Bagi Dira pernikahan adalah sebuah mimpi indah. Dira tak menyangka pria yang tiba-tiba mau menikahinya di hari pernikahan, disaat calon suaminya menghilang tanpa jejak, ternyata menyimpan dendam masa lalu yang membara.
Denzo tak menikahinya karena cinta melainkan untuk balas dendam.
Namun, Dira tidak tahu apa dosanya hingga setiap hari yang ia lalui bersama suaminya hanya penuh luka, tanya dan rahasia yang perlahan terungkap.
Dan bagaimana jika dalam kebencian Denzo, perlahan tumbuh perasaan yang tidak ia duga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ars Asta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Denzo terus menatap Dira dari atas ranjangnya. Pukul 2 pagi, pria itu terbangun ingin ke kamar mandi.
Ia berdiri menatap Dira kembali setelah dari kamar mandi. Tangannya tergerak memperbaiki selimut wanita yang terlelap di sofa itu.
Tatapan matanya tidak sedingin biasanya. Ia bahkan merapikan anak rambut yang menutupi wajah Dira.
"Andai saja bukan kamu," gumamnya pelan, memandangi wajah Dira.
Denzo menghela napas berat. Menggelengkan kepalanya kuat. "Tidak! jangan lemah dengan sikap lembut wanita ini. Aku tidak boleh kalah dengan sikapnya," ucapnya pelan.
Sialan!
Pria itu mengusap wajahnya kasar. Merasa frustasi. Ia lalu kembali ke ranjangnya melanjutkan tidurnya.
***
Cahaya matahari masuk melalui jendela kamar, suara burung berkicau mengusik seorang pria yang tertidur di balik selimut.
Pria itu mengusap matanya, meregangkan badannya lalu menyibak selimut. Ia duduk di tepi ranjang.
Denzo menoleh ke belakang, melihat sofa yang kemarin wanita itu tiduri kini telah rafi. Ia hanya melihat pakaian kerja yang sudah disiapkan untuknya.
"Apa dia tidak lelah?" pikir Denzo karena Dira bangun begitu pagi, dia mengerjakan semua tugas yang diberikan dan juga wanita itu bekerja di perusahaan ayahnya.
Kekaguman tercipta saat wanita itu tak pernah mengeluh tentang semua itu, ia hanya tak suka sikap dingin dan kasar Denzo. Dan Denzo sadar akan itu.
Denzo kemudian berdiri mengambil handuk yang juga disiapkan wanita itu lalu masuk di kamar mandi.
***
Di meja makan telah tersaji makanan yang telah Dira masak.
"Bi Nina, aku ke kamar dulu ya, ganti baju," ucap Dira pada Bi Nina yang senantiasa berdiri di sampingnya.
"Iya Non." Bi Nina tersenyum hangat.
Wanita itu lalu berjalan naik ke lantai atas dan masuk ke kamarnya.
Suara gemericik air terdengar dari kamar mandi tanda Denzo masih mandi di sana.
Ia buru-buru masuk walk in closet untuk mengganti pakaiannya.
Tak lama kemudian, pintu kamar mandi kemudian terbuka. Denzo keluar hanya memakai handuk, rambutnya basah hingga airnya menetes di lantai. Ia berjalan masuk ke walk in closet tanpa tahu Dira ada di dalam.
Pria itu membuka pelan pintu, membuat Dira kaget karena masih belum selesai mengganti pakaiannya. Ia masih menggunakan pakaian dalam.
Denzo tertegun saat melihat wanita itu di dalam. Matanya tanpa sadar menelusuri tubuh Dira.
Wanita itu buru-buru mendorong Denzo keluar dan menutup pintu dengan cepat. Dia masih merasa malu. Dengan cepat iya memakai bajunya.
Sedangkan di luar Pria itu berdiri kaku, wajahnya terlihat memerah dan tanpa sadar ia menelan ludahnya.
Tenangkan dirimu Denzo.
