menjadi sukses dan kaya raya tidak menjamin kebahagiaanmu dan membuat orang yang kau cintai akan tetap di sampingmu. itulah yang di alami oleh Aldebaran, menjadi seorang CEO sukses dan kaya tidak mampu membuat istrinya tetap bersamanya, namu sebaliknya istrinya memilih berselingkuh dengan sahabat dan rekan bisnisnya. yang membuat kehidupan Aldebaran terpuruk dalam kesedihan dan kekecewaan yang mendalam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni Luh putu Sri rahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
Setelah menyiapkan pakaian kerja untuk Aldebaran Lilia kembali ke dapur. Ia berdiri di atas tingklik, ia berjinjit sedikit saat memeras jeruk. Meskipun usah menggunakan tingklik, tinggi tubuhnya masih kurang untuk bekerja dengan leluasa di dapur.
Dengan hati-hati, ia mengambil pisau yang tampak lebih besar dari tangannya, lalu lilia mulai memotong. Setelah satu potongan di letakan di alat pemeras, tiba-tiba tingklik yang ia pijak goyah. Lilia kehilangan keseimbangan dan terjatuh kebelakang, sementara air jeruk yang baru saja ia peras tumpah, membasahi seragam sekolahnya.
"Kyaaa!"
Aldebaran yang baru saja turun dari lantai dua, melihat Lilia sudah duduk di lantai dengan tumpahan jus jeruk di lantai.
"Lilia!?"
Aldebaran menghampiri Lilia dengan sedikit tergesa, wajahnya panik takut terjadi sesuatu pada gadis itu. "Apa yang terjadi? Apa kau terluka?" tanya Aldebaran, memeriksa keadaan Lilia setelah ia berada di dekat Lilia, dengan sedikit panik.
Aldebaran berjongkok di samping Lilia, memeriksa keadaan gadis itu.
Mata Aldebaran tertuju pada seragam sekolah Lilia yang masah, Aldebaran melirik tumpahan jus jeruk yang menyebar di permukaan kain yang menempel di lekuk tubuh mungil Lilia, dengan jelas memperlihatkan payudara Lilia yang membuncit di bawahnya. Aldebaran langsung mengalihkan pandangannya, merasa bersalah karena menatap kesopanan Lilia yang tak terurus.
Ia bangkit, dan mengambil beberapa serbet dari meja dapur, lalu berlutut di hadapan Lilia. Dengan lembut, ia mulai membersihkan tumpahan jus jeruk di seragam Lilia, mencoba menyerap sebanyak mungkin tumpahan jus jeruk.
"Maafkan Papa, sayang." Gumam Aldebaran, suaranya di penuhi permintaan maaf. Saat Aldebaran membersihkan seragam Lilia, jari-jarinya menyentuh kain yang basah, merasakan panas kulit Lilia melalui permukaan kain yang basah. Aldebaran menelan ludah, mencoba mengabaikan reaksi tubuhnya terhadap sentuhan yang tidak sengaja itu.
Setelah membersihkan tumpahan sebanyak Mungin, Aldebaran duduk bersandar pada tumitnya dan menatap Lilia dengan senyum masam. "Papa khawatir noda itu akan tetap ada untuk sementara waktu, Lilia. Bagaimana kalau kau coba pergi ke kamar mandi dan coba bersihkan dengan air dingin?"
Aldebaran berdiri perlahan, mengulurkan tangannya untuk membantu Lilia berdiri. Saat itu Lilia meletakan tangannya yang lebih kecil di tangan Aldebaran, Aldebaran tak dapat menahan diri untuk tak memperhatikan kelembutan kulit Lilia, tulang-tulang halus di bawahnya. Aldebaran meremas tangan Lilia dengan lembut sebelum melepaskannya, membuka pintu kamar mandi.
"Bersihkan seragammu, Lilia. Papa akan ambilkan handuk." kata Aldebaran sebelum akhirnya ia pergi, membiarkan Lilia membersihkan diri di kamar mandi.
Mata Aldebaran tanpa sengaja tertuju pada rok lipit Lilia yang basah, ia meliat bagaimana rok itu menempel di tubuh bagian belakang gadis itu dan membentuk sempurna bokongnya. Ia memperhatikan bagaimana tubuh mungil itu bergerak dan bergoyang saat Lilia berjalan ketika gadis itu akan menutup pintu kamar mandi.
"Sial! Kenapa aku memperhatikan putri angkatku seperti ini!!! Apa yang terjadi padamu Aldebaran?! Otakmu sudah gila, Aldebaran!!" geramnya dalam hati, namun rona merah di wajah Aldebaran tak bisa berbohong, ia bisa merasakan darahnya terpompa deras dan memanas di dalam tubuhnya.
