Setelah kejadian kecelakaan kerja di laboratorium miliknya saat sedang meneliti sebuah obat untuk wabah penyakit yang sedang menyerang hampir setengah penduduk bumi, Alena terbangun di suatu tempat yang asing. Segala sesuatunya terlihat kuno menurut dirinya, apalagi peralatan di rumah sakit pernah dia lihat sebelumnya di sebuah museum.
Memiliki nama yang sama, tetapi nasib yang jauh berbeda. Segala ingatan tentang pemilik tubuh masuk begitu saja. Namun jiwa Alena yang lain tidak akan membiarkan dirinya tertindas begitu saja. Ini saatnya menjadi kuat dan membalaskan perlakuan buruk mereka terutama membuat sang suami bertekuk lutut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss_Dew, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan pernah mencampuri kehidupan pribadiku
Suasana langsung menjadi kacau begitu Althaf ditemukan dalam kondisi pingsan. Tubuhnya sedingin es dan wajahnya memucat, beruntung kepala pelayan cepat menemukannya dan segera memindahkannya ke kamar Althaf. Beberapa saat kemudian dokter Alex pun tiba dan langsung memeriksa kondisi Althaf. Tidak ada kondisi kegawatdaruratan, Althaf hanya mengalami hipotermia ringan karena berendam dalam air es dengan waktu yang cukup lama.
Gilbert yang mendapatkan jika Althaf pingsan langsung datang untuk melihat kondisi tuannya itu. Sebelumnya Gilbert mampir ke apotek terlebih dahulu untuk membeli obat yang diresepkan oleh dokter Alex.
“Lama sekali sih Gill,” celetuk dokter Alex langsung mengambil bungkusan putih yang Gilbert bawa.
Pria itu tak menjawab, hanya menatap kosong wajah sang tuan yang terlihat masih pucat.
“Althaf sudah saya beri infus, tekanan darahnya cukup rendah. Sepertinya selain hipotermia dia mengalami kelelahan dan tidak menjaga pola makan,” ujat Dokter sambil menyuntik vitamin pada tubuh Althaf.
“Sebenarnya apa yang terjadi?” tanya Gilbert penasaran, saat di telepon dia tak sempat menanyakan apa yang terjadi pada Althaf.
“Menurut Pak Ma, Diyah memasukkan obat ke dalam minuman Althaf.”
“Apa….. jadi nenek lampir itu kembali melakukan bodoh pakai obat pe-” Belum selesai Gilbert berbicara dokter Alex sudah menganggukkan kepalanya.
“Lalu wanita itu dimana sekarang?” tanya Gilbert, namun dokter Alex justru melakukan gerakan tangan di depan leher, yang mengartikan jika Diyah sudah mati.
“Jangan bercanda Alex!!” seru Gilbert kesal.
“Hahahaha makanya punya muka jangan terlalu serius kenapa. Wanita itu hanya di kunci di kamarnya dan tidak diperbolehkan keluar sementara waktu. Mungkin setelah Althaf kondisinya sudah membaik baru memberi wanita itu pelajaran,” jawab Dokter Alex menduga.
Gilbert sejenak bisa bernafas lega, jika sampai Althaf melakukan sesuatu di luar kuasanya, nasib perusahaan yang sedang goyah akan semakin terancam.
“Untung saja Alena masih dirawat di rumah sakit, jika tidak wanita itu akan menjadi pelampiasan Althaf malam ini.” Ekspresi Gilbert berubah menjadi sendu. Kesibukannya mengurus dan bertanggung jawab atas perusahaan sangat menyita waktu Gilbert.
Dokter Alex menghampiri Gilbert, lalu menepuk-nepuk bahu pria itu. Sebagai seorang pria jelas dia mengetahui apa yang dirasakan oleh Gilbert.
“Dia memang wanita yang kurang beruntung menjadi istri dari seorang Althaf. Tapi bukan berarti kamu bisa melepas hatimu untuknya. Ingat, dia adalah wanita yang sudah bersuami.” Dokter Alex menjauh dan membereskan peralatan dan obat-obatan yang dia bawa untuk memeriksa kondisi Althaf.
“Tak ada siapapun yang mengerti tentangku. Jangan pernah mencampuri kehidupan pribadiku,” tegas Gilbert dengan suara yang penuh penekanan.
...⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐...
Kedua tangan Alena bergetar saat melihat foto kedua orang tuanya yang ada di ponsel milik Zaldo saat Alena masih berusia 15 tahun. Zaldo sudah menceritakan semua tentang kehidupan Alena dan juga alasan mengapa dia bisa menikah dengan Althaf.
Meskipun merasa sedih dan prihatin terhadap kehidupan pemilik asli tubuhnya, namun Alena tak boleh larut dan harus terus berjuang untuk hari esok. Mungkin ada tujuan khusus mengapa dirinya yang harus masuk atau hidup di tubuh orang lain.
