Follow IG=> Fafacho88
Gibran Montana Sinaga harus mengalami penyesalan yang teramat sangat menyiksa dirinya. Penyesalan yang membuat hidupnya tak berarti lagi setelah kepergian perempuan yang telah ia jadikan budak dalam hidupnya, perempuan itu pergi membawa anaknya membuat dirinya cukup menderita..
Lima tahun kemudian ia melihat seorang perempuan yang begitu mirip dengan istrinya membuatnya begitu penasaran apakah itu istrinya atau bukan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fafacho, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep 7
Naina bangun lebih dulu dari Gibran yang masih tertidur disebelahnya, dia menarik selimutnya keatas untuk menutupi tubuh polosnya. matanya menatap marah pada Gibran yang tak terbangun sama sekali akan pergerakan yang dia lakukan.
Dengan menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya atas perbuatan Gibran padanya, Wulan melangkah turun mengambil baju-bajunya yang berserakan di lantai. Dia buru-buru memakai bajunya itu sebelum Gibran bangun. Dia tidak bisa tinggal bersama dengan pria itu lagi, ia ingin kabur dari hidup Gibran untuk selamanya, ia tak perduli dengan keluarganya lagi. Ia yakin keluarganya pasti tidak akan kenapa-kenapa nantinya.
Naina perlahan membuka pintu kamarnya dengan hati-hati sambil melihat kearah Gibran tertidur.
“Aku rasa ini pilihan terbaikku pak Gibran, aku sudah tidak sanggup hidup denganmu lagi. Terimakasih sudah membiayai keluargaku selama ini” lirih Naina menatap sendu pada Gibran sebelum dia menutup pintu kamarnya lagi.
Tekadnya sudah bulat untuk melarikan diri dari suaminya, bukan..Gibran bukan suaminya kalau pria itu suaminya dia tidak akan memperlakukan dirinya sejahat ini.
Tak menunggu lebih lama lagi Naina langsung pergi begitu saja, ia tak perduli saat ini masih gelap atau apa. Dia hanya ingin pergi dari kehidupan menyakitkan yang diberikan Gibran. Ia memutuskan pergi saat ini sebelum ada rasa yang benar-benar dalam untuk Gibran.
Naina berlari kecil menuruni anak tangga saat ini sambil melihat was-was kebelakang takut kalau Gibran menyusul dirinya. Dia tak perduli kalau saat ini pergi tak membawa apa-apa yang penting dia bisa keluar dari rumah Gibran. Soal uang nantinya dia bisa mencarinya rezeki tidak ada yang tahu dan sudah ada yang mengaturnya.
Setelah dirasa Gibran tak mengikuti dirinya, Naina semakin mantan berlari menuju pintu rumah besar itu. dia segera keluar dari rumah lucknut itu.
....................................
Matahari sudah meninggi, bahkan sinar mentari sudah menelusup masuk melalui cela di kamar Gibran dan tepat mengenai mata pria itu membuat tidur Gibran terganggu. Pria itu langsung mengerjapkan matanya perlahan sambil menggeser tubuhnya sedikit menjauh menghindar dari sinar matahari itu.
Dia langsung membuka matanya perlahan, dan menyandarkan dirinya di sandaran tempat tidur. Dia melihat kamarnya yang masih berantakan karena apa yang dia dan naina lakukan semalam. Benar, mengingat Naina ngomong-ngomong dimana perempuan itu. tumben sekali dia sudah bangun duluan tapi kamarnya belum di bersihkan.
“Dimana Perempuan itu” ucapnya karena tak mendapati Naina di dalam kamar.
“Naina, Naina kau dimana? Rapikan kamar sekarang juga” seru Gibran memanggil Naina.
Tak ada jawaban dari dalam kamarnya itu,
Gibran langsung menyibak selimutnya dengan kasar, untuk saja semalam setelah dia menjamah tubuh Naina ia sudah memakai celana pendek.
“Kemana perempuan itu” kesalnya dan langsung beranjak dari ranjang.
Gibran langsung berjalan mengambil kaos polos dari dalam lemari sebelum dia pergi ke kamar mandi. dia memakai kaos itu dengan buru-buru, setelah itu berjalan kearah kamar mandi yang tertutup.
“naina, naina kau didalam,” ucapnya sambil mengetuk pintu tersebut, tak ada jawaban dari dalam kamar mandi. membuat Gibran langsung membukanya dan di dalam situ tak ada satu orang pun.
“Dimana dia, kenapa tidak ada di sini” pungkasnya dan menutup kembali kamar mandinya tersebut
“Apa dia ada dibawah, keterlaluan sekali kalau dia sudah sibuk dibawah sedangkan kamarku masih berantakan seperti ini” geram Gibran. Dia langsung berjalan keluar dari kamarnya , ia akan menyuruh perempuan itu untuk membersikan kamarnya dulu saat ini.
