NovelToon NovelToon
Duda-ku

Duda-ku

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda
Popularitas:422
Nilai: 5
Nama Author: santi damayanti

"hana maaf, rupanya riko hatinya belum tetap, jadi kami disini akan membatalkan pertunangan kamu.. dan kami akan memilih Sinta adik kamu sebagai pengganti kamu" ucap heri dengan nada yang berat

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi damayanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

18

“Namaku Hana Aulia,” jawab Hana akhirnya.

“Ambil ini.” Jefri menyodorkan sebuah kunci motor dan kartu akses apartemen.

“Buat apa ini, Ka?” tanya Hana heran.

“Kalau kamu suntuk, masuk saja. Bilang saja kamu keluarga Jefri,” ucapnya singkat.

Ih… manis banget ini om…batin Hana sambil tersenyum kecil.

“Makasih, Kaka tampan… Eh, Kaka nggak minta nomor HP-ku?” goda Hana.

“Ya, sini tuliskan di sini.” Jefri menyodorkan pulpen dan secarik kertas.

Hana hanya menggeleng, separuh heran separuh geli, melihat tingkah lelaki dingin yang baru saja ia kenal itu.

Begitu pintu lift menutup, Hana berdiri terpaku. Dadanya terasa sesak, pikirannya kacau.

Sebenarnya aku mau bilang… om, aku mau tinggal sama om…batin Hana. Tapi, gila aja. Memalukan banget kalau aku sampai ngomong begitu.

Hana menuju basement tempat motornya terparkir. Tampak motornya adalah kendaraan paling jelek, tapi selama berjalan ke basement tidak ada satu orang pun yang mempermasalahkan penampilannya, bahkan seolah mereka hormat pada Hana.

Hana menghela nafas panjang. Dua hari dia tidak masuk kerja, tapi bukan masalah; Hana sudah jadi sales manajer, jabatannya cukup tinggi, dan bosnya akan berpikir dua kali untuk memecat dirinya.

Hana mengendarai kendaraan dengan kecepatan sedang, dan akhirnya sampai di showroom.

“Hana, kamu dipanggil Pak Herman,” ucap Reni.

“Kenapa?” tanya Hana.

Reni hanya menggelengkan kepala.

Hana melangkah ke ruangan manajemen. Tampak Herman sudah menunggunya.

Herman menatap Hana dengan pandangan iba.

“Ada apa, Pak?” tanya Hana.

“Hana, terpaksa kami memecat kamu,” ucap Herman.

Deg! Jantung Hana terasa mau copot. Rasanya, kenapa cobaan terus datang bertubi-tubi padanya? Setelah keluar rumah, bukannya mendapatkan keamanan dan kebahagiaan, tapi malah mendapatkan hal-hal yang tidak menyenangkan.

“Kenapa, Pak? Apa salah saya? Bulan kemarin saya jadi top sales manajer. Kemarin saya closing puluhan sepeda motor. Apa ada customer yang komplain ke Bapak?” ucap Hana, merasa tak percaya dia dipecat begitu saja.

Herman menghela napas berat.

“Hana, kamu adalah pekerja keras, ulet, cerdas, dan pintar. Aku bangga punya bawahan seperti kamu. Kamu adalah aset perusahaan. Tapi, Hana… orang penting menginginkan kamu dipecat. Aku ini hanya pekerja biasa, Hana. Aku sudah mencoba membela kamu, tapi aku tak berdaya, Hana,” ucap Herman dengan nada yang lirih.

“Siapa, Pak? Siapa orang penting yang menginginkan aku keluar dari tempat kerja ini, Pak?”

“Apa Andri, Pak?”

“Bukan,” jawab Herman.

“Lalu siapa, Pak?” tanya Hana.

“Ini… aku dapat alamatnya. Katanya, kalau kamu mau marah, datang saja ke tempat dia,” jawab Herman sambil memberikan sebuah tulisan yang berisi alamat rumah.

“Baiklah, Pak… saya akan ke sana menanyakannya langsung,” ucap Hana.

“Ya, ke sanalah. Aku juga tidak rela kehilangan bawahan se-piawai kamu,” ucap Herman.

Hana melangkah keluar dengan hati yang dongkol. Dia kesal, kenapa orang kaya bisa dengan arogannya menggunakan kekuasaannya untuk menindas orang lemah seperti dirinya.

“Han, ada apa?” tanya Reni.

“Aku dipecat,” jawab Hana.

Reni menggulung lengan bajunya, tangannya mengepal.

“Mau ngapain kamu?” tanya Hana.

“Akan aku remas-remas itu Pak Herman… seenaknya aja pecat orang,” ucap Reni.

“Jangan ke sana… bukan salah Pak Herman. Katanya ada orang penting yang menginginkan aku pergi dari sini,” ucap Hana kesal.

