Di tengah hiruk pikuk dunia persilatan. Sekte aliran hitam semakin gencar ingin menaklukkan berbagai sekte aliran putih guna menguasai dunia persilatan. Setiap yang dilakukan pasti ada tujuan.
Ada warisan kitab dari nenek moyang mereka yang sekarang diperebutkan oleh semua para pendekar demi meningkatkan kekuatan.
Di sebuah desa kecil, hiduplah seorang anak yang masih berusia 7 tahun. Dia menjadi saksi bisu kejahatan para pemberontak dari sekte aliran hitam yang membantai habis semua penduduk desa termasuk kedua orang tuannya.
Anak kecil yang sama sekali tidak tau apa apa, harus jadi yatim piatu sejak dini. Belum lagi sepanjang hidupnya mengalami banyak penindasan dari orang-orang.
Jika hanya menggantungkan diri dengan nasib, dia mungkin akan menjadi sosok yang dianggap sampah oleh orang lain.
Demi mengangkat harkat dan martabatnya serta menuntut balas atas kematian orang tuanya, apakah dia harus tetap menunggu sebuah keajaiban? atau menjemput keajaiban itu sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aleta. shy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perintah Xingcho
Diperjalanan pulang, Yuan berjalan tertatih tatih. Belum ada percakapan antara keduanya sejak tadi. Tidak seperti biasanya, Yuan terlihat begitu canggung untuk memulai percakapan.
Setiap rumah yang mereka lalui tidak lepas dari tatapan merendahkan orang-orang kepada nenek Ling. Terpancarkan kebencian mendalam dari sosok yang menatap seakan nenek Ling telah melakukan kesalahan yang begitu fatal.
Mereka berdua mengabaikan itu semua. Terutama nenek Ling dia tidak menghiraukannya sama sekali. Tidak penting baginya menanggapi hal-hal yang tidak perlu.
Yuan sesekali melirik kearah nenek Ling. Namun mata itu tetap lurus kedepan tanpa senyum sedikitpun.
"Maaf" ucap Yuan singkat meremas tangannya seraya menundukkan pandangannya.
"Sekali lagi aku minta maaf nek" Yuan tidak berani mengangkat pandangannya.
Nenek Ling menghentikan langkahnya dan reflek Yuan juga mengikutinya. Tangan nenek Ling mengarah kepada dagu Yuan dan mengangkat pandangannya.
"Kenapa minta maaf?" tanya nenek Ling lembut seraya menyetarakan tinggi badannya dengan berjongkok.
Yuan menggelengkan kepalanya pelan menatap netra mata yang memandangnya dengan penuh kasih itu.
"Kenapa minta maaf nak?" tanya Nenek Ling sekali lagi, tak lupa tangannya mengusap lembut rambut anak kecil tersebut.
"Aku terlalu emosi nek. Maafkan aku karena tidak mengindahkan ucapan nenek " Jawab Yuan kembali menundukkan pandangannya karena merasa bersalah.
Nenek Ling merangkul tubuh Yuan membawa kedalam pelukannya.
"Nenek hanya tidak ingin kamu terluka nak" Lembut suara nenek Ling menyampaikannya.
"Maafkan aku nek karena sama sekali tidak memiliki kemampuan beladiri seperti anak lainnya. Aku benci dengan ketidaksopanan anak itu. Aku juga tidak terima disebut pengecut oleh anak yang angkuh itu. Semua yang aku lakukan demi harga diriku dan ingin membungkam kesombongan anak itu karena telah berani berkata kasar kepada nenek." Ucap Yuan panjang lebar. Kata setiap kata yang diucapkan Yuan menggebu-gebu.
Nenek Ling melepaskan pelukannya. Diajaknya anak itu berdiri untuk melanjutkan pembicaraan sambil berjalan pulang. Yuan yang paham juga mengikutinya.
"Semua yang kamu lakukan adalah hal yang benar nak. Tapi didunia persilatan yang kejam ini, niat baik saja tidak cukup untuk memberantas kejahatan. Semuanya perlu dibalutkan dengan kemampuan yang mumpuni."
Yuan memahami perkataan nenek Ling. Dia sadar akan ketidakmampuan dirinya terhadap ilmu beladiri.
Namun beberapa saat kemudian, Yuan teringat dengan ucapan Xingcho yang mengatakan jika Nenek Ling adalah mantan tetua didesa ini, dia cukup bingung dengan pernyataan itu. Belum lagi hubungan antara Bai Feng dengan nenek Ling juga terbilang cukup dekat.
