Beberapa tahun lalu, Sora dikhianati oleh kekasih dan sahabatnya. Mengetahui hal itu, bukannya permintaan maaf yang Ia dapatkan, Sora justru menjadi korban kesalah pahaman hingga sebuah ‘kutukan’ dilontarkan kepadanya.
Mulanya Sora tak ambil pusing dengan sumpah serapah yang menurutnya salah sasaran itu. Hingga cukup lama setelahnya, Sora merasa lelah dengan perjalanan cintanya yang terus menemui kebuntuan. Hingga suatu hari, Sora memutuskan untuk ‘mengistirahatkan’ hatinya sejenak.
Tanpa diduga, pada momen itulah Sora justru menemukan alasan lain dibalik serangkaian kegagalan kisah cintanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rin Arunika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#24
Keesokan harinya, Sora harus berangkat lebih pagi karena tadi malam Frank mengiriminya pesan.
“Berangkat dulu ya, Nes.” Pamit Sora pada Agnes yang saat itu masih melahap potongan buah apel.
Tanpa menunggu Agnes menjawab ucapannya, Sora melesat mengemudikan Pearl.
“Pagi, Pak.” Sora menyapa Frank yang telah menunggunya di ruangan rapat.
Hanya ada Frank dan sebuah laptop yang Ia operasikan.
“Pagi. Duduk, Ra.” Balas Frank sambil menggeser laptop ke arah Sora.
“Ini...” Sora keheranan dengan sikap Frank saat itu. Namun, tak lama setelah Ia menatap layar laptop itu, tiba-tiba saja kedua mata Sora membulat.
“Kamu lihat? Salah satu vendor kita buat proyek Winterest Tower tiba-tiba batalin kontraknya. Kamu bantu urus biaya pinalti dan lain-lainnya sama bantu tim manajemen buat secepatnya cari vendor penggantinya,” jelas Frank.
“Baik Pak,” Sora mengangguk paham. Sedikit arahan dari Frank barusan sudah cukup jelas baginya.
Sora kemudian berdiri dari tempatnya dengan maksud melaksanakan tugas yang diamanatkan padanya.
Karena kesibukannya mengurus tugas tambahan dari Frank, Sora tak sempat mengecek ponselnya yang saat itu masih dalam mode ‘jangan ganggu’. Baru setelah Sora mulai merasa lelah dengan kesibukannya, sejenak Ia meraih ponselnya dan menyadari bahwa terdapat beberapa panggilan masuk yang tak sengaja Ia lewatkan.
“Hm?” Sora mengernyitkan dahinya, “Bi Lena? Ngapain dia nelpon?” gumam Sora sambil menghubungi kembali Bi Lena.
“Hallo? Kenapa, Bi?” Tanya Sora segera setelah Bi Lena menjawab panggilannya.
Di lain tempat, Bi Lena tampak gusar ketika berdiri di tepi kolam di teras belakang rumah.
“Anu, Non. Dek Agnes, dari tadi ngeluh sakit perut terus. Apa perlu Bibi bawa ke Rumah Sakit, Non?” Tanya Bi Lena ragu.
“Waduh. Iya, Bi. Tolong secepatnya anter dia ke Rumah Sakit, takut kenapa-napa.” Sora jelas begitu khawatir setelah mendengar ucapan Bi Lena.
“Oh, baik Non. Bibi mau panggil ambulans-”
“Bi, nanti Aku hubungin lagi ya. Kerjaanku masih nanggung banget. Makasih, Bi.” Sora segera memutuskan sambungan telpon itu. Gadis itu kembali berkutat dengan laptopnya.
Hari itu, Sora memadatkan kesibukannya secepat yang Ia bisa. Perasaan cemas tentang kondisi Agnes terus membayanginya. Hingga pada akhir sore itu, Sora akhirnya bisa menyelesaikan tugas yang Frank berikan padanya.
“Terlampir penawaran dari beberapa vendor yang tersedia, Pak,” Kata Sora sambil meletakkan sebuah map pada meja kerja Frank.
“Okay. Thank you, Ra. Paling besok kita meeting lagi, kamu stand by, ya.” Ucap Frank sambil meraih map yang Sora berikan.
Setelahnya, Frank mempersilakan Sora untuk kembali melanjutkan kegiatannya. Baik itu kembali bekerja ataupun pulang, pilihan ada di tangan Sora.
Tanpa menunggu lama, Sora memutuskan untuk mengunjungi Rumah Sakit tempat Agnes mendapat perawatan bersama Pearl, sedan putih kesayangannya.