“Oh, jadinya seperti itu… emang siapa yang melakukan ini semua?” tanya Reni.

“Ini alamatnya, aku akan ke sana sekarang,” ucap Hana.

“Yah… hari ini banyak banget pelanggan, aku nggak bisa antar, sayang. Nanti, apapun hasilnya, kabari aku ya. Dan nanti, kalau mau pulang, pulang saja ke rumah aku. Aku sendirian sekarang… orang tuaku sedang pergi ke luar negeri,” ucap Reni.

“Oke, honey… kamu memang sahabat terbaikku,” ucap Hana.

Setelah cepat-cepat, Hana melangkah keluar showroom. Tekadnya kuat; dia akan menuntut keadilan pada orang yang sudah mengeluarkannya.

Saat di gerbang, dia bertemu dengan Andri. Andri tersenyum dan menghampiri Hana.

“Minggir,” ucap Hana ketus.

“Hana!” teriak Andri.

Tapi Hana acuh. Dia terus memacu kendaraannya dengan cepat.

Andri terdiam. Dia mengkerutkan dahinya.

“Ada apa dengan Hana? Kenapa sikapnya berubah padaku?” ucap Andri dalam hati.

Hana terus memacu kendaraannya dengan perasaan kesal.

Hingga sampailah dia di alamat yang diberikan. Hana tertegun melihat rumah yang ada di depannya.

“Kutu kupret, dasar dajal sialan!” umpat Hana.

Ternyata alamat yang dia tuju adalah rumah Jefri.

“Dasar om jelek… beraninya kamu memecat aku,” ucap Hana kesal.

Hana memijat klakson.

“Tetttttttttttttttttt!”

Gerbang terbuka. Hana bersiap meluapkan amarah, tapi seorang anak kecil berlari menghampirinya. Felix merentangkan tangannya, meminta dipeluk.

“Ateu… cantik…” ucap Felix.

Hana memeluknya; amarahnya luluh seketika.

“Ateu, jangan pelgi lagi, aku kangen…” ucap Felix.

“Felix… masa ateu cantiknya nggak disuruh masuk?” ucap Viona.

“Hey, kalian bawa sepeda motornya!” ucap Viona tegas pada sekuritinya.

Hana menggendong Felix seolah tak mau lepas, padahal sedari tadi Hana ingin marah. Kenapa sekarang malah menggendong anak?

Hana menggendong Felix sampai ke kamarnya. Kamar tampak luas dan ada taman bermainnya.

“Ateu… main yuk… ini banyak buku celita… bacakan untukku, Teu,” ucap Felix manja.

Hana menoleh ke arah pintu; terlihat Jefri melihatnya. Hana menatap tajam pada Jefri.

“Ateu, nggak mau ya?” ucap Felix.

“Mau, sayang… sini, aku, Ateu, bacakan,” ucap Hana dengan lembut.

Setelah satu jam menemani Felix bermain, akhirnya Felix tertidur. Hana membaringkannya dengan penuh kasih sayang, kemudian menciumnya.

“Selamat siang, sayang… tumbuhlah yang baik, jangan kayak bapak kamu yang menyebalkan,” ucap Hana.

Hana perlahan keluar kamar Felix. Di ruang tengah, sudah ada Jefri sedang membaca majalah.

“Kenapa kamu menyuruh orang untuk memecatku?” ucap Hana kesal.

“Suka-suka aku lah,” jawab Jefri.

“Kamu ini jangan mentang-mentang orang kaya, ya… menindas orang sesukanya. Apakah kamu tidak berpikir kalau aku sekarang hidup seorang diri? Bagaimana aku bisa membayar kosanku? Bagaimana aku bisa makan sebulan ke depan kalau aku tidak punya pekerjaan? Memang kamu orang kaya, tinggal mangap saja bisa makan, tapi aku harus kerja keras baru bisa,” ucap Hana dengan penuh emosi.

“1 juta per hari, jadilah pengasuh Felix,” ucap Jefri, seolah perkataan panjang lebar Hana tidak berarti.

Hana terdiam. 1 juta per hari artinya sebulan 30 juta… gaji dia sekarang baru 10 juta per bulan, bisa mencapai 20 juta itu juga harus bekerja ekstra keras. Tapi sekarang dapat 30 juta hanya untuk mengasuh anak kecil.

“Dasar matre… baiklah, 50 juta satu bulan,” ucap Jefri. “Kamu harus mau, karena nama kamu sudah di-blacklist di kota ini. Jadi kamu nggak akan menerima pekerjaan di mana pun, kecuali jadi kuli bangunan yang dibayar harian,” ucap Jefri.

“Kau… ini?” geram Hana.

“Besok datang jam 8 pagi, pulang jam 7 malam. Lewat jam 7 malam ada lemburan,” ucap Jefri.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!