Aluna ditinggal mati suaminya dalam sebuah kecelakaan. Meninggalkan dia dengan bayi yang masih berada dalam kandungan. Dunianya hancur, di dunia ini dia hanya sebatang kara.
Demi menjaga warisan sang suami, ibu mertuanya memaksa adik iparnya, Adam, menikahi Aluna, padahal Adam memiliki kekasih yang bernama Laras.
Akankah Aluna dan Adam bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hare Ra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
"Selamat pagi, Bu Aluna," sapa para karyawan ketika akhirnya Aluna mendatangi pabrik beras dan penambangan pasir.
Tidak ada pilihan lain bagi Aluna, selain turun tangan, karena Pak Dimas sudah menyerahkan sepenuhnya padanya.
Dan juga, di desa ini juga tidak ada yang bisa dia lakukan. Semua direcoki oleh Ratna.
"Pagi," balas Aluna.
Hal pertama yang dia pelajari tentu saja produksi. Beruntungnya masih ada pelajaran-pelajaran saat kuliah yang ingat di kepalanya.
Aluna hanya bertugas memantau saja, semua bagian sudah ada orang yang bertugas.
Baru saja Aluna keluar dari kantor pabrik beras, rambutnya ditarik dengan kasar.
"Astaga, ada apa ini?" tanya Aluna.
"Ternyata, ini yang kau incar selama ini!"
Aluna menghela nafas berat, melepaskan cengkraman tangan Ratna dari rambutnya.
"Apakah yang ibu inginkan cucu ibu mati kelaparan?" tanya Aluna sambil menggenggam tangannya, menahan emosi.
"Tidak ada hubungannya dengan cucuku!"
"Aku ingin berjualan, ibu mengganggu. Aku datang kesini karena sudah diserahkan oleh Pak Dimas kepadaku, kalau aku tidak mengawasi, pabrik ini lama-lama akan collapse. Dan sekarang, ibu datang. Sebenarnya apa yang ibu inginkan?" tanya Aluna.
"Aku ingin kau yang mati, bukan anakku!" jawab Ratna.
"Kalau itu, bukanlah kuasaku, Bu."
"Sekarang, kau enak-enakan menikmati hasil usaha anakku!"
Para karyawan hanya menjadi penonton. Mereka tahu siapa Aluna dan Bu Ratna.
Jadi, mereka tidak mau ikut campur, karena tahu ini hanyalah permasalahan keluarga.
"Bu, siapa yang mau suaminya meninggal? Siapa yang mau ditinggal mati suaminya?" tanya Aluna dengan suara bergetar.
Perkataan Bu Ratna rasanya menusuk jantungnya, seolah dia bersyukur dengan kematian Arman.
Padahal, dia adalah orang yang paling hancur atas kepergian suaminya. Dia kehilangan tempatnya bersandar.
Dunianya gelap, dia kehilangan arah setelah Arman tidak ada.
Hadirnya Adam, bukan menenangkan. Kini, justru membuat hidupnya semakin kacau.
"Buktinya kau bisa menikah dengan Adam setelah Arman tidak ada."
"Itu karena kalian memaksa! Kalian takut kalau harta Mas Arman jatuh kepada Kiya!" bentak Aluna.
Dari arah parkiran, terlihat Adam berlari mendekati Aluna dan ibunya yang sedang bersitegang.
"Ma, ayo pulang! Jangan membuat keributan!" bentak Adam menarik tangan sang ibu.
"Apa? Kau mau membela wanita ini?" tanya Ratna emosi.
"Pulang!" bentak Adam emosi.
Aluna hanya menunduk, menahan air matanya yang hampir menetes.
Untungnya hari ini Kiya tidak ikut. Sebelumnya tadi, Aluna sudah menitipkan Kiya kepada Bi Uli yang kebetulan pergi ke sawah.
"Selesaikan sama aku kalau Mama ada masalah!" sambung Adam.
Akhirnya Ratna hanya menurut, ikut Adam pulang.
Tapi, sebelum pulang Adam menatap ke arah Aluna.
"Maaf, aku tidak bisa mengantar kamu pulang. Aku harus antar Mama," ucap Adam.
"Aku bawa motor," jawab Aluna.
Adam mengangguk pelan dan menarik tangan ibunya menuju mobilnya.
Setelah kepergian mereka, Aluna menghela nafas berat, berjalan menuju motornya.
"Aku kuat," bisik Aluna pada dirinya sendiri, setelah tiba di motornya.
Tapi, bulir bening yang sejak tadi ditahannya akhirnya jatuh begitu saja.
Dia tidak bisa lagi menahannya, dadanya rasanya sesak. Tudingan Ratna itu benar-benar membuatnya sakit hati.
Adam datang karena salah satu anak buahnya ternyata langsung menelpon Adam ketika melihat kedatangan Ratna di pabrik.
"Kiya, Mama pulang," ujar Aluna saat memasuki pintu pagar rumahnya.
Dia mendengar suara tawa Aluna yang sedang bermain dengan Bi Uli.
"Bi, maaf kalau lama," ucap Aluna sembari duduk di ambang pintu.
Dia menghela nafas berat.