Di lorong koridor apartemennya, Aldebaran berjalan gontai menuju lemari penyimpanan, ia masih merasakan debaran jantungnya yang berdetak lebih cepat dari biasanya, dan darahnya yang terpompa di urat-uratnya terasa panas.
"Sial!! Kenapa aku jadi seperti ini!! Sadarlah Aldebaran! Lilia itu masih anak-anak, dia juga putrimu..." gumam Aldebaran, ia mencoba mengendalikan gejolak emosi yang ia rasakan.
Di dalam lemari penyimpanan yang berada di atas mesin cuci, Aldebaran mengambil sebuah handuk bersih. "Rasanya sangat nyata..." Gumam Aldebaran, ia meremas dadanya merasakan debaran jantungnya yang cepat.
"Sial! Kenapa kau malah menginginkannya?!" tidak! Ini tidak benar!! Aku tidak boleh merasakan hal semacam ini terhadap Lilia." Gumamnya, mencoba menekan hasratnya.
"aku tidak mungkin memiliki niat untuk menodai putri angkatku sendiri!" Jeritnya dalm hati, frustasi terhadap apa yang sedang ia rasakan.
Aldebaran mencengkram erat handuk di tangannya, tanpa ia sadari ia bayangannya kembali ke saat ia tanpa sengaja merasakan betapa lembutnya permukaan kulit Lilia yang bersentuhan dengan jari-jari tangannya, sebuah sentuhan yang tak sengaja yang Aldebaran lakukan saat ia membersihkan tumpahan air jeruk di seragam sekolah Lilia, dan bagaimana dada gadis itu membulat dan menempel sempurna di bawah kain basah itu.
Wajah Aldebaran kembali memerah dan memanas, ia menggeleng cepat, berusaha menghilangkan bayangan tubuh mungil Lilia yang basah.
setelah mencoba menenangkan gejolak dalam dirinya, Aldebaran kembali ke kamar mandi sambil membawa handuk kering di tangannya.
Di depan pintu kamar mandi, Aldebaran menghela nafas panjang, ia berdiri beberapa saat belum akhirnya tangan kanannya terangkat dan mengetuk pintu dengan pelan.
"Lilia, sayang. Papa bawakan handuk kering." katanya gugup.
hening sejenak, sebelum akhirnya kenop pintu bergerak pelan dan pintu kamar mandi terbuka dengan pelan. Dari celah pintu tangan mungil dan ramping Lilia terjulur dari dalam kamar mandi, kulitnya pucat dan lembut tanpa cacat.
Aldebaran menatap tangan Lilia yang terulur, sebelum ia memberikan handuk.
"terima kasih, Papa." kata Lilia, dari balik pintu kamar mandi dan menarik kembali tangannya yang mungil kembali ke dalam.
"iya." jawab Aldebaran singkat. sebelum akhirnya Aldebaran kembali ke dapur dan membereskan tumpahan jus jeruk di lantai.
Setelah membersihkan tumpahan jus di lantai, Aldebaran menyiapkan kopi untuk dirinya, sesekali pandangannya tertuju pada pintu kamar mandi di sudut ruangan ia masih mendengar suara air yang mengalir dari keran air di dalam kamar mandi.
Kemudian pandangannya kembali pada cangkir kopi di tangannya. pandangan pria itu terlihat tenang namun di dalam hatinya bergejolak emosi dan perasaan yang tak pernah ia bicarakan tumbuh di selama ini. Kemudian Aldebaran menyesap kopinya.
Baru saja Aldebaran meneguk kopi dari dalam cangkir, ia mendengar suara kenop pintu yang terbuka dari arah kamar mandi di sudut ruangan, perlahan pintu itu terbuka...
"?!"
Mata Aldebaran terbelalak kaget, ketika ia melihat Lilia yang keluar dari kamar mandi hanya memakai handuk yang membalut tubuh mungilnya. Sampai-sampai membuat Aldebaran tersedak oleh kopinya karena dengan tak sengaja mengarahkan pandangannya pada tubuhku mungil yang hanya terbalut handuk itu.
"Tubuhnya... Sial!" geram Aldebaran dalm hati.
Lilia yang mendengar Aldebaran terbatuk karena tersedak, dengan perlahan mengalihkan pandangannya ke meja makan yang bersebrangan dengan kamar mandi lantai bawah. Hening beberapa saat, Lilia dan Aldebaran saling memandang untuk beberapa detik namun cukup untuk membuat darah Aldebaran memanas dan jantungnya terpompa.
Setelah beberapa saat yang terasa selamnya, Lilia memalingkan pandangannya dari Aldebaran yang masih memandanginya tanpa sadar, wajahnya memerah karena malu, ketika ia menyadari Aldebaran memperhatikan tubuhnya yang hanya terbalut handuk, sebelum akhirnya Lilia dengan setelah berlari menaiki tangga.
Bersambung.....
sukses buat novelnya, jangan lupa support baliknya di novel baru aku ya 🙏☺️