lili ada gadis lugu yang Bahkan tidak pernah punya pacar. tapi bagaimana Ketika tiba di hari kiamat dia mendapatkan sebuah sistem yang membuatnya gila.
bukan sistem untuk mengumpulkan bahan atau sebuah ruang angkasa tapi sistem untuk mengumpulkan para pria.
ajaibnya setiap kali ke pria yang bergabung, apa yang di makan atau menghancurkan sesuatu, barang itu akan langsung dilipatgandakan di dalam ruangan khusus.
Lily sang gadis lugu tiba-tiba menjadi sosok yang penting disebut tempat perlindungan.
tapi pertanyaannya Apakah lili sanggup.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon samsuryati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8
,Lili menatap kosong ke lantai berdebu di bawahnya. Suara bising dari orang-orang di sekelilingnya mulai terdengar seperti dengungan samar. Pikirannya, entah bagaimana, sudah melayang jauh.
setelah berpikir panjang pada akhirnya dia sudah memutuskan. hidup di hari kiamat bukanlah hal yang mudah dan semuanya harus dijalani antara hidup dan mati.
Membunuh atau dibunuh dan itu semuanya didasari untuk sebuah hal yaitu makanan pakaian dan perumahan.
Sekarang dengan sistem Dia memiliki kuotanya sendiri di mana dia sendiri adalah penguasanya. jadi kenapa jika itu semua hanya memerlukan sedikit pengorbanan.
Dan pengorbanan itu sebenarnya cuman ehem ehem doang.
"Kota itu tidak akan hilang, palingan cuman terkunci karena tidak menemukan anggota harem" gumamnya dalam hati. "Jadi yang terpenting sekarang adalah... mencari pria pertama. Pasangan pertama. Suami pertama..."
Seketika, pikirannya dipenuhi beragam bayangan yang memikat.
Pertama, ia membayangkan seorang oppa Korea , tinggi, ramping, dengan kulit putih mulus dan tatapan lembut seperti pahlawan drama-drama favoritnya. meskipun kebanyakan dari mereka adalah hasil operasi plastik namun tampilan ini tetap membuat dirinya terkura.Rambut pria itu mungkin sedikit berantakan namun pastinya masih cukup elegan. Mengenakan jaket panjang sambil tersenyum tipis dan memanggilnya, "Lili , sarangheo ummmuahh.."
Hei.. Lili lupa diri dan tanpa sadar air liurnya menetes.
Alamak.
Lalu imajinasinya bergeser pada seorang pria bertubuh besar dengan jaket kulit dan topi koboi khas Texas. dia pastinya memiliki aroma khas Padang pasir. Berjanggut tipis, bertato di lengan dan membawa senapan di punggung. setiap langkahnya bisa membuat jantung seorang gadis jatuh sangat kuat dan sangat aman berada di sampingnya.Matanya juga tajam tapi penuh percaya diri dan tidak takut mati.
. Pria yang bisa melempar zombie sejauh lima meter hanya dengan satu tangan.
Mamamia.
Tak cukup di sana, pikirannya lalu melayang pada seorang pria yang seperti seorang mahasiswa. Bersih, rapi, mengenakan sweater abu-abu dan kacamata. Duduk di perpustakaan, sedang membaca buku sains, Dia sangat fokus dan terasa maskulin di saat yang sama apalagi ketika kacamatanya itu jatuh dan lalu menoleh pada lili sambil berkata, "Lili sayang Mau duduk di sini?" dengan senyum malu-malu seraya menepuk kursi di sebelahnya.
Wihh Mak.
Tanpa sadar, wajah Lili memerah. Senyum tipis muncul di bibirnya. Lalu senyum itu meluas. Matanya berbinar. Bahunya sedikit bergoyang pelan seolah sedang merasakan hembusan angin dari dunia khayalannya yang indah.
Aku mau ini... aku mau itu ...aku mau yang sana hehehe ..aku mau semuanya.
Tapi semua itu buyar ketika seseorang di dekatnya bergumam dengan nada ragu.
“Eh, lo liat Lili nggak sih? Itu cewek kok senyum-senyum sendiri...”
beberapa mata mulai mengalihkan perhatiannya terhadap lily dan memang Lili sedang senyum-senyum sendiri. saat ini Lily sedang memeluk erat ransel yang berisi mie instan di dalamnya . beberapa orang menganggap Dia sedang bermimpi makan mie dan khawatir mie yang dimasak akan direbut oleh orang lain.
Jadi spekulasi semua orang adalah Lili sedang gila.
“Aduh, jangan bilang dia udah mulai stres.”
“Gawat juga ya... baru beberapa hari zombie merajalela, udah mulai kacau tuh kepalanya.”
"Tuhan tidak memiliki mata, jika semua akan mati jadi kenapa harus peduli dengan Lili. Aku juga lapar huhuhu"
Lili mendadak sadar mendengar suara tangis itu. Ia menegakkan badan, batuk kecil, dan pura-pura menggosok-gosok hidungnya.
“maaf semuanya tadi... Aku kepikiran... anjing peliharaan aku,” katanya cepat, berbohong tanpa pandang arah.