Dia berjalan ke sofa dan memilih memakai bajunya di luar saja.
Beberapa menit berlalu, Dira sudah siap dengan baju kerjanya, pipinya terasa panas dan ia tak bisa menutupi rasa malunya.
"Ayolah Dira, jangan begini. Ingat Denzo suamimu, "gumamnya pelan menyakinkan diri sendiri.
Ia membuka pintu pelan, kepala keluar lebih dulu memastikan apakah Suaminya sudah memakai pakaiannya.
Dira melihat Denzo sudah berpakaian rapi hanya tinggal dasi yang belum ia kenakan.
Dengan ragu ia keluar, berjalan menghampiri Denzo.
"Mas, aku tunggu di meja makan." ucap Dira pelan. Wanita itu hanya melihat Suaminya sekilas dan berjalan keluar tanpa menunggu jawaban.
Sedangkan pria itu menatap punggung Dira yang terlihat tergesa-gesa keluar dari kamar.
"Lucu," ucapnya tanpa sadar juga tersenyum kecil.
Setelah memakai dasinya juga merapikan rambutnya, pria itu akhirnya turun ke meja makan.
Di meja makan Dira langsung duduk di kursi, wajahnya masih terlihat memerah.
"Nona tidak apa-apa?" tanya Bi Nina, ia cukup peka melihat wajah sang Nona.
"Aku nggak apa-apa bi, cuma merasa agak panas, mungkin karena habis masak." elak Dira, ia tersenyum meyakinkan
Tak lama Denzo masuk di ruang makan. Ia dengan ekspresi dinginnya langsung duduk. Istrinya langsung mengambilkan nasi juga lauk di piringnya.
Suasana canggung terasa di meja makan, tak ada suara dari Dira seperti biasanya.
Denzo sesekali melirik Dira. Wanita itu tidak bersikap seperti biasa. Ia paham karena hal tadi cukup membuat mereka merasa canggung.
Denzo menyimpan sendoknya, ia meneguk air lalu melap mulutnya.
"Saya berangkat." ucapnya lalu berdiri mengambil tas kerjanya dan tak menunggu Dira mengantarnya keluar.
Bi Nina mengamati sedari tadi, ia cukup merasa aneh, tapi tak bertanya lagi pada Nonanya. Ia hanya bisa berharap suatu hal terjadi hingga mereka bisa menjalin hubungan dengan baik.
Dira juga berdiri dari kursinya berpamitan pada Bi Nina.
Di luar tepat di samping mobilnya yang kemarin ayahnya kirim, Dira berdiri, Ia mengambil kunci mobilnya dari tas.
"Nona tidak mau diantar?" tanya Sopir yang biasa mengantar Dira ke kantor.
Dira menggeleng. "Tidak pak, mulai sekarang saya bawa mobil sendiri."
"Iya Non, kalau lain kali mau di antar bilang saja Non." ujar Sopir itu.
"Iya Pak, makasih. Kalau gitu saya berangkat kerja dulu." Pamit Dira.
Sopir itu mengangguk.
Mobil putih yang Dira kendarai kini keluar dari kediaman Gritama. Mobil itu milik Dira yang baru sempat ia ambil dari rumah orang tuanya.
Wanita itu tersenyum, merasa senang bisa mengendarai mobilnya lagi. Tapi saat di perjalanan ia baru teringat belum mengabari Suaminya. Ia memberhentikan mobilnya di pinggir jalan.
Dira mengirim pesan pada suaminya.
"Mas, aku ke kantor naik mobil sendiri ya. Aku pakai mobilku yang baru aku ambil dari rumah orang tuaku."
Setelah mengirim pesan ia kembali menjalankan mobilnya.
Di sisi lain, di perusahaan Gritama Group. Di ruangan Ceo. Denzo menatap layar ponselnya. Ia membaca pesan dari istrinya.
Dia menyetir sendiri, aku jadi tidak bisa menyuruh sopir mengawasinya. Pengawasannya harus diperketat tanpa dia tahu.