#
Dengan selang infus yang menempel di lengan kirinya, Agnes terlihat begitu lemas terbaring tak sadarkan diri di ranjang perawatan ditemani Bi Lena yang duduk di sebelahnya. Saat itu Agnes telah dipindah ke ruang rawat inap.
Pada momen itu, Bi Lena mendapat telpon dari Sora yang masih terjebak kemacetan lalu lintas.
“Apa katanya, Bi? Usus buntu?” Tanya Sora pada Bi Lena melalui sambungan telpon itu.
“Iya, Non. Kata dokternya, Dek Agnes ini kena usus buntu. Jadi harus segera dioperasi sebelum usus buntunya pecah,” jawab Bi Lena pada Sora.
“Hmm… Aku titip Agnes dulu ya, Bi. Kayaknya aku mau pulang dulu aja. Macet banget. Udah gitu mau bersih-bersih dulu. Makasih, Bi”
“Iya, Non. Hati-hati di jalannya,” Jawab Bi Lena sesaat sebelum sambungan telponnya terputus.
“Agnes… Agnes…” Sora mengambil nafas dalam. Perasaannya masih diliputi kekhawatiran tentang Agnes.
#
Di lain tempat, Giovanni tampak terus merekahkan senyumnya ketika Ia mengoperasikan ponselnya.
“Kata aku juga apa… Kamu harusnya bersyukur Mevine gak jadi resign dari perusahaan itu…” Kata Giovanni sambil mengulum senyum.
Dari arah dapur lalu terlihat Rayn datang dengan membawa sebuah kaleng minuman bersoda.
“Apa katanya?” Tanya Rayn sambil menghampiri Giovanni yang tengah merebahkan tubuhnya di sofa.
“Ini, Mevine. Dia bilang kalau dia udah dapet salinan proyek kantor mereka. Yang tadi kita juga dihubungin buat ngasih penawaran… Kata dia, penawaran kita paling bagus,” ungkap Giovanni bangga.
“Tapi yakin kita yang dipilih?” Rayn menautkan kedua alisnya.
“Ya harusnya sih iya. Masa penawaran sebagus itu gak dilirik,”
“Udah ngabarin tim pemasaran, kan?” tanya Rayn.
“Aman. Udah diatur… Mevine juga udah ngatur tim dia buat pertimbangin kita.”
“Bagus.” Jawab Rayn singkat sambil meneguk minuman kaleng ditangannya.
Hubungan kedua pria itu sangatlah akrab dan erat. Selain mereka sama-sama dari golongan elf, urusan pekerjaan juga membuat interaksi mereka semakin meningkat. Tak heran jika Rayn mengizinkan Giovanni untuk tinggal di hunian mewah miliknya. Apalagi sekarang Giovanni cukup membantunya menghadapi urusan Sora, atau sekarang bisa disebut Yisha.
“Ngomong-ngomong, soal tanaman kehidupan Yisha. Menurutmu bagaimana kalau Aku sendiri pergi ke Hutan Kegelapan?” Tanya Rayn sambil menatap Giovanni.
“Jaga ucapanmu itu,” sahut Giovanni, “Kau ini seperti tidak tahu saja betapa bahayanya perjalanan menuju tempat itu. Tidak mungkin untuk pergi ke tempat itu sendirian, Rayn”
“Tapi Gi… Aku khawatir--”
“Kita semua sama cemasnya denganmu, Rayn. Tapi kita juga tidak bisa membahayakan diri kita sendiri.” Giovanni tak menunggu Rayn menyelesaikan ucapannya. “Bersabarlah, Rayn. Kita tunggu sampai Yisha mendapatkan kembali ingatannya. Dengan begitu, kita akan mudah menemukan pohon kehidupan miliknya.”
Rayn hanya membiarkan tubuhnya tersandar pada sofa tanpa menjawab ucapan Giovanni. Ia akui bahwa bagaimanapun dirinya mencemaskan Yisha, situasi dan keadaan saat itu memang belum memungkinkannya untuk berbuat lebih. Dan lagi, jauh dalam hatinya, Rayn masih merasa terlalu takut untuk kehilangan sosok yang telah Ia tunggu sejak lama.
#
Aroma bunga lavender yang lembut seolah menyambut kedatangan Sora di ruang rawat inap Agnes. Saat itu, Bi Lena memang baru selesai menuang cairan minyak aromaterapi pada mesin diffuser yang berada di sana.
