyah nggak boleh bilang begitu sama Mama. Mama sayang sama Aisyah," kata Asillah, dengan suara bergetar.

"Nggak! Mama bohong! Mama nggak sayang sama Aisyah! Mama cuma sayang sama Om itu!" balas Aisyah, dengan air mata yang semakin deras mengalir.

Asillah merasa hatinya hancur mendengar tuduhan Aisyah. Ia tidak menyangka Aisyah bisa berpikir seperti itu tentang dirinya.

"Aisyah salah paham. Mama sayang sama Aisyah. Mama nggak sayang sama Om itu," kata Asillah, mencoba untuk menjelaskan pada Aisyah.

"Nggak! Aisyah lihat sendiri! Mama sering ngobrol sama Om itu! Mama sering senyum-senyum sama Om itu! Mama udah nggak sayang sama Papa lagi! Mama udah nggak sayang sama Aisyah lagi!" seru Aisyah, dengan nada yang semakin histeris.

Asillah merasa tidak berdaya. Ia tidak tahu bagaimana cara membuktikan pada Aisyah bahwa ia masih menyayanginya dan Alfin. Ia merasa bersalah karena telah membuat Aisyah berpikir seperti itu tentang dirinya.

"Aisyah... Mama minta maaf. Mama tahu Mama sudah membuat Aisyah sedih. Tapi, percayalah, Mama tetap sayang sama Aisyah dan Papa. Mama nggak akan pernah berhenti menyayangi kalian," kata Asillah, berlutut di hadapan Aisyah dan memeluknya erat.

Aisyah tidak membalas pelukan Asillah. Ia tetap diam dan menangis sejadi-jadinya.

"Mama jahat! Mama jahat! Mama udah jauhin Aisyah dari Papa! Aisyah mau ketemu Papa sekarang!" teriak Aisyah, di antara isak tangisnya.

Asillah merasa hatinya semakin sakit mendengar perkataan Aisyah. Ia tahu, Aisyah sangat merindukan Alfin dan menyalahkannya atas perpisahan mereka.

"Mama tahu Aisyah kangen Papa. Mama janji, Mama akan berusaha untuk mempertemukan Aisyah dengan Papa. Tapi, Aisyah harus janji juga sama Mama, Aisyah nggak boleh benci sama Mama. Aisyah harus tetap sayang sama Mama," kata Asillah, dengan nada memohon.

Aisyah terdiam sejenak. Ia menatap Asillah dengan tatapan yang penuh keraguan.

"Aisyah janji... Aisyah nggak akan benci sama Mama. Tapi, Mama harus janji juga sama Aisyah, Mama harus bawa Aisyah ketemu Papa sekarang!" ucap Aisyah, dengan nada yang penuh harapan.

Asillah merasa lega mendengar janji Aisyah. Ia tahu, ia harus menepati janjinya pada Aisyah untuk mempertemukannya dengan Alfin.

"Mama janji, sayang. Mama akan bawa Aisyah ketemu Papa secepatnya," kata Asillah, mencium kening Aisyah dengan dengan sayang.

Namun, Aisyah tidak membalas ciuman Asillah. Ia justru mendorong Asillah menjauh dan mengucapkan kata-kata yang membuat hati Asillah hancur berkeping-keping.

"Aku nggak mau sayang Mama lagi! Mama selalu jahat sama Papa! Mama memilih dia dari aku dan Papa!" seru Aisyah, dengan air mata yang semakin deras mengalir.

Asillah terdiam membeku mendengar perkataan Aisyah. Ia merasa seperti ditusuk ribuan jarum di hatinya. Ia tidak menyangka Aisyah bisa mengatakan hal seperti itu padanya. Kata-kata Aisyah begitu menusuk, begitu jujur, dan begitu menyakitkan.

Tanpa menunggu jawaban Asillah, Aisyah berlari menuju kamarnya dan membanting pintu dengan keras. Asillah hanya bisa terpaku di tempatnya, air matanya mengalir deras membasahi pipinya.

Ia merasa gagal sebagai seorang ibu. Ia telah menyakiti hati putrinya sendiri. Ia telah membuat Aisyah membencinya. Ia merasa tidak pantas mendapatkan cinta dan kasih sayang Aisyah.

Asillah terduduk lemas di lantai, menangis sejadi-jadinya. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia merasa sendirian dan putus asa.

Malam itu, Asillah tidak bisa tidur. Ia terus memikirkan perkataan Aisyah. Ia merasa bersalah dan menyesal karena telah menjauhi Alfin dan membawa Arya ke dalam kehidupan mereka. Ia tahu, Aisyah sangat merindukan Alfin dan menyalahkannya atas perpisahan mereka.

Ia juga memikirkan tentang Alfin. Ia bertanya-tanya apakah Alfin juga merasakan hal yang sama. Apakah Alfin juga merindukannya dan Aisyah? Apakah Alfin masih mencintainya?

Asillah meraih ponselnya dan membuka galeri foto. Ia melihat foto-foto dirinya bersama Alfin dan Aisyah. Foto-foto itu mengingatkannya pada masa-masa bahagia mereka. Ia merasa rindu dan sedih.

Ia kemudian membuka aplikasi pesan dan mencari kontak Alfin. Ia ragu apakah ia harus menghubungi Alfin. Ia takut Alfin akan marah dan menolaknya.

Namun, ia tidak bisa menahan kerinduannya lagi. Ia mengetik sebuah pesan singkat untuk Alfin.

"Alfin, ini aku. Aku tahu kamu mungkin marah padaku. Tapi, aku mohon, temui aku besok. Aisyah sangat merindukanmu," tulis Asillah, dengan air mata yang menetes di layar ponselnya.

Ia kemudian mengirim pesan itu pada Alfin dan menunggu dengan cemas. Jantungnya berdegup kencang, ia berharap Alfin akan membalas pesannya.

Beberapa menit kemudian, ponsel Asillah berdering. Ia segera membuka pesan itu dan melihat nama Alfin di layar ponselnya.

"Aku akan datang, Asillah. Aku juga sangat merindukan kalian," balas Alfin.

Asillah merasa lega dan bahagia membaca pesan Alfin. Ia tahu, masih ada harapan untuk mereka. Ia berharap, pertemuan besok akan membawa kebaikan bagi mereka semua.

Namun, di balik kebahagiaan itu, Asillah juga merasa khawatir. Ia takut pertemuan besok akan semakin memperburuk situasi. Ia takut Aisyah akan semakin membencinya jika ia tidak bisa

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!