Beberapa orang menatapnya bingung. pasalnya mereka semua adalah orang-orang yang tinggal di apartemen yang sama. lalu kenapa mereka tidak tahu jika Lili pernah memelihara seekor anjing.
Ah semuanya hanya alasan yang dibuat-buat. Tapi karena hari itu terlalu berat untuk memperdebatkan hal kecil, tak ada yang menanggapi lebih jauh.
Lili menghela napas. Wajahnya masih panas karena malu. Tapi dalam hati, dia bergumam.
"Tunggu saja... aku pasti akan menemukan pria pertama untuk mengisi blok kota itu. Tapi... tolong, jangan yang terlalu bau keringat, ya Tuhan..."
Lili duduk bersandar di dinding yang dingin, tangannya masih memegang ransel kecil .
Di hadapannya, pria yang tadi membangkitkan kemampuan api di tengah kepanikan,sedang tertawa bersama dua orang lainnya. Cahaya api yang sempat membakar zombie masih membekas di ingatannya.
"Dia cukup gagah," pikir Lili, diam-diam mencuri pandang ke arah pria itu. "Tegap, cepat bertindak... dan punya kekuatan api. Kalau dia jadi salah satu suami, blok itu pasti subur."
Namun sebelum angan-angannya terbang lebih jauh, suara datar dan tenang muncul di telinganya.
【Sistem Harem diaktifkan... Menganalisis target...】
( Nama: Tidak dicatat — Status: Sudah menikah, memiliki tiga anak.
> Nilai kecocokan emosional: 40%.
> Catatan tambahan: Memiliki kecenderungan berselingkuh karena memiliki kemampuan sistem api.
> Rekomendasi sistem: Tidak layak dijadikan pasangan jangka panjang.)
Lili terdiam.
Sistim sebenarnya memiliki kemampuan untuk menilai tingkat kecocokan pasangan, ck.
Senyumnya perlahan pudar digantikan oleh ekspresi datar dan kecewa."Sudah menikah... tiga anak?" Ia mengerjap, hampir tidak percaya. "Dan... kecenderungan untuk selingkuh?!"
Saat ia sedang menelan kenyataan itu, tiba-tiba pria api itu, yang sedang minum dari botol bekas air mineral, menoleh ke arahnya. Seolah merasakan tatapan Lili sejak tadi, dia menatap balik
. Pandangan mereka bersirobok.
Pria itu menyipitkan mata lalu... tersenyum. Bukan senyum ramah. Tapi senyum menyeringai dengan sedikit lirikan dari ujung mata,senyum yang terasa... mesum.
Deg
Lili langsung memalingkan wajah. Perutnya seakan memutar balik. Rasa jijik menjalar lebih cepat dari zombie yang mengendus darah.
"Sampai jumpa, pria api,"gumamnya dalam hati sambil bangkit berdiri, "blokmu tidak akan pernah eksis di kotaku."
Lili merasa tidak layak, dia berniat mencari kandidat lain yang lebih... layak dan tidak membuatnya ingin muntah.
Ruangan itu dipenuhi keheningan yang canggung, hanya suara nafas dan langkah ringan yang terdengar dari orang-orang yang sibuk memeriksa rak dan menimbang sisa-sisa makanan.
Tiba-tiba, suara pria terdengar lantang di tengah suasana tegang.
“Aku mau keluar dari tempat ini,” ucap seorang pria tinggi dengan jaket yang mulai robek di bagian lengan. “Di sini kita hanya menunggu mati perlahan. bukan nya masih ada posko bantuan bencana alam dari pemerintah di arah timur. Siapa yang mau ikut?”
"Tidak, aku... aku ingin pulang..
"aku juga akan pulang, anak dan istriku masih ada di rumah. Mungkin aku akan pergi ke penampungan nanti tapi bukan sekarang"
Beberapa orang saling pandang. Sebagian besar diam, hanya mempererat genggaman pada ransel atau barang-barang temuan mereka.
Namun tak lama, terdengar suara lain menyahut.
“Aku ikut,” ujar pria yang dikenal semua orang sebagai "si api".
Dia berdiri dari sudut ruangan, mengangkat botol airnya dan menenggak seteguk, lalu menepuk-nepuk bahu temannya. “Tempat ini bau darah dan ketakutan. Aku lebih suka ambil risiko di luar daripada bertahan di sini kayak tikus.”
Sebenarnya dia hanya ingin pergi ke tempat lain dan pamer dengan kemampuannya yang sekarang dia dapatkannya.
Uhh dia lupa sebenarnya dia punya istri dan anak-anak.ohh seperti yang dikatakan oleh sistem orang ini sangat tidak bertanggung jawab.
Demi pamer dia lupa jika dia memiliki keluarga yang menunggunya di rumah.
Tapi setelah dia mengajukan diri, beberapa orang mulai kepikiran untuk mengikutinya.
Setelah setuju untuk pergi, orang orang mulai bersiap, jumlahnya tak sampai lima. Satu di antaranya adalah seorang gadis muda yang tampak ragu tapi akhirnya mengikuti pria api.