Seorang tetua kampung yang mempunyai kedudukan, kenal dekat dengan seorang penduduknya bahkan memanggilnya dengan sebutan kakak. Mustahil, hal yang mustahil menurut Yuan.
"Hmm nenek, bolehkah aku bertanya" tanya Yuan.
"Tentu saja" jawab nenek Ling.
"Aku hanya ingin tau maksud dari ucapan anak tadi yang mengatakan kalau...."
"Aku akan menjelaskannya " jawab nenek Ling memotong ucapan Yuan. Dia tau arah dari pertanyaan anak kecil disampingnya ini. Memang seharusnya dia mengatakan sejak awal agar Yuan tidak lagi kebingungan dengan semua yang terjadi.
Nenek Ling kemudian mengungkap jati dirinya kepada Yuan. Siapa dirinya, apa kaitan dirinya dengan Bai Feng, konflik dirinya dengan desa, serta hubungan dirinya dengan Chow. Semua dijelaskan secara terperinci kepada anak kecil tersebut.
"A..apa?" Tergagap tak percaya mendapati kenyataan jika orang disampingnya ini adalah kakak dari tetua Chow.
"Nenek adalah kakak tadi paman Chow?" Tanya Yuan. Semua pernyataan Nenek Ling, ini yang paling membuat dirinya terkejut.
"Paman? Yang benar saja? Anak itu sama sekali tidak pernah berubah. Tidak pernah mengakui kalau memang dia sudah tua" Batin nenek Ling mengenang sosok adiknya, Chow. Tak terasa rasa rindu seakan membuncah membuat dirinya sangat bersedih mendapati kenyataan jika adiknya itu sekarang sudah tiada.
"Heem" Jawab nenek Ling menganggukkan kepalanya.
Yuan tenggelam dalam pikirannya. Sesekali melirik nenek Ling mencocokan bentuk wajah itu dengan tetua Chow.
....
Disisi lain,
"Kakek kenapa menghalangiku menghajar anak itu!!" Xingcho membentak Bai Feng saat Yuan dan nenek Ling hilang dari pandangannya.
Bai Feng bingung cara menjelaskan kepada cucu kesayangannya itu.
"Maafkan kakek, kakek rasa itu tidak pantas kamu lakukan nak" Bai Feng ingin mengelus rambut anak kecil berusia 8 tahun itu namun tangannya ditepis begitu saja.
"Aku tidak mau tau, aku ingin kembali menghajar anak itu bagaimanapun caranya!!"
Xingcho meninggalkan kakeknya yang terdiam mematung.
Bai Feng memijit dahinya pelan. Dia tidak pernah sekalipun memarahi cucunya dikarenakan menang sedari kecil anak itu selalu dimanja. Semua keinginannya selalu harus dipenuhi. Atau jika tidak, anak itu akan meledak-ledak melakukan hal-hal yang diluar batas. Siapapun didesa ini tidak ada seorangpun yang berani menyinggung Xingcho.
Xingcho diam-diam pergi menuju ke rumah salah satu orang kepercayaan kakeknya. Kebetulan rumah orang kepercayaan kakeknya itu tidak begitu jauh dari rumahnya.
Orang kepercayaan atau tangan kanan memiliki tugas penting dalam segala hal. Bisa menjadi penasehat ataupun bisa menjalankan tugas-tugas rahasia serta memberikan pengawasan kepada keluarga tuannya.
Gedoran pintu terdengar begitu keras. Dengan tidak sopannya Xingcho mengetuk pintu itu saking kencangnya.
Seorang pria membuka pintunya dengan wajah yang sangat kesal. Namun setelah melihat siapa yang menggedor pintunya, nyali orang itu tiba-tiba ciut dan segera mempersilahkan tamunya itu masuk kerumah.
"Maaf tuan muda, silahkan duduk dulu" ucap Orang itu memaksakan diri untuk ramah.
"Aku tidak punya banyak waktu. Simpan saja basa basi paman." Xingcho berkata dengan ketusnya.
Pria yang diketahui bernama DongFa itu mengecek keadaan sekitarnya. Biasanya jika Xingcho datang kerumahnya pasti ada sesuatu yang membuat anak kecil itu jengkel dan ujung ujungnya meminta bantuan untuk menyelesaikan permasalahannya.
"Apakah ada hal yang harus aku perbuat tuan muda?" DongFa melihat ekspresi anak itu seperti sedang menahan amarