[Cerita ini hanyalah khayalan Author sahaja, maklum masih pemula.]
Mengisahkan tentang seorang pekerja keras yang rela mengorbankan segalanya demi menyelesaikan tugasnya. Namun, karena terlalu memaksakan diri, dia tewas di tengah-tengah pekerjaannya.
Namun takdir belum selesai di situ.
Dia direinkarnasi ke dunia sihir, dunia isekai yang asing dan penuh misteri. Sebelum terlahir kembali, sang Dewa memberinya kekuatan spesial... meskipun Rio sendiri tidak menyadarinya.
Tujuan Rio di dunia baru ini sederhana, ia hanya ingin melakukan perjalanan mengelilingi dunia, sesuatu yang tak pernah ia lakukan di kehidupan sebelumnya. Tapi tanpa disadarinya, perjalanan biasa itu akan membawanya ke takdir besar…
Di masa depan yang jauh, Rio akan berdiri sebagai sosok yang menentang Raja Iblis Abyron.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KHAI SENPAI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku kembali Guru.
Sesampainya di depan gerbang utama Akademi Veltrana, Rio memandangi bangunan megah itu dengan senyum tipis. Sinar matahari pagi menyinari jubah hitamnya yang bergoyang perlahan ditiup angin.
Rio melirik ke arah Luna yang duduk manis di atas kepalanya.
"Hmm... masuk dari pintu depan bukan gaya kita," bisiknya pelan sambil menarik sebuah topeng kecil dari balik sakunya.
"Jadi sekarang... aku akan memakai topeng ini, lalu kita menyelinap masuk lewat jalur yang lebih... menarik." katanya sambil tersenyum penuh percaya diri.
Luna mengangguk mengerti, matanya berbinar penuh semangat. Ia langsung melompat ke bahu Rio, bersiap untuk beraksi.
Rio mengenakan topengnya. Dalam sekejap, auranya berubah menjadi lebih gelap dan misterius.
"Yuk, Luna. Operasi siluman...dimulai." ucap Rio lirih, sebelum menghilang dari tempat itu tanpa suara, menyelinap melewati celah keamanan akademi, menuju misi pertemuan dengan sang guru... Laira Kagenami.
Rio menyelinap masuk ke dalam Akademi Veltrana lewat atap gedung samping. Gerakannya cepat dan hening, nyaris seperti bayangan yang melintas di malam hari. Topeng hitam menutupi sebagian wajahnya, membuat identitasnya tidak dikenali. Di atas kepalanya, Luna ikut melompat ringan, seolah sudah terbiasa dengan aksi diam-diam Rio.
Namun, di ruang guru utama lantai atas, seorang wanita berdiri mematung di dekat jendela besar.
Laira Kagenami membuka matanya perlahan. Angin tiba-tiba berhembus lewat celah kaca, menggoyangkan tirai lembut berwarna biru langit.
"Ada... yang aneh... aura ini..." gumam Laira sambil mengerutkan kening.
Laira melangkah cepat menuju halaman tengah akademi. Aura itu semakin jelas, dan ia tak ragu lagi, ada penyusup. Setibanya di sana, matanya menyapu sekeliling dengan tajam, lalu berhenti pada sosok berjubah hitam yang berdiri tenang di bawah bayangan pohon besar.
"Siapa kau! Berani sekali menyelinap masuk tanpa ketahuan penjaga!" serunya dengan nada tegas, tangan siap menggenggam pedangnya.
Sosok itu...Rio, tidak segera menjawab. Ia perlahan melangkah keluar dari bayangan, namun wajahnya masih tertutup oleh topeng tipis hitam. Luna tetap diam di atas bahunya, telinga tegak, waspada.
Rio tersenyum kecil di balik topengnya.
"Aku coba tipu guruku dulu ah..." batinnya sambil menahan tawa.
Dengan nada suara yang lebih dalam dan dingin, ia berkata,
"Namaku... Kaito Tsubasa."
Laira mengangkat satu alis, jelas bingung.
"Kaito...? Tsubasa...?" Dia menyipitkan mata, mencoba mengingat. "Maaf, aku nggak kenal."