“Lalu paman dan bibiku kemana? Kenapa mereka tega menjadikan aku sebagai pelunas hutang mereka?” tanya Alena masih penasaran.
Zaldo terdiam sejenak, merasa bimbang untuk menceritakan kebenarannya kepada Alena. Bagaimanapun juga hanya mereka saudara kandung yang masih Alena miliki saat ini. Tetapi jika tidak diberitahukan dikhawatirkan Alena akan mengetahuinya dari orang lain justru membuatnya sakit hati.
“Sampai saat ini akupun tidak tahu kemana paman dan bibi pergi setelah menjual rumah satu-satunya. Mereka terlilit hutang yang sangat besar kepada Althaf saat untuk pengobatan anak mereka satu-satunya. Dan saat itu, Althaf mengancam paman dan bibi jika tidak membayar maka akan dijebloskan ke penjara.” Zaldo menghela napas.
“Karena tak ada pilihan lain, Bibi menawarkan kamu sebagai istrinya untuk melunasi seluruh hutangnya. Itu pun mereka masih harus menyerahkan uang hasil penjualan kepada Althaf.”
“Andai saja, saat itu aku punya uang dan kekuasaan yang besar tak akan pernah aku biarkan kamu menikah dengan baji-ngan itu!!” geram Zaldo sambil mengepalkan tangannya.
Tak ada rasa marah, kecewa atau sedih salah hati Alena. Hanya saja Alena heran, rupanya di zaman ini ada yang tega menjadikan saudaranya untuk pelunasan hutang, tak peduli saudaranya nanti bahagia atau tidak. Memang zaman yang penuh dengan orang-orang yang egois dan munafik.
Alena menggenggam tangan Zaldo, berusaha memberikan dorongan moral. Jelas sangat paham apa yang dirasakan oleh Zaldo, siapa yang tak penuh penyesalan saat harus melihat wanita yang dicintainya dinikahkan paksa tanpa bisa berbuat banyak.
Hati Zaldo menghangat, sentuhan itu membawa pengaruh baik bagi perasaannya. Namun pria itu merasa ada hal yang berbeda dengan wanita yang yang ada di depannya itu. Mereka saling berpandangan, namun bukan tatapan cinta ataupun sayang.
“Al…,” ucap Zaldo singkat, Alena mengerutkan dahinya.
“Aku tahu ini bukan sesuatu yang baik, tapi ikutlah denganku. Jika kamu ingin berpisah dengan Althaf, aku akan mengurusnya sampai selesai. Bahkan akan aku bayarkan utang paman bibi agar kamu bisa hidup dengan bebas,” usul Zaldo dengan ragu, namun jika tak disampaikan tak akan ada waktu yang lain.
Alena nampak berpikir, saat ini dia benar-benar buta bagaimana kehidupannya setelah ini. Bayang-bayang saat Althaf berbuat buruk pada tubuhnya selalu melintas. Namun ada satu hal yang Alena tak mengerti, si pemilik tubuh justru seolah pasrah dan menerima saat suaminya melakukan hal itu.
Apalagi ternyata fakta bahwa Althaf pun memiliki dua istri lainnya yang tinggal satu atap. Padahal di zamannya, setiap pria hanya boleh memiliki satu istri karena rekayasa genetika yang membuat perbandingan jumlah pria maupun wanita menjadi sama.
Dan anehnya, hatinya seolah mati rasa. Tak ada rasa cemburu atau bersedih atas tindakan poligami Althaf. Semuanya masih abu-abu, Alena pun belum mengetahui siapa musuh siapa kawan. Terlebih keluarganya sendiri ternyata menjadi penyebab utama segala awal mula penderitaan.
Zaldo masih setia menunggu, ragu yang tak dapat dicegah. Namun hal berbeda yang Zaldo rasakan pada Alena kian lama semakin jelas. Jarak mereka yang sangat berdekatan, tapi Zaldo merasa Alena adalah orang lain. Dari cara berbicara, sikapnya yang pemikir, ekspresi yang jauh berbeda, itu semua tak seperti Alena yang Zaldo kenal. Bahkan tatapan sendu di kedua mata Alena telah hilang, tak ada lagi senyuman palsu. Zaldo menepisnya.
“Al, jika kamu ragu Althaf akan melakukan sesuatu aku bisa jamin itu tidak akan terjadi. Aku bisa melindungimu bahkan membuat Althaf tak bisa melakukan banyak hal. Aku…. Aku su–sudah memiliki segalanya yang tak bisa aku miliki tiga tahun yang lalu. Al, bantu aku untuk memenuhi janjiku,” ucap Zaldo dengan sungguh, Alena kembali bimbang.
Wanita itu berusaha membuang pandangannya ke arah lain. Jantungnya seakan tak berkompromi ketika melihat ketulusan dari seorang pria. Alena tak mau terjebak dan berusaha menghindar, namun dia membutuhkan seseorang yang bisa membantunya saat ini.
