Hanum Salsabiela terpaksa menerima sebuah perjodohan yang di lakukan oleh ayahnya dengan anak dari seorang kyai pemilik pondok pesantren tersohor di kota itu. Tidak ada dalam kamus Hanum menikahi seorang Gus. Namun, siapa sangka, Hanum jatuh cinta pada pandangan pertama saat melihat sosok Gus yang menjadi suaminya itu. Gus Fauzan, pria yang selalu muncul di dalam mimpinya, dan kini telah resmi menikahinya. Namun siapa sangka, jika Gus Fauzan malah telah mencintai sosok gadis lain, hingga Gus Fauzan sama sekali belum bisa menerima pernikahan mereka. “Saya yakin, suatu saat Gus pasti mencintai saya“ Gus Fauzan menarik satu sudut bibirnya ke atas. “Saya tidak berharap lebih, karena nyatanya yang ada di dalam hati saya sampai sekarang ini, hanya Arfira..” Deg Hati siapa yang tidak sakit, bahkan di setiap malamnya suaminya terus mengigau menyebut nama gadis lain. Namun, Hanun bertekad dirinya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Julia And'Marian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 10
"Adik bayinya tampan sekali, Masya Allah.." Hanum menatap bayi mungil yang ada di dalam box bayi itu. Ini anak yang keempat paman dari Gus Fauzan, adik ummi Sekar.
"Kamu juga nanti pasti punya yang kayak begini, atau mungkin kamu punya yang versi imut, anak perempuan." Sahut bibik Gus Fauzan itu.
Gus Fauzan memutar bola matanya jengah, dirinya sama sekali tidak tertarik dengan obrolan mereka.
Sedangkan Hanum tersenyum miris, itu hanya mimpi saja, nyatanya dirinya tak mungkin bisa memiliki keturunan dengan Gus Fauzan, bagaimana mungkin suaminya saja sama sekali tidak mencintainya bahkan Gus Fauzan sama sekali tidak menginginkannya.
"Bibik doakan semoga cepat hamil ya, dan punya keturunan yang shaleh dan shalihah."
Hanum hanya tersenyum saja membalas perkataan bibik dari Gus Fauzan itu.
"Makasih ya, ummi juga selalu mendoakan semoga rumah tangga anak ummi sakinah mawadah warahmah, ummi udah senang sekali dan bahagia sekali punya menantu seperti Hanum ini." Timpal ummi Sekar yang baru saja datang menghampiri mereka semuanya, ummi Sekar menoleh ke arah Hanum dan tersenyum lembut, namun saat melihat Gus Fauzan ummi Sekar menatap tak suka pada anaknya itu. Entahlah seperti ada yang berbeda melihat ekspresi ummi Sekar ini.
"Jelas dong, kalau aku saja punya mantu seperti Hanum ini pasti seneng banget, semoga aja Reyhan segera menikah dan punya istri seperti istrinya Fauzan ya mbak"
"Amiin. Tapi Reyhan juga harus tau diri kamu punya istri seperti Hanum ini, dia harus bisa menerimanya, jangan nanti tidak bersyukur." Seru ummi Sekar, matanya sambil melirik ke arah Gus Fauzan yang tersentak mendengar perkataan ummi-nya itu.
"Mbak Sekar ini, ada-ada saja lah. Pastinya Reyhan bersyukurlah. Dia juga pingin punya pasangan yang baik,"
"Terkadang ada orang yang memang kurang bersyukur, Yan. Udah ada di depan matanya mutiara indah, eh malah mengelana lagi, mau cari yang entah seperti apa. Di kiranya yang di cari itu sudah baik seperti yang di punya apa." Sahut ummi Sekar, dan Gus Fauzan semakin merasa tertohok dengan perkataan sang ummi.
"Nah kali itu mah, pantasnya di tinggal aja mbak, pria seperti itu nggak patut dapat yang baik. Dia pasti berjodohnya sama yang memiliki sifat seperti dia juga."
