Doa Serena setiap waktunya hanya ingin bahagia, apakah Serena akan merasakan kebahagiaan yang dia impikan? atau malah hidupnya selalu di bawah tekanan dan di banjiri air mata setiap harinya?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita03, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Halaman Tiga Puluh
***
Matahari sudah mulai condong ke barat ketika Serena dan Delina tiba di depan kontrakan mungil mereka. Jarum jam di ponsel menunjukkan pukul tiga sore lewat sedikit. Udara sore terasa hangat, angin semilir berhembus lembut mengusik dedaunan pohon mangga yang tumbuh tak jauh dari gerbang kecil kontrakan.
Serena turun lebih dulu dari mobil taxi, Di tangannya ada dua kantong plastik besar berisi makanan—nasi uduk, ayam goreng, sambal goreng kentang, pastel, lemper, dan beberapa kue basah lainnya. Delina pun membawa dua tas lain, isinya buah-buahan dan beberapa bungkusan rapi yang tampaknya berisi lauk-pauk siap santap.
“Kita kayak baru pulang dari hajatan, ya,” ucap Delina sambil tertawa kecil saat mereka mulai berjalan pelan menuju pintu kontrakan.
Serena mengangguk, ikut tersenyum. “Mama kamu baik banget, Lin. Aku cuma numpang makan siang, eh... malah dibekelin satu dunia.”
“Udah biasa, kok. Kalau Mama tahu aku bawa temen, pasti masaknya sengaja dilebihin. Apalagi kamu, Ren. Sejak tahu kamu tinggal jauh dari keluarga, Mama jadi kayak langsung menganggap kamu anak sendiri.”
Serena menatap sahabatnya itu dengan mata yang sedikit berkaca. Rasa haru memenuhi dadanya. Sudah lama ia tak merasakan sambutan hangat seperti tadi siang. Di rumah itu, tak ada tatapan sinis, tak ada suara tinggi, tak ada celaan. Hanya tawa, obrolan ringan, dan aroma masakan rumah yang menguar dari dapur.
Mereka masuk ke dalam Kontrakan masing-masing, dan aroma makanan yang sempat terbuka dalam perjalanan langsung memenuhi ruangan sempit namun rapi itu. Serena meletakkan semua bawaan di meja makan, kemudian melepas jaketnya dan menggulung lengan baju.
“Kayaknya ini nggak usah masak dua hari ke depan,” gumam Serena sambil membongkar isi kantong plastik. “Ini banyak banget.”
Setelah beres menyimpan sebagian makanan di kulkas mini, Serena duduk di lantai sambil menyandarkan tubuh ke sofa mungil yang ada di sana. “Capek juga, padahal tadi cuma duduk-duduk dan makan.”
Hening sesaat menyapa, Serena memejamkan matanya sejenak, membiarkan tubuhnya beristirahat.
Di luar, suara anak-anak kecil terdengar samar bermain petak umpet. Matahari menembus tirai jendela dan menyisakan cahaya keemasan yang lembut. Sore itu terasa seperti potongan dari hidup yang selama ini Serena rindukan—hidup yang tenang, penuh tawa, dan tanpa tekanan.
Setelah merasa cukup mengistirahatkan tubuh nya, Serena berdiri mengambil Handuk dan pakaian ganti. Dia berjalan ke arah dapur dan masuk ke dalam kamar mandi.
Selang beberapa menit, tubuhnya sudah terasa segar. Perutnya belum begitu lapar. Jadi sekarang ia memutuskan untuk memainkan Ponselnya.
Hari ini tidak ada pesan masuk dari Hafiz, mungkin sedang sibuk. Pikir Serena.
Saat Serena membuka media sosial nya, ada nama Airin yang tiba-tiba nge_follow akun media sosial nya.
Serena tidak nge_follow balik, dia hanya kepo Sedikit melihat postingan-postingan Airin. Tidak ada yang Aneh, tapi dia juga penasaran ingin melihat cerita yang di posting Airin.
Karena tingkat penasaran nya cukup tinggi, akhirnya Serena membukanya dan ternyata Airin memposting sedang makan malam dengan keluarga Hafiz, dengan di beri caption, “Hafiz nya malu-malu nggak mau ikut foto.”
Serena menghela nafasnya, ada sedikit rasa nyeuri di hatinya. “Mereka semakin dekat, seperti nya sebentar lagi juga pasti bakalan ada undangan pertunangan mereka.” Gumam Serena.