Lili berdiri di dekat tembok, tidak mengatakan apa-apa. Wajahnya tetap datar, tapi dalam hati ia gelisah. Ia tidak ingin ikut, ia tahu pria itu sedang mengawasinya.
Dan benar saja.
Sebelum pergi, pria api sempat mendekatinya. Suaranya rendah, nadanya menggoda.
“Kamu yakin nggak ikut, cantik? Siapa tahu kita bisa bertahan lebih lama... bareng-bareng.”
Jijik nya,huek.
Lili tersenyum kecil, senyum palsu yang dibuat sedingin mungkin. “Saya lebih suka mati sendiri daripada ditemani orang macam kamu.”
Pria itu tertawa pendek, tidak marah, malah seolah menikmati jawaban itu. “Keras kepala. Tapi kadang keras itu enak juga.”
Kemudian dia mengibaskan rambutnya seperti iklan shampo.
Lili membalikkan badan tanpa menjawab, pura-pura sibuk merapikan ransel kecilnya yang terlalu sempit. Dalam hatinya ia berdoa pria itu cepat pergi dan tidak kembali.
Akhirnya, rombongan kecil itu pun keluar meninggalkan tempat perlindungan darurat. Pintu ditutup kembali, dan suara gesekan kayu yang dipasang sebagai pengganjal menggema, mengembalikan keheningan yang berat.
Salah satu pria yang tinggal bersandar di dinding dan berdesah panjang. “Satu beban pergi…”
Memang, itu hanya beban.
Lili hanya diam, tapi dalam hati ia setuju sepenuhnya.
Setelah pintu kayu ditutup rapat dan diperkuat dengan rak besi dan lemari-lemari bekas, suasana kembali tenang meski waspada masih menyelimuti semua orang. Tak ada yang ingin tidur terlalu nyenyak malam ini, tapi semua orang tahu, mereka perlu beristirahat.
Lili menyandarkan tubuhnya di dinding toko yang dingin, mencoba menenangkan napas. Rasanya masih tidak nyata,semua yang telah terjadi hari ini. Tubuhnya lelah, kakinya pegal, dan perutnya… perutnya keroncongan.
“Siapa bisa masak?” teriak seseorang dari arah dalam toko, ada berapa peralatan masak dan tempat berbagai perlengkapan elektronik rumah tangga dipajang.
Tapi pada dasarnya tidak ada gas.
“Aku bisa!” jawab salah satu wanita paruh baya, tangannya sigap memeriksa magic com yang masih tersimpan dalam kardus setengah terbuka. “Asal ada listrik atau gas.”
Sudah beberapa hari listrik tidak lagi bisa diharapkan. Jadi magic com tidak berguna sama sekali.
wanita ini menggarukan kepalanya dengan sedikit rasa malu.
“Gas bisa, kayaknya masih ada sisa kaleng portabel di bagian belakang. Tapi airnya gimana?” sahut yang lain.
Ooh syukurlah tokoh ini masih memiliki beberapa gas kecil portable. hal ini tidak diambil oleh para pencinta sebelumnya karena benar-benar tidak bisa dimakan.
Tapi bagi orang yang membutuhkan hal ini adalah hal yang baik.
“Pakai air mineral aja. Setidaknya untuk malam ini.” kata yang lain ketika ditanya masalah air.
Lili yang sedari tadi hanya duduk diam, segera bangkit dan membantu mencari. Ia tidak bisa masak seumur hidup, mie instan pun seringkali gosong di tangannya . Tapi setidaknya ia bisa berguna. Ia menemukan beberapa kaleng gas kecil, serta sebuah hotpot sekali pakai yang bisa memanaskan sendiri tanpa api.
Seseorang bersorak kecil ketika menemukan sekotak besar sosis dan telur asin yang masih tertutup rapat dan belum kedaluwarsa. “Ini! Ini bisa buat makan malam kita!”
Beberapa orang mulai menyiapkan makan malam darurat. Air mineral dituangkan ke dalam hotpot, sosis dan telur dipotong kecil dan dimasukkan, sementara itu gunakan panci kecil yang mereka temukan ,ini cukup untuk memasak sekali.
Lili duduk di antara mereka, dalam sekejap aroma hotpot dengan sosis panas mulai memenuhi udara, dan untuk pertama kalinya sejak dunia berubah, ia merasa sedikit… nyaman. Bukan karena tempat itu aman, bukan karena makanan yang lezat tapi karena kebersamaan yang terbentuk dari keterpaksaan dan ketakutan yang sama.
Saat suapan pertama masuk ke mulutnya, Lili hampir menangis. Rasa asin dari telur dan gurihnya sosis membuatnya sadar betapa kelaparan dirinya selama ini, bukan hanya secara fisik… tapi juga secara batin.
Beberapa orang tertawa pelan, ada yang mulai bercerita tentang masa lalu, tentang makanan rumahan yang mereka rindukan, tentang keluarga mereka… dan untuk sesaat, dunia di luar sana,dengan zombie dan bau busuk kematian,seolah tidak ada.
Malam ini, mereka tidak hanya makan… Tapi mereka hidup.
thor Doble up ya /Grin/