Ummi Sekar mengangguk. "Iya, dan sepertinya orang itu–"
"Ummi, bibik, kenapa bahas kayak begituan sih? Kayak nggak ada bahan yang lain di bahasnya" seru Ramiah yang rasanya tak suka dengan pembahasan keduanya.
Bibiknya terkekeh. "Maaf ya, kita bahas lain saja, bagaimana kalau kita bahas tentang Ramiah yang kemarin dapat peringkat pertama di sekolahan? Masya Allah, Ramiah ini hebat sekali, bibik belum mengucapkan selamat pada keponakan bibik ini," lalu mereka berbincang-bincang hal yang lain, sampai waktu semakin malam, dan keluarga kyai Al-Ghazali pamit pulang.
"Ya ampun, Fauzan lupa, ummi. Tadi Fauzan ada janji ketemu sama teman Fauzan. Fauzan boleh naik taksi saja tidak ummi?" Ucap Fauzan.
Ummi Sekar memicingkan matanya, membuat Gus Fauzan tergeragap.
"Ummi, masih jam sepuluh. Masih ada waktu lebih lama lagi" kata Gus Fauzan,
Ummi Sekar menghela nafasnya kasar. Kepalanya mengangguk. "Yasudah, kamu hati-hati ya,"
Senyum di bibir Gus Fauzan merekah, dirinya langsung mengangguk, namun saat ingin melangkahkan kakinya menuju ke mobil taksi yang sudah di pesannya itu, perkataan ummi Sekar membuat Gus Fauzan menghentikan langkahnya.
"Hanum, kamu ikut dengan suami kamu. Sepertinya Hanum juga belum di kenalkan oleh teman-teman suami kamu," ucap ummi Sekar, membuat Gus Fauzan kembali membalikkan tubuhnya lagi.
"Ummi! Di sana laki semuanya, kayaknya nggak cocok deh kalau Hanum ikut sama Fauzan." Protes Gus Fauzan.
"Kenapa memangnya? Kamu keberatan kalau istri kamu ikut? Padahal nggak masalah kalaupun di sana laki semuanya, Hanum bisa pergi dengan Ramiah juga untuk menemaninya."
"Ummi–"
"Hanum di rumah saja ummi. Hanum juga capek." Hanum menyela perkataan Gus Fauzan. Membuat Gus Fauzan tersenyum samar.
Ummi Sekar tampak ingin protes lagi, dirinya ingin Hanum tetap ikut pada Gus Fauzan, namun kyai Al-Ghazali menyudahi perkataan mereka. Kyai Al-Ghazali meminta Gus Fauzan pergi, dan Hanum kembali ke pondok pesantren.
Terpaksa ummi Sekar membiarkan anaknya itu pergi, walaupun hatinya benar-benar tidak tenang.
Sedangkan Hanum, dirinya menghela nafasnya kasar, tak mempermasalahkan suaminya pergi, dirinya berharap suaminya bisa menjaga dirinya.
*
*
*
Tok tok tok
Suara pintu di ketuk membuat Hanum langsung berjalan ingin membuka pintu rumah. Hanum memang masih duduk di kursi yang ada di ruang tamu, dirinya memang menunggu kepulangan suaminya yang sudah pukul dua belas tapi belum pulang juga. Hanum resah, Hanum takut terjadi sesuatu pada Gus Fauzan.
Saat membuka pintu rumah itu, Hanum tersentak saat melihat kondisi suaminya, suaminya dalam keadaan tak baik-baik saja, Gus Fauzan babak belur dan kini sedang memegangi perutnya. Gus Fauzan juga di papah oleh satpam yang berjaga di depan pondok pesantren itu.
"Astaghfirullah, mas." Seru Hanum.
"Saya tidak tau Ning. Tadi saya melihat Gus Fauzan sudah dalam keadaan seperti ini saat keluar dari dalam mobil taksi. Dan saya langsung membawa Gus Fauzan kemari."