Ia melangkah lebih dekat, memandangi Rio dari ujung kepala sampai kaki.
Laira berdiri dengan kedua tangan bersilang, matanya tajam menatap sosok bertopeng di depannya.
"Sepertinya… kau bukan orang biasa…" ucap Laira perlahan, aura sihirnya mulai terasa menggetarkan udara di sekeliling.
Rio mengangkat kepala sedikit, menatap lurus ke arah gurunya melalui celah topeng, masih menjaga suaranya tetap dingin dan dalam.
"Ohh, begitu ya... Apa kau mau coba adu kekuatan denganku?" ucap Rio, nada suaranya seakan menantang, namun tetap tenang seperti angin malam.
Laira mengangkat satu alis, lalu tersenyum samar.
"Kau meremehkan aku ya… Boleh." katanya sambil melangkah perlahan ke depan, cahaya magis mulai menyelimuti tangan kirinya.
Luna yang berada di atas bahu Rio langsung berdiri siaga, seolah ikut membaca intensitas bahaya yang mulai meningkat.
Angin di halaman akademi mulai berputar, dedaunan gugur dari pepohonan berputar di sekitar mereka. Beberapa siswa dari lantai atas mulai memandang ke bawah, tertarik oleh aura duel yang mulai memanas.
"Aku tidak suka kekerasan tanpa alasan," ujar Laira, suaranya tenang tapi tajam. "Tapi… ini akan jadi pelajaran bagus untukmu, Tuan 'Kaito'."
Rio tersenyum kecil di balik topengnya.
"Yah... ini jadi menarik." batinnya sambil bersiap.
Rio menyempitkan mata di balik topengnya.
“Sekarang waktunya...” bisiknya perlahan.
Dengan secepat kilat, ia mengaktifkan skill andalannya.... Eyes of Light. Dalam sekejap, dunia di sekitarnya tampak melambat. Daun yang berjatuhan seperti membeku di udara, dan gerakan Laira terlihat melambat bagai aliran air yang ditahan paksa.
Rio menghilang dari tempatnya berdiri… dan muncul tepat di hadapan Laira.
Wuussh!
Begitu skill-nya dimatikan, waktu kembali normal.
Laira terkejut bukan main melihat sosok bertopeng itu tiba-tiba muncul hanya beberapa inci dari wajahnya.
"Apa...!?"
Refleks, Laira langsung melepaskan serangan sihir ke arah wajah Rio.
CRACK!
Topeng Rio retak... lalu pecah berhamburan di udara, memperlihatkan wajah aslinya.
Laira menatap wajah di depannya dengan mata membelalak, napasnya tercekat.
“Be...bentar… apa kau… Rio...?” tanyanya, suaranya bergetar penuh ketidakpercayaan.
Rio hanya tersenyum lembut, matanya hangat menatap sosok yang sangat ia rindukan.
“Aku kembali, Laira… eh, maksudku… Guru.”
Mata Laira langsung membesar. Air matanya menetes begitu saja tanpa bisa ditahan. Dalam satu langkah cepat, ia langsung memeluk Rio erat, seolah tak ingin melepaskannya lagi.
“Rio... Rio! Dasar murid bandel! Aku kira kau… aku kira kau tak akan kembali!” ucapnya sambil terisak.
Rio tersenyum tenang, tangannya perlahan mengelus rambut gurunya yang masih memeluknya.
“Kau ini… masih aja manja, ya…” katanya pelan, suara penuh kenangan.
Dari kejauhan, murid-murid Akademi Veltrana yang lewat di halaman depan hanya bisa melongo melihat adegan penuh emosi itu. Beberapa mulai berbisik-bisik heran, ada pula yang tersipu melihat betapa dekatnya hubungan antara guru dan mantan murid itu.
Langit pagi di atas Akademi Veltrana tampak cerah, seolah ikut menyambut reuni yang sudah lama ditunggu.
lanjut
semangattt/Determined//Determined/
kenapa gk dibuat 180 gitu thor, sekalian halunya🤣