NovelToon NovelToon
Marriage Without Love

Marriage Without Love

Status: tamat
Genre:CEO / Tamat
Popularitas:7.3k
Nilai: 5
Nama Author: Queisha Calandra

Trauma masa lalu, membuat Sean Alarick Aldino enggan mengulangi hal yang dianggapnya sebagai suatu kebodohannya. Karena desakan dari ibundanya yang terus memaksanya untuk menikah dan bahkan berencana menjodohkannya, Sean terpaksa menarik seorang gadis yang tidak lain adalah sekretarisnya dan mengakuinya sebagai calon istri pilihannya.
Di mata Fany, Sean adalah CEO muda dan tampan yang mesum, sehingga ia merasa keberatan untuk pengakuan Sean yang berujung pernikahan dadakan mereka.
Tidak mampu menolak karena sebuah alasan, Fany akhirnya menikah dengan Sean. Meskipun sudah menikah, Fany tetap saja tidak ingin berdekatan dengan Sean selain urusan pekerjaan. Karena trauma di masa lalunya, Sean tidak merasa keberatan dengan keinginan Fany yang tidak ingin berdekatan dengannya.
Bagaimana kisah rumah tangga mereka akan berjalan? Trauma apakah yang membuat Sean menahan diri untuk menjauhi Fany?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queisha Calandra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 12.

Setelah hampir dua puluh empat jam Fany memejamkan matanya meskipun sebenarnya ia sudah sadar sejak kemarin, kini ia membuka matanya karena lelah berpura-pura tidak sadarkan diri. Saat ia menggerakkan lengannya, ia merasa ada seseorang yang sedang tertidur dengan posisi duduk di kursi tapi bagian atas tubuhnya tersandar di tempat tidurnya.

Fany mengerjabkan matanya berkali-kali, seakan ia tidak percaya bahwa yang ia lihat saat ini adalah Sean. Pria itu tampak tengah tertidur dengan sangat pulas sehingga tidak menyadari bahwa Fany sudah membuka matanya dan sedang memperhatikannya.

Tampak jelas, pipi kiri Sean yang kemerahan dan agak membiru akibat tamparan Keisha kemarin. Fany tahu bahwa itu pasti sangat menyakitkan. Ia kembali dalam pertanyaan yang sejak kemarin membayangi pikirannya. Untuk apa Sean melakukan ini?

"Selamat pagi!" Sapa salah satu perawat yang baru saja masuk ke dalam ruang kamar Fany. Fany hanya tersenyum menanggapinya. Kemudian perawat itu menatap Sean yang tidak menyadari keadaan sekitarnya, lalu tersenyum lembut pada Fany. "Suami anda sangat menyayangi anda. Sampai - sampai beliau tidak ingin meninggalkan anda sendirian." Ucap perawat itu.

"Dia bukan suami saya." Jawab Fany tidak ingin mengakui bahwa Sean memang suaminya.

"Pasangan memang kadang begitu jika bertengkar. Jika bukan suami anda, kenapa beliau bilang pada kami bahwa anda adalah istrinya saat beliau menyumbangkan darahnya pada anda." Kata Perawat itu lagi.

"Menyumbangkan darah?" Tanya Fany tidak tahu apa saja yang sudah terjadi.

"Iya, anda mengalami luka - luka yang cukup serius, karena saat membawa anda ke rumah sakit ini, suami anda terjebak kemacetan beberapa menit. Jadi, banyak darah yang anda keluarkan, sehingga anda membutuhkan donor darah." Ucap perawat itu.

Fany tidak menyangka bahwa waktu itu Sean benar-benar menolongnya. Ia pikir karena terlalu membenci Sean, makanya bayangan Sean lah yang terakhir ia lihat sebelum kesadarannya menghilang. Setelah mendengar cerita dari perawat itu, Fany jadi merasa agak bersalah pada Sean. Sean sudah berusaha untuk mengalah meskipun ia tidak melepaskan Fany, tapi apa yang Fany lakukan untuk Sean? Tidak ada. Fany malah membuat Sean merasakan tamparan dari ibu kandungnya meskipun dalam hal ini, Sean tidak bersalah sama sekali.

