Aku sangka setelah kepulanganku dari tugas mengajar di Turki yang hampir 3 tahun lamanya akan berbuah manis, berhayal mendapat sambutan dari putraku yang kini sudah berusia 5 tahun. Namanya, Narendra Khalid Basalamah.
Namun apa yang terjadi, suamiku dengan teganya menciptakan surga kedua untuk wanita lain. Ya, Bagas Pangarep Basalamah orangnya. Dia pria yang sudah menikahiku 8 tahun lalu, mengucapkan janji sakral dihadapan ayahku, dan juga para saksi.
Masih seperti mimpi, yang kurasakan saat ini. Orang-orang disekitarku begitu tega menutupi semuanya dariku, disaat aku dengan bodohnya masih menganggap hubunganku baik-baik saja.
Bahkan, aku selalu meluangkan waktu sesibuk mungkin untuk bercengkrama dengan putraku. Aku tidak pernah melupakan tanggung jawabku sebagai sosok ibu ataupun istri untuk mereka. Namun yang kudapat hanyalah penghianatan.
Entah kuat atau tidak jika satu atap terbagi dua surga.
Perkenalkan namaku Aisyah Kartika, dan inilah kisahku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 12
Bagas tersenyum hangat, "Sayang, ayah nggak kemana-mana kok. Ini ayah mau ke apartemen. Rendra sama bunda dulu ya. Ayah selalu tunggu Rendra dan bunda untuk pulang sama-sama. Putra ayah jangan nakal ya sayang!"
Melihat pemandangan didepanya, kedua mata Aisyah seketika memanas dengan cepat. Apa yang harus dia lakukan saat ini. Apa dia harus mengorbankan kebahagiaan putranya demi keegoisan hatinya. Ya Tuhan, hatinya benar-benar bimbang. Namun jika dia masih tetap bertahan, jiwanya bagaikan terbunuh namun tidak mati.
Tes..
Satu persatu air mata Aisyah menetes diwajah cantiknya. Jilbab bewarna merah muda itupun ikut basah karena airmatanya. Dengan cepat Aisyah mengusapkan secara kasar, karena Bagas berhasil mendongak menatapnya.
Menghindar tatapan suaminya, Aisyah mencoba memegang sebelah pundak sang putra dengan suara yang begitu lembut, "Sayang, ayo kita masuk. Ayah masih......"
"Bunda, Rendla mohon...!! Kita pulang ke aparteman ayah. Rendla ingin bobog dengan ayah juga bunda!" Narendra berhasil menyela ucapan bundanya dengan raut wajah memohon.
Bocah kecil itu menarik bibirnya kebawah dengan isakan kecil yang keluar dari bibirnya.
Melihat cucunya seperti saat ini, bu Sinta merasa ikut sedih, karena bocah sekecil Narendra sudah merasakan pahitnya rumah tangga kedua orangtuanya. Dia lantas berjalan kedepan sembari menepuk pelan pundak Aisyah.
"Sayang...ikutlah pulang dengan suamimu. Bicarakan baik-baik masalah kalian. Bunda hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk kalian, begitu juga cucu omah," ditatapnya wajah Narendra dengan penuh cinta. Dia kemudian menatap kearah sang menantu, "Bagas, bunda hanya berpesan padamu nak. Jangan pernah kamu menyatukan kedua bunga didalam rumah, jika kamu tidak bisa menyiraminya secara adil. Pulanglah, bahagiakan cucu omah!"
Bagas mengangguk patuh, seolah baru saja mendapat angin segar dari sang mertua. Dia lantas menatap Aisyah dan berkata, "Ayo Ara... Bersiaplah! Aku tunggu kamu disini!"
Aisyah menatap bu Sinta dengan tatapan ragu sebelum dia masuk kembali kedalam, untuk mengambil beberapa pakaiannya dan kebutuhan Narendra.
Setelah selesai, Aisyah berpamitan pada kedua orang tuanya dan juga sang kakak, untuk mengikuti Bagas menuju aparteman miliknya.
"Jaga adiku dengan baik!" tegas Mahardika memberi peringatan pada adik iparnya itu.
"Terimakasih mas. Saya permisi dulu. Mari...!" balas Bagas dengan segan.
Mobil Bagas melaju dengan kecepatan sedang menuju ke aparteman pribadi miliknya, yang dulu dia hadiahkan untuk Aisyah.
** **
Sebelum pergi keluar, Melati menatap kembali kearah meja makan yang masih utuh tak tersentuh tangan sedikitpun. Rasa kecewa dan juga geram menyatu seakan mengalir dalam darahnya saat ini.
'Kamu keterlaluan mas Bagas! Sudah dua malam kamu tidak pulang. Dan aku yakin, kamu pasti sedang bersama Aisyah saat ini. Tunggu saja, setelah masalahku selesai, aku tidak akan biarkan kalian hidup dengan tenang. Terutama kamu Aisyah!!'