Agnes yang telah tersadar dari efek obat-obatan itu kini setengah terbaring menatap Sora yang baru datang dari balik pintu.
“Nes..” Lirih Sora seraya mempercepat langkahnya menghampiri Agnes setelah Ia menaruh sebuah paper bag di atas nakas.
“R-ra…” Suara Agnes terdengar parau.
“Nes… Aku khawatir banget ngelihat kamu. Kamu udah dikasih tahu dokter?” Tanya Sora sambil meraih jemari Agnes.
“Iya, Ra. Dokter udah ngasih tahu kondisi Aku. Dan kata dia, aku harus, dioperasi…” Suara Agnes terdengar tersengal-sengal.
“Kamu mau ya, Nes?” Sora menatap Agnes lekat-lekat. Jelas sekali Ia tengah meminta persetujuan atas pertanyaannya barusan.
“Dari mana Aku dapet uang sebanyak itu buat operasi, Ra?” Kedua mata Agnes tampak berkaca-kaca.
“Kamu gak usah khawatir urusan biayanya. Kita ikutin apa kata dokter, ya? Biar kamu cepet sehat lagi.” Tegas Sora pada Agnes.
Tak terasa bulir air mata itu meluncur dari pelupuk mata Agnes. Segera Ia merengkuh tubuh Sora dan mendekapnya erat.
“Makasih banyak, Ra…” Kata Agnes sambil terisak.
“Ya sudah. Kamu sekarang istirahat ya, Nes. Aku sama Bi Lena mau pulang dulu buat bawa kebutuhan yang lain. Nanti kamu ditemenin Bi Lena lagi.” Ucap Sora sambil menyeka air mata Agnes yang membasahi pipinya.
Kemudian Sora meraih paper bag yang sebelumnya Ia letakkan di atas nakas dan memberikannya pada Agnes. "Ini. Hubungin Aku kalau kamu butuh apa-apa," kata Sora
Agnes sempat bertanya-tanya tentang apa yang saat ini Sora berikan padanya. Lalu setelah Agnes mengeluarkan barang dari dalam paper bag itu, kedua mata Agnes kembali terlihat berkaca-kaca.
Sebuah ponsel yang baru dibeli dengan kotaknya yang masih tersegel rapi beserta sebuah sim card baru kini berada di dalam genggaman Agnes.
"Maaf, Nes. Aku belum sempet urus aktivasinya," Sora menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak terasa gatal itu.
Agnes hanya menganggukkan kepalanya. Ia tak terpikirkan lagi kalimat yang pantas untuk menjawab semua perhatian yang Sora berikan padanya.
Sesuai dengan ucapannya tadi, Sora dan Bi Lena kini bergegas meninggalkan ruangan rawat inap Agnes.
Mereka berdua kini berdiri tegak di depan lift dan menunggu lift itu terbuka. Tepat di sebelah lift itu terdapat sebuah pot yang ukurannya cukup besar namun tanaman dalam pot itu terlihat kering dan hampir mati. Entah kenapa, saat itu Sora terus menatap tanaman sekarat itu.
‘Coba aja kalau tanamannya seger, pasti bagus…’ pikir Sora sambil menyentuh ujung daun tanaman itu.
Aneh. Tanaman itu mulai kembali menghijau dan terlihat segar. Siapapun yang melihat kejadian itu tentu akan merasa takjub dan keheranan. Termasuk Sora.
“Whoaa…!” Gadis itu terperanjat dan spontan meraih lengan Bi Lena.
“E, eh, eh… Ada apa lho, Non?” Bi Lena yang sebenarnya menyaksikan kejadian itu bersikap seolah Ia tak tahu apa yang terjadi. Dan sekarang ini Bi Lena dikejutkan dengan cairan merah yang mengalir dari salah satu lubang hidung Sora. “Non. Kok Non mimisan?!”
“Eng, ini gak apa-apa kok, Bi. Aku tadi cuma kaget ada cicak…” Sora berbohong sambil menyeka cairan merah itu.
“Ya ampun Non…” Bi Lena menyimpan baik-baik kejadian itu dalam ingatannya.
#
•
•
•
Hallo temen-temen readers!
Better crazy up apa one day one chapter?
A. Crazy up aja, penasaran!!!
B. One day one chapter juga oke...
C. Gak ada cerita lain lagi nih Rin?
Ditunggu jawabannya di kolom komentar yaaa, hehehehh.... Thank youuu ♡♡♡♡♡♡