Sepeninggalan perawat itu keluar dari ruangannya, Fany kembali pura-pura tidur menyadari bahwa Sean akan segera bangun. Fany merasakan pergerakan Sean di sampingnya. Ternyata benar, Sean terbangun dari posisi tidurnya yang tidak nyaman itu.

"Maafkan aku!" Samar-samar Fany mendengar Sean bergumam pelan, meminta maaf pada dirinya. Entah untuk apa, Fany tidak tahu. Ia ingin membuka matanya sekarang dan melihat apa yang dilakukan pria itu sekarang. Saat ia membuka matanya, Sean sudah berada di pintu, sedang membelakanginya dan keluar dari ruangan itu.

"Apa maksud Sean?" Gumam Fany bertanya-tanya.

Sementara itu, Sean pulang ke apartemennya untuk membersihkan tubuhnya dan mengganti pakaiannya dengan kemeja kerja. Ia tetap pergi bekerja meskipun dalam hatinya ia sangat ingin menemani Fany di rumah sakit. Tapi, kepercayaannya telah menamparnya lagi. Kepercayaan tentang seberapa keras ia berusaha mendekati ataupun berbuat baik pada istrinya, Fany semakin menjauh darinya. Dan Sean tidak ingin Fany membencinya lebih dalam lagi.

"Sean. Kau akan pergi ke kantor? Apa kamu sudah gila?" Suara Dennis, Kakak Sean yang tiba-tiba sudah ada di depan pintu apartemen Sean.

"Iya, aku akan ke kantor kak." Jawab Sean jujur.

"Sean. Istrimu sedang dirawat di rumah sakit, dan kau malah bekerja?" Tanya Dennis tidak habis pikir dengan sikap adiknya itu.

"Maaf," Dennis tahu ada sesuatu yang mungkin terjadi adiknya itu, selama ini, hanya Dennis yang lebih memperhatikan Sean daripada yang lainnya.

"Katakan, apa masalahmu?" Pinta Dennis dengan nada pelan menyerupai bisikan.

"Tidak ada, kak." Jawab Sean. Kemudian, Dennis mendorong adiknya itu kembali masuk ke dalam apartemennya dan menutup pintu.

"Sean, kau tidak bisa berbohong padaku. Katakan!" Desak Dennis.

"Aku sudah dewasa, kak. Aku bisa mengatasi semua ini sendiri." Kata Sean.

"Aku tahu, tapi kau tidak cukup dewasa untuk menyelesaikan masalahmu sendiri. Kau hanya bisa kabur tanpa peduli bahwa kau masih bisa memilih jalan lain." Ujar Dennis.

"Jalan lain? Aku tidak punya jalan lain selain menjauhinya." Ujar Sean sedikit membentak, ia tidak tahan dengan hidupnya yang terus ditinggal pergi oleh orang yang dicintainya disaat cinta itu lebih besar dari keinginan hidupnya. "Aku tidak ingin kehilangan dia, aku tidak ingin kehilangan untuk kesekian kalinya." Lanjut Sean lirih.

"Sean, Istrimu bukan Sania maupun Inka. Mereka adalah orang yang berbeda." Ucap Dennis.

"Mereka memang berbeda, tapi aku tetaplah aku kak. Aku akan terus kehilangan, aku akan terus merasakan itu, sebelum, " Ucap Sean menggantung, Dennis menunggu adiknya untuk melanjutkan ucapannya. "Aku mati." Lanjut Sean.

"Sean," Tegur Dennis.

"Ini adalah kenyataan. Aku sudah dua kali ditinggalkan, aku juga sudah dua kali ingin mengakhiri hidupku, tapi kau selalu menguatkan aku. Tapi sekarang, semua ini lebih berat dari yang dulu. Aku tidak ingin kehilangan dia lagi kak. Aku tidak ingin dia semakin membenciku. Cukup saat ini saja dia membenciku, aku tidak ingin dia semakin membenciku lagi lebih dari ini." Ucap Sean.