Melati mendesah kuat sembari mengepalkan sebelah tangan kuat. Sorot matanya menajam lurus menatap hidangan yang telah dingin diatas meja.
Setelah itu, dia segera beranjak dari sana menuju pintu depan, karena malam ini dia akan menemui seseorang yang dimana sebelumnya dia sudah membuat janji.
Mbok yem yang baru saja selesai dari belakang sontak mengernyit saat melihat penampilan istri kedua tuan mudanya begitu menarik mata. Memang Melati memakai dress ketat bewarna maron yang hanya sebatas paha saja.
"Mau kemana non Melati malam-malam begini dandan seperti itu. Apa mau menemui tuan Bagas ya? Tapi, masak sudah pukul segini mereka mau ke kondangan, kan nggak mungkin ya. Ah sudahlah, urusan mereka!" gumam mbok Yem menerka-nerka kemana perginya istri pertama dari Bagas.
Baru selangkah membalikan badan, pelayan tua itu merasa tidak tenang sebab melihat istri kedua dari tuanya berdandan tidak seperti biasa. Mbok Yem berdiam sejenak, lalu segera merogoh ponsel yang berada disaku depan dengan raut wajah tidak tenang.
"Kemana ya tuan Bagas? Kok nggak diangkat-angkat ya?!"
Mbok Yem terus menggerutu karena panggilannya belum juga terjawab oleh tuan mudanya.
Sementara dilain tempat, tepatnya didalam mobil, Bagas yang sedang fokus dalam menyetir sejak tadi tidak dapat menyembunyikan kebahagiaanya karena berhasil membawa sang istri serta putranya untuk pulang.
Senyum pria tampan itu terus merekah sampai-sampai ponselnya yang tengah berdering berkali-kali, terabaikan begitu saja.
Aisyah masih dalam posisi duduk dengan tenang sembari memangku sang putra yang tengah tertidur pulas. Ditengah keheningan yang tercipta, ponsel Bagas yang terus berdering akhirnya mampu meluruhkan jiwa Aisyah untuk menegur sang suami, karena suara getaran ponsel itu menggangu ketenangan sang putra.
"Lebih baik kamu angkat saja mas! Aku hanya tidak ingin Narendra terganggu dari tidurnya, akibat suara deringan ponselmu!" tegur Aisyah yang masih menatap lurus kedepan.
Bagas menoleh sekilas, lalu segera mematikan ponselnya tanpa melihat siapa orang yang baru saja menelfon.
"Aku sudah menonaktifkan. Jangan risau!" katanya dengan lembut, namun terkesan menyebalkan bagi telinga Aisyah.
** **
Melati menyerahkan mobilnya pada pihak staff hotel untuk diparkirkan dilosmen parkir.
Dia berhenti sejenak sembari memandang arloji yang melingkar dipergelangan tanganya.
"Aku sepuluh menit lebih awal. Jadi awas saja, jika dia sampai menipuku!" lirihnya disertai desahan ringan.
Selanjutnya dia segera melangkahkan kakinya menuju ruang resepsionis untuk menanyakan identitas yang dikirimkan pria misterius waktu lalu.
"Permisi mbak, saya mau tan......"
belum selesai Melati bertanya, seketika dia menghentikan ucapanya saat ada pegawai hotel yang lebih dulu menyela ucapanya.
"Maaf, apa anda yang bernama ibu Melati?" tanya pria yang bertugas sebagai staff dihotel tersebut.
Melati mengernyit, kenapa pria berjas hitam ini bisa tahu namanya, "Benar! Anda siapa ya? Kenapa bisa tahu nama saya?"
Pria itu tersenyum sopan sedikit menunduk, "Tuan saya sudah menunggu anda di lantai 4 no 20. Anda bisa mengikuti saya kesana. Saya akan mengantarkan anda!" pekik pria itu.
Melati memandang heran terhadap pria didepanya saat ini. Rupanya pria yang berusia 25 tahun itu bukan pegawai hotel, melainkan anak buah dari pria yang membuat janji denganya.
"Mari nona..." ajaknya, berjalan lebih dulu.
Melati hanya mengikuti langkah pria didepanya dengan tenang, hingga sampailah dikamar no 20 lantai 4.
"Silahkan masuk nona! Tuan saya sudah menunggu anda. Anda tidak perlu takut, karena tuan saya orang baik! Kalau begitu saya permisi!"
Melati hanya mengangguk, hingga pria tadi sudah hilang dari pandanganya.
Krek...
Pintu terbuka dari luar. Melati melangkahkan kakinya dengan kecemasan yang seketika menyruat didalam hatinya. Entah kenapa, setelah masuk kedalam kamar tersebut nyalinya tidak sekuat saat pertama sampai dihotel ini.