Kania harus menerima kenyataan pahit ketika suaminya—Adrian, menceraikannya tepat setelah malam pertama mereka.
Tanpa sepengetahuan Adrian, Kania mengandung anaknya, calon pewaris keluarga Pratama.
Kania pun menghilang dari kehidupan Adrian. Tetapi lima tahun kemudian, mereka dipertemukan kembali. Kania datang dengan seorang bocah laki-laki yang mengejutkan Adrian karena begitu mirip dengannya.
Namun, situasi semakin rumit ketika Adrian ternyata sudah menikah lagi.
Bagaimana Kania menghadapi kenyataan ini? Apakah ia akan menjauh, atau menerima cinta Adrian yang berusaha mengambil hatinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 13 Diacuhkan
Saat Kania melangkah keluar dari gedung, Laras tiba-tiba muncul dan menarik tangannya dengan kasar. Cengkeramannya begitu kuat hingga kuku-kukunya menekan kulit Kania.
“Tunggu dulu, Kania!” seru Laras, nafasnya terengah-engah seolah berusaha menahan kemarahan yang membara.
Kania menoleh, wajahnya datar meski sorot matanya tajam. “Lepaskan aku, Laras. Apa lagi yang kamu mau?” ucapnya dingin sambil berusaha melepaskan lengan dari genggaman mantan sahabat yang kini menjadi istri mantan suaminya. “Kita sudah tidak ada urusan, bukan?”
“Tidak ada urusan, katamu?” suara Laras terdengar mencemooh, dan cengkeramannya semakin kuat. “Kamu masih berani datang ke acara ini tanpa tahu malu dan seolah-olah punya hak. Sungguh lancang!”
Kania tersenyum sinis. “Lancang, ya? Kalau bukan karena permintaan Reno, aku juga tidak akan ada di sini.”
“Bohong!” Laras mendekatkan wajahnya, tatapannya penuh curiga. “Kamu pasti mencoba merayu suamiku kan? Jangan-jangan kamu masih mencintainya? Katakan saja kalau itu benar!”
Kania menghela napas panjang, menahan amarah yang mulai membuncah. “Laras, buang pikiran picikmu itu. Aku sama sekali tidak–”
Belum sempat Kania menyelesaikan kalimatnya, Laras melayangkan tamparan keras ke pipinya. Tamparan itu membuat Kania sedikit terhuyung, namun ia menatap Laras dengan pandangan tak terintimidasi.
“Itu hukuman buatmu karena berani mengusik rumah tanggaku!” seru Laras, menunjuk wajah Kania dengan penuh kemarahan. Ia mengangkat tangannya lagi, siap menampar Kania untuk kedua kalinya.
Namun kali ini, Kania menahan tangan Laras di udara. Sorot matanya tajam saat berkata, “Kamu boleh menghina aku, tapi jangan pernah berani menyentuhku lagi!”
Dengan satu gerakan cepat, Kania membalas tamparan Laras hingga wanita itu hampir tersungkur. Kemudian, Kania menarik rambut Laras, mendekatkannya dengan tatapan tajam. “Adrian yang lebih dulu datang padaku, bukan aku. Jadi, tanyakan saja pada suamimu itu, kenapa dia mencari aku!”
Laras meringis kesakitan, berusaha melepaskan diri. “Lepaskan aku!” desisnya, nyaris menangis.
Saat itu, Reno muncul, wajahnya terkejut melihat adegan di depannya. “Kania, apa yang terjadi di sini?”
Mendengar suara Reno, Laras langsung melepaskan diri dari genggaman Kania dan beralih padanya, memasang wajah memelas.
“Reno, tolong aku! Wanita ini menampar dan menarik rambutku dengan begitu kasar! Dia yang mulai!” rengek Laras, berharap Reno akan memihaknya.
Namun, Reno tampak tidak peduli. Dia justru menatap Kania, melihat pipinya yang merah akibat tamparan Laras.
“Apakah dia melukai kamu, Kania?” tanyanya, suaranya lembut.
Kania menggeleng, mencoba tersenyum tenang. “Tidak apa-apa, Reno. Aku baik-baik saja.”
Reno mengangguk sambil tersenyum kecil, lalu melingkarkan lengannya di bahu Kania. “Ayo, kita pulang. Maaf kalau aku terlalu lama di dalam, tadi aku sempat berbicara dengan kakek.”
“Tidak masalah,” jawab Kania sambil menatap sekilas ke arah Laras, memberikan senyum tipis yang penuh arti sebelum berbalik bersama Reno meninggalkan tempat itu.
Laras hanya bisa memandang keduanya dengan marah dan rasa malu yang membakar. Saat bayangan Kania dan Reno semakin menjauh, ia berteriak frustasi.
“Awas saja kalian! Reno, kamu akan menyesal karena lebih membela wanita jalaang itu!”
Adrian berdiri tegak di ambang pintu, wajahnya tanpa ekspresi. Entah sejak kapan dia berada di sana, tapi tatapannya yang dingin tertuju pada Laras yang masih terduduk di lantai.
“Kenapa kamu duduk di lantai?” tanyanya.
Laras buru-buru memasang wajah memelas, seolah sedang menghadapi penderitaan paling besar.
“Mas, tolong aku… Kania, dia… lihat apa yang dia lakukan padaku!” ucapnya dengan tangan menyentuh pipi yang memerah, berharap simpati dari suaminya.
Adrian hanya menghela nafas pelan, wajahnya tetap datar. Ia kemudian mengulurkan tangan, membantu Laras berdiri.
Saat Laras menyentuh tangannya, Adrian membungkuk sedikit, mendekatkan wajahnya hingga bibirnya nyaris menyentuh telinganya.
“Lain kali jaga sikapmu, kalau kamu tidak mau diperlakukan seperti ini lagi oleh Kania.” bisiknya dingin.
Laras terdiam, kedua matanya membulat sempurna, tak percaya dengan kata-kata Adrian.
“Apa maksud kamu, Mas? Aku tidak—”
Belum sempat Laras menyelesaikan kalimatnya, Adrian sudah melepaskan genggaman dan menarik diri.
Tanpa berkata lagi, dia memasukkan tangan kanan ke saku celananya, lalu berbalik dengan langkah tenang menuju mobil, meninggalkan Laras terpaku di tempat.
Laras memandang kepergian Adrian dengan tatapan tak percaya, rasa malu dan marah bercampur di wajahnya, tapi Adrian tak peduli.
Satu tatapan terakhir ke arahnya adalah yang tersisa sebelum mobil itu melaju pergi, meninggalkan Laras yang masih berdiri terpaku, tenggelam dalam perasaan sakit hati yang semakin membakar.
“Lima tahun menikah, baru kali ini dia mengabaikan aku?” geram Laras. “Baiklah, lihat saja apa yang akan aku lakukan pada kalian!”