"Sean." Dennis memegang pundak Sean dan menatap Sean dengan tatapan sayu, kemudian Dennis memeluknya. "Seberat apapun masalahmu, jangan pernah berfikir untuk mengakhiri hidup. Karena dengan berakhirnya hidupmu di dunia ini, tidak akan menyelesaikan masalah sekecil apapun. Justru sebaliknya, kau akan melukai lebih banyak hati lagi." Ucap Dennis. Sean mengangguk, meskipun Dennis tidak melihatnya, tapi ia merasakan pergerakannya. "Kakak ke sini mau pamit sama kamu. Kakak cari kamu ke rumah sakit, kata istrimu kau baru saja pergi." Ucap Dennis sambil melepaskan pelukannya dari tubuh adiknya.

"Dia sudah sadar?" Tanya Sean.

"Sudah. Dia terlihat baik-baik saja." Jawab Dennis. Sean mengangguk lagi.

"Kau mau pergi kemana?" Tanya Sean.

"Danniel butuh bantuanku, jadi aku harus menyusulnya. Tidak akan lama. Aku akan segera kembali. Aku ingin melihatmu tersenyum saat aku pulang nanti. Ingat jangan menyalahkan dirimu sendiri!" Ucap Dennis.

"Baiklah. Hati-hati kak!" Ucap Sean.

"Aku pergi dulu." Pamit Dennis. Sean mengangguk lagi.

Sean tidak lagi berminat untuk pergi ke kantor, tanpa mengganti kemejanya dengan pakaian santai, Sean memilih pergi ke rumah sakit. Mungkin ia akan sedikit bicara dengan Fany agar suasana hatinya bisa sedikit membaik.

.......

Kata maaf Sean masih menjadi topik utama di dalam pikiran Fany, kenapa Sean meminta maaf? Kenapa Sean tidak mengatakan yang sebenarnya pada ibunya? Kenapa ia melindungi Fany?

Ah, Fany tidak ingin terlalu memikirkan hal itu, tapi semua terlintas begitu saja tanpa ia minta.

"Mau apa lagi kamu kesini?" Suara Keisha yang tengah memaki seseorang terdengar di balik pintu kamar Fany. Fany tidak tahu siapa lawan bicara ibu mertuanya itu.

"Mom, aku hanya ingin bertemu dengan Fany." Jawaban Sean lah yang membuat Fany yakin bahwa Sean yang kini menjadi lawan bicara ibu mertuanya itu. Kenapa wanita itu jadi membenci anaknya sendiri?

"Kamu pikir mom tidak tahu apa saja yang kau lakukan selama ini? Kamu pikir mom tidak tahu bahwa sebenarnya kau memaksa Fany untuk menikah, padahal dia bukan pacarmu? Kau membohongi kami semua, Sean. Kau mau membohongi kami apa lagi?" Tanya Keisha. Fany agak terkejut darimana Keisha bisa tahu hal itu? Padahal ia tidak merasa sudah memberitahu Keisha tentang kebenarannya.

"Mom, aku bisa jelaskan semuanya. Aku tidak memaksa Fany, aku sudah berniat mundur tapi aku tidak tahu sama sekali bahwa Fany pernah berhutang budi pada keluarga kita. Aku tidak tahu apapun tentang hal itu, mom." Jawab Sean. "Dengan kata lain, Fany menyalahkan aku akan hal ini. Ia pikir aku memanfaatkan keadaan demi ambisiku." Lanjut Sean.

"Sean, jadi maksudmu, Sebenarnya Kalian tidak saling mencintai?" Tanya Keisha dengan nada lirih. Sean menggeleng.

"Aku tidak tahu, mom. Aku tahu aku salah karena berbohong pada kalian tentang status kami malam itu. Kami memang tidak memiliki hubungan apapun selain pekerjaan waktu itu. Aku hanya tidak suka dijodohkan dengan gadis yang sama sekali tidak kusukai." Ungkap Sean jujur.