"Makasih ya pak, saya ambil alih ya." Ucap Hanum, lalu dengan perlahan mengambil alih memapah tubuh suaminya itu. Walaupun awalnya Gus Fauzan memberontak dan tidak ingin di sentuh oleh Hanum, tapi terpaksa dirinya mau karena Hanum memaksanya.
"Ummi sama Abi dan Ramiah sudah tidur, jangan berteriak mas, yang akan membangunkan mereka." Ucap Hanum.
Gus Fauzan bungkam, dirinya pasrah saja saat di papah menuju ke dalam kamar.
Sampai di dalam kamar, Hanum merebahkan tubuh suaminya itu di atas ranjang sana. Lalu dirinya segera pergi mencari kotak obat.
Tidak membutuhkan waktu lama, Hanum sudah menemukannya, Hanum langsung berniat mengobati luka yang ada di bibir suaminya itu.
"Kamu mau apa?!" Sentak Gus Fauzan dengan mata yang melotot saat Hanum ingin mendekatkan dirinya.
"Saya cuman mau obati luka Gus. Jangan banyak berbicara, yang akan membuat luka Gus semakin parah." Kata Hanum, lalu menyingkirkan tangan Gus Fauzan dan memaksa mengobati luka itu.
Gus Fauzan mendelik, ingin mengelak, namun saat kapas yang sudah di basahi oleh air alkohol itu menyentuh lukanya, Gus Fauzan meringis.
"Sssshhh pelan-pelan." Ucap Gus Fauzan pelan.
Hanum tersenyum tipis, lalu dengan perlahan mengobati luka suaminya itu. Sampai selesai, Hanum bahkan menutup tubuh Gus Fauzan dengan selimut.
"Terimakasih" ucap Gus Fauzan, namun tanpa sedikitpun menatap Hanum.
Hanum mengulum bibirnya, kepalanya mengangguk, lalu segera pergi dari sana, dirinya akan tidur di sofa,
Gus Fauzan memejamkan kedua matanya,
*
*
Tengah malam...
"Aduh..."
Hanum tersentak saat mendengar suara Gus Fauzan, dirinya langsung menyibak selimut, dan langsung menghampiri suaminya yang sedang merintih sambil memegangi kepalanya.
Hanum dengan tangan yang bergetar terulur mengecek suhu tubuh Gus Fauzan.
"Astaghfirullah kamu demam, mas."
"S--- sakit"
"Sebentar ya, saya cari obat dulu."
Hanum langsung bergegas mencari obat untuk Gus Fauzan,
Setelah dapat, dirinya langsung membantu suaminya itu untuk minum.
Gus Fauzan memejamkan matanya kembali, walaupun bibirnya terus bergetar, karena dirinya demam juga.
Hanum mencari selimut lagi, dan membentangkannya di tubuh Gus Fauzan lagi. Hanum juga meraih remot AC dan mengatur suhu kamar itu.
Sampai Hanum melihat Gus Fauzan sudah tidak menggigil lagi, dan Hanum bisa bernafas dengan lega.
Hanum ingin kembali ke sofa lagi, namn tubuhnya di buat membeku saat mendengar suara Gus Fauzan.
"Arfira, jangan pernah tinggalkan saya, tunggu saya, karena saya akan menikahi kamu"
Deg
...
ada yah Gus macam itu
🤦🤦🤦🤦
bikin Emosi dan Kesel soal Gus Abal-abal yg sok Suci dan Bener itu 😡😤
biar ucapannya dilihat sendiri... siapa yg demikian hina nya melakukan apa yg dituduh kan nya itu 😡😡😡😤
itulah akibat nya, bergaul dengan lawan jenis walau disebut Klien..
intinya Barangsiapa telah melanggar aturan Alloh, pasti ada Akibat yg di Tanggung nya !!!