Tiga tahun Arunika rela menjadi istri yang sempurna. Ia bekerja keras, mengorbankan harga diri, bahkan menahan hinaan dari ibu mertua demi menyelamatkan perusahaan suaminya. Namun di hari ulang tahun pernikahan mereka, ia justru dipaksa menyaksikan pengkhianatan paling kejam, suami yang ia cintai berselingkuh dengan sahabatnya sendiri.
Diusir tanpa belas kasihan, Arunika hancur. Hingga sosok dari masa lalunya muncul, Rafael, pria yang dulu pernah dijodohkan dengannya seorang mafia yang berdarah dingin namun setia. Akankah, Rafael datang dengan hati yang sama, atau tersimpan dendam karena pernah ditinggalkan di masa lalu?
Arunika menyeka air mata yang mengalir sendu di pipinya sembari berkata, "Rafael, aku tahu kamu adalah pria yang kejam, pria tanpa belas kasihan, maka dari itu ajari aku untuk bisa seperti kamu!" tatapannya tajam penuh tekad dan dendam yang membara di dalam hatinya, Rafael tersenyum simpul dan penuh makna, sembari membelai pipi Arunika yang basah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35.
Siang itu, ruang rapat gedung milik Arunika dipenuhi suasana formal yang menekan. Dinding kaca yang menjulang memperlihatkan pemandangan kota, namun ketegangan di dalam ruangan jauh lebih mendominasi.
Delegasi dari Aurel Corporation sudah duduk rapi di seberang meja panjang. Mereka datang bukan dipimpin Aurel langsung, melainkan oleh asistennya, seorang pria bernama Leon, sosok karismatik yang selama ini dikenal sebagai tangan kanan Aurel.
Pintu terbuka, semua berdiri. Arunika masuk dengan langkah tenang. Setelan hitam elegan membalut tubuhnya, langkah kakinya mantap, sorot matanya dingin. Semua langsung menunduk memberi hormat.
“Selamat datang, Miss Aru,” sapa Leon sopan, berusaha menjaga wibawanya.
Arunika hanya menatapnya sebentar, lalu duduk di kursi utama tanpa membalas sapaan. Tangannya membuka map tipis di depannya, kemudian ia berbicara dengan suara datar namun menusuk.
“Aku sudah membaca semua proposal dari perusahaan kalian. Proyek besar. Potensial. Tapi…” ia berhenti sebentar, menatap tajam ke arah Leon, “ada syarat.”
Leon mengernyit samar. “Syarat?”
Arunika tersenyum tipis. “Benar. Aku bersedia menjadi investor utama untuk proyek kalian, jika Aurel sendiri yang datang menemuiku. Bukan hanya lewat tangan kanan, bukan lewat utusan. Dia sendiri, di ruangan ini, meminta langsung padaku.”
Hening, delegasi Aurel saling berpandangan. Leon menahan napas sejenak sebelum menjawab. “Miss Aru, dengan segala hormat, permintaan Anda terdengar … berlebihan. CEO kami tidak biasa diminta hadir hanya untuk pertemuan awal. Lagipula, beliau punya banyak agenda...”
“Agenda?” Arunika menyela, nadanya dingin. Ia mencondongkan tubuh ke depan, tatapannya menusuk tajam. “Kalau dia benar-benar menganggap proyek ini penting, dia akan datang. Kalau tidak … anggap saja proyek kalian mati sebelum dimulai.”
Leon mengerutkan kening. “Itu artinya Anda meremehkan posisi CEO kami.”
Arunika menyeringai. “Bukan aku yang meremehkan. Tapi dia sendiri. Karena bagi orang-orang seperti kita, yang benar-benar berkuasa … tidak ada alasan untuk bersembunyi di balik bawahan.”
Suasana ruangan semakin menegang. Beberapa delegasi dari pihak Aurel mulai gelisah, jelas tidak terbiasa diperlakukan seperti ini.
Arunika kemudian menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan anggun. “Aku beri dua pilihan.” Ia mengangkat dua jarinya dengan santai. “Satu, Aurel datang sendiri menemuiku. Dua…” senyumnya melebar penuh tantangan, “aku menutup pintu kerja sama ini untuk selamanya. Pilihannya sederhana.”
Leon terdiam. Wajahnya menegang, namun jelas ia tidak bisa memberikan keputusan besar tanpa Aurel. Arunika menambahkan dengan suara dingin, penuh tekanan.
“Beritahu CEO kalian … kalau dia ingin uangku, dia harus datang memohon di hadapanku. Kalau tidak, aku akan mengalihkan investasi ini ke rival kalian. Aku yakin mereka akan senang mengambil kesempatan emas yang kalian sia-siakan.”
Hening lagi, semua mata tertuju pada Leon. Akhirnya, dengan wajah kaku, Leon mengangguk kecil.
“Baik, Miss Aru. Saya akan menyampaikan langsung pada CEO kami.”
Arunika tersenyum puas, lalu menutup mapnya dengan bunyi yang terdengar keras di ruangan hening itu. “Bagus. Rapat selesai.”
Langkah Arunika baru saja berbalik menuju pintu. Sepatunya mengetuk marmer dingin, siap meninggalkan ruangan dengan kemenangan di tangannya. Namun sebelum ia menyentuh gagang pintu, suara pintu terbuka terdengar dari arah luar. Pintu besar itu terbuka perlahan.
Semua orang otomatis berdiri. Seorang pria masuk dengan langkah tenang namun penuh wibawa. Jasnya rapi, wajahnya dingin, aura kekuasaan memancar dari setiap geraknya.
Pria itu adalah anak Aurel, suami Arunika yang dinyatakan mati pada hari yang sama dengan pembunuhan terhadap Arunika.
Langkahnya tak tergesa, tapi tiap gerakan seolah menekan udara. Tatapannya langsung menyapu ruangan, lalu berhenti tepat di hadapan Arunika. Saat pandangan mereka bertemu, waktu seperti berhenti.
Mata Arunika membelalak, dadanya seperti dipukul ribuan kali. Nafasnya tercekat. Lima tahun ia mengubur nama itu di dalam rasa sakit, menganggap suaminya sudah mati bersama impian mereka. Dan kini, di depannya, Rafael berdiri nyata, hidup, dengan tatapan dingin yang menusuk sekaligus membuat hatinya runtuh.
Rafael juga terpaku. Kedua matanya, yang selama ini kosong, kini bergetar samar. Ia menatap wajah Arunika, wanita yang selama ini dikatakan ibunya sudah mati. Wanita yang setiap malam ia doakan dengan sisa harap yang hampir punah.
Hening panjang. Delegasi Aurel saling melirik, tak paham apa yang terjadi. Leon menggertakkan gigi, jelas merasakan suasana yang berubah drastis.
Arunika ingin bicara, ingin berlari, ingin menangis, tapi tubuhnya kaku, hanya matanya yang basah menatap balik Rafael.
bs melawan ,bahkan bisa membuat gajah
mati ...
Di tunggu last part nya thor
Kok begini akhir ceritanya thorr,, gk ada penyiksaan,, atau penyerangan gt,, mudah banget musuhnya mati,,! Ok.. Lahhh semangat othor💪
masak sdah tamat aja thor...
kasih bonchap donk...
🤣🤣🤣