"Lalu, kenapa kau tidak menolak menikah dengan Fany? Bukankah kalian tidak saling mencintai? " Tanya Keisha lagi.

"Mom. Apa menurutmu aku sebegitu menyedihkan?" Tanya Sean balik.

"Tidak. Kau pasti juga akan menolak jika kau tidak punya alasan." Jawab Keisha.

"Aku punya alasan sendiri kenapa aku memilih Fany untuk ku kenalkan pada kalian. Karena aku tahu, Fany bukan gadis biasa yang bisa dengan mudah kudapatkan di luar sana." Ucap Sean. Keisha memeluk Sean kemudian menangis tanpa suara.

"Maafkan Mommy, Sean! " Ucap Keisha berbisik.

"Mommy tidak bersalah. Sean yang salah." Kata Sean membalas ucapan maaf ibunya.

"Kau ingin menemui istrimu?" Tanya Keisha sambil melepas pelukannya.

"Ya, aku ingin menemuinya sebentar, sebelum aku pergi ke kantor." Jawab Sean.

"Masuklah! Mommy ke toilet dulu." Ucap Keisha. Sean mengangguk dan membuka pintu kamar perawatan Fany dan Keisha pun pergi kamar kecil.

Fany enggan menatap ke arah suaminya yang baru saja masuk ke kamarnya dengan kemeja lengkap dengan jas kerjanya.

"Bagaimana keadaanmu? Apa masih ada yang sakit? Kau perlu dokter?" Tanya Sean tidak mendapat respon dari Fany. Setelah mendengar percakapan antara ibu dan anak barusan membuat Fany merasa berada di dalam situasi yang lebih sulit dari yang ia kira.

Ternyata Sean sempat membiarkannya menolak pernikahan itu, tapi ia sendiri yang bersedia menikah dengan Sean karena mendengar hutang budi dirinya pada keluarga Sean dari keluarganya. Dan sekarang, siapa yang salah atas pernikahan ini? Masihkah ia bisa menyalahkan Sean? Tapi, walau bagaimana pun juga jika saja saat itu Sean tidak mengatakan bahwa dirinya adalah calon pilihannya, maka usul menikah itu tidak akan ada. Jadi, Sean adalah satu-satunya orang yang pantas disalahkan saat ini.

Merasa bahwa Fany tidak akan menjawab pertanyaannya, Sean sadar bahwa istrinya masih marah terhadapnya. Sean memang sadar atas kesalahannya. Dan ia menyesal semuanya harus menjadi serumit saat ini. Ia pikir, lambat laun Fany bisa mencintainya. Tapi, ternyata ia hanya bisa membuat Fany semakin membencinya.

"Aku tahu kamu masih marah padaku, untuk itu aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Aku telah memikirkannya semalaman, dan aku mengambil keputusan bahwa aku setuju jika kau menuntut cerai dariku." Ucap Sean datar.

Fany agak terkejut mendengar penuturan Sean barusan. Benarkah ia akan bisa terbebas dari pernikahan sialan ini? Benarkah ia akan benar-benar bisa hidup tenang tanpa Sean?

"Jika kau tidak ingin bicara, aku akan pergi, aku juga sudah meminta seorang pengacara untuk membantumu." Ucap Sean lagi tapi tidak mendapat balasan dari Fany. Disitulah Sean merasa bahwa Fany benar-benar ingin berpisah dari nya. Meskipun ia tidak rela melepaskan Fany, tapi itulah yang terbaik untuknya. Sean pergi tanpa menunggu Keisha kembali. Ia tidak ingin semakin lama berada di dekat Fany, karena itu akan membuat dirinya sulit untuk melepaskan gadis yang masih berstatus sebagai istrinya hingga kini.

Bersambung.....

.........

1
Drezzlle
aku mampir nih kak
Queisha Calandra: terimakasih....!❣️❣️❣️❣️
total 1 replies
iqbal nasution
menarrikk
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!