"Gapapa, Kiya juga anteng kok," jawab Bi Uli.
"Iya, kerjaan Bibi di sawah jadi terganggu," sesal Aluna.
Bi Uli menggeleng. "Gak kok."
Tapi, tatapan Bi Uli seperti ada yang berbeda.
"Kamu gapapa, Aluna?" tanya Bi Uli akhirnya.
Aluna mengangguk pelan. "Aku gapapa, Bi. Kan aku sudah biasa menghadapinya. Aku hanya tak habis pikir, Mama mengatakan aku senang dengan kematian Mas Arman."
Bi Uli semakin terkejut mendengar apa yang Aluna katakan.
"Jadi, kamu ketemu Bu Ratna?"
"Ibu, Bi. Mama datang ke pabrik dan seperti biasa mengatakan semua yang menyakitkan," jawab Aluna.
"Bi, siapa yang mau suaminya mati? Siapa yang mau jadi janda saat sedang hamil? Siapa yang mau, Bi?" tanya Aluna dengan artis mata yang kembali mengalir.
Kiya mendekat dan masuk ke dalam pelukan ibunya. Seolah dia mengerti dengan apa yang dirasakan sang ibu, Kiya mengulur tangan mungilnya ke wajah Aluna.
Kiya menghapus air mata di pipi Aluna.
"Terima kasih, Nak," ucap Aluna menatap Kiya sambil tersenyum.
Bi Uli menepuk pundak Aluna. "Allah tidak akan menguji hambanya diluar batas kemampuannya. Kamu masih diberi ujian, artinya kamu masih sanggup, Nak."
"Tapi, aku lelah, Bi. Aku pikir bercerai dengan Mas Adam akan mengakhiri semuanya. Tapi, ternyata malah dimulainya masalah baru," jawab Aluna.
Bi Uli hanya diam, beliau tahu bagaimana perasaan Aluna.
"Aku sama sekali tidak pernah berpikir kalau Papa akan memberikan harta Mas Arman untuk Kiya, Bi. Semua sudah diserahkan, kalau aku mengabaikannya aku yang berdosa. Ada banyak kepala keluarga bergantung hidup dari sana," sambung Aluna.
"Pak Dimas mengerti hukumnya. Beliau juga memikirkan masa depan Kiya," jawab Bi Uli.
Aluna kembali diam. "Tapi, kenapa Bibi terlihat terkejut saat mendengar aku bertemu Mama. Apa Bibi belum mendengar ceritanya?"
Bi Uli menggeleng. "Bibi gak tahu. Kan sejak tadi Bibi disini."
"Tapi, kenapa bibi nanya apa aku baik-baik aja? Memangnya ada masalah apa?" tanya Aluna lagi.
"Ada Nak Laras," jawab Bi Uli.
Aluna terkejut bukan main. "Laras? Dia kesini?"
"Iya."
"Dimana?"
"Kayaknya di belakang atau sudah pergi. Sudah sejak beberapa menit lalu, saat tahu kamu gak ada katanya mau menunggu kamu di belakang," jawab Bi Uli.
Aluna memejamkan matanya, betapa kacaunya hidupnya ini. Dia tidak mengganggu mereka, tapi kenapa orang-orang itu terus mengusiknya.
"Bi, aku titip Kiya lagi sebentar."
"Sabar ya, Nak."
Aluna berjalan, di depan kebunnya yang baru ditanami singkong, Laras tampak berdiri menatap keluar. Dia bahkan tidak sadar kalau Aluna berdiri di belakangnya.
Laras sedang sibuk bertelponan, entah kepada siapa. Tapi, dia terlihat begitu bahagia.
"Aku juga kangen, tapi kan aku harus tetap disini agar Adam percaya."
Aluna mengernyit. Awalnya dia ingin memanggilnya, tapi dia menahan diri.
"Aman. Kayaknya dia gak bakal tahu deh. Dia sibuk dengan istrinya itu! Kesempatan aku memprovokasinya," kekeh Laras.
Entah mengapa Aluna merasa kalau Laras menyembunyikan sesuatu dari Adam.
"Tenang Sayang, aku pastikan akan dapat menguasai hartanya. Anak kita yang akan menikmatinya," sambung Laras.
Aluna mengepalkan tangannya. Dia semakin yakin kalau Laras telah membodohi Adam. Tapi, apa pedulinya? Dia dan Adam sudah bercerai.
"Laras!" panggil Aluna.
Laras menoleh, seketika wajahnya memucat.
Punya istri dan mertua cuma dijadikan mesin atm berjalan doang!
Gimanaa cobaa duluu Adam liatnya.. koq bisaa gituu milih Laras.. 🤔🤔🤦🏻♀️🤦🏻♀️😅😅
Terimakasih Aluna kamu sudah mau membantu Adam membuka kebusukan Laras semoga Adam bisa secepatnya menyelesaikan masalahnya dengan Laras dan bisa lebih dewasa lagi kedepannya 💪
Klo Laras tau Aluna ngasi rekaman bukti perselingkuhan Laras.. mesti Laras akan berbuat sesuatu yang jahat sama Aluna
Bisa2 Laras nekad! 😤😤