“Naina, Naina kesini kau..” teriak Gibran dari anak tangga memanggil istrinya. “Kau tuli atau apa hah, aku bilang kesini” lanjut Gibran dengan marah karena Naina sama sekali tak menunjukkan batang hidungnya.
“Iya tuan ada apa,” bukannya Naina yang muncul malah Bi Uma yang datang menghampiri Gibran.
“Aku tidak memanggilmu Bi, aku memanggil Naina. Dimana perempuan itu, berani sekali tidak menjawab panggilanku”
“Non Naina? Non Naina tidak ada di bawah den” jawab Bi Uma
“Apa? bagaimana bisa dia tidak ada di bawah. Dia saja tidak ada di kamar saat ini. kau tidak usah bohong dan menyembunyikannya. Katakan dimana dia sekarang,”
“Saya tidak bohong tuan, Non naina memang tidak ada dibawah. Saya kira dia masih tidur di atas dengan tuan Gibran”
Gibran diam saja mendengar itu, dia memikirkan kemana Naina saat ini kenapa tidak ada di atas maupun di lantai bawah.
“tanya Kemas dimana istriku sekarang” perintahnya kemudian pada Bi Uma.
“baik tuan” Bi Uma langsung pergi untuk mencari Kemas tukang kebun rumah itu untuk menanyakan soal nyonya rumah mereka.
Gibran langsung berjalan naik lagi ke lantai atas, ia akan mengambil ponselnya untuk menghubungi Naina.
.......................................
Naina saat ini sedang berada di pasar yang ada di pinggiran kota, ia menatap sedih pada perempuan paruh baya yang mengenakan topi lebar di kepalanya berteriak-teriak menawarkan dagangannya pada orang yang lewat. Itu ibu dari Naina yang memang seorang pedagang ikan di pasar.
“Ibu maafin Naina ya, Naina lama nggak nemuin ibu” ucap perempuan itu lirih menatap ibunya. Rasanya ia begitu rindu dengan ibunya tersebut, ia begitu ingin memeluk sang ibu tapi ia tak berani mendekat mengingat kemarin di telpon sang ibu tampak marah dan kecewa padanya.
Mata Naina semakin berkaca-kaca saat melihat pria paruh baya yang mendekati ibunya memberikan bekal makanan.
“Ayah..ayah..” ucapnya tertahan melihat ayahnya yang datang menghampiri ibunya. “Aku rindu ayah..maafin kakak ya yah” isak naina dari jauh melihat kedua orang tuanya.
Rasanya ia ingin berlari memeluk kedua orang yang berharga di hidupnya tersebut, tapi dia takut akan respon mereka berdua nantinya saat melihat dia yang sudah berbulan-bulan tak ada kabar dan hanya mengirim duit saja selama ini.
“tunggu Naina jadi orang sukses yah bu, Naina janji pasti Naina akan pulang dan ketemu sama kalian dan juga Nanda.
“Aku sekarang harus mulai hidup baru, aku harus cari kerja biar aku bisa membahagiakan ayah sama ibu” tekad Naina sambil mengusap air matanya. Setelah itu Naina langsung pergi dari hadapan kedua orang tuanya. Ia ingin mencari pekerjaan dan juga kontrakan untuk ia tinggali nantinya.
Naina pergi dari rumah Gibran hanya membawa kartu atmnya dan juga ponselnya saja, ia tak membawa baju ataupun barang-barang miliknya. Dompetnya saja ia tinggal dan hanya ia ambil atmnya saja. karena ia ingin membuat identitas baru dengan meninggalkan identitasnya yang lama tersebut.
....................................
Di tempat lain Gibran tampak marah bahkan dia membanting semua barang yang ada di kamarnya. Ia benar-benar kesal karena Naina berani melarikan diri dari rumahnya saat ini. yup, ia menyimpulkan kalau Naina melarikan diri saat ini.
Karena Kemas memberitahu padanya soal Naina yang pamit pada satpam di depan kalau mau ke pasar subuh-subuh tadi. Tapi sampai sekarang Naina belum pulang sama sekali,
“Kurang ajar, beraninya dia pergi dari rumah ini. dia pikir bisa pergi begitu saja” sinis Gibran sambil mengepalkan tangannya. Wajahnya mengeras menahan marahnya saat ini.
“Tidak semudah itu Naina, lihat saja kalau aku sudah menemukanmu nanti. Kau akan ku beri pelajaran setimpal karena kabur dari rumah” tukas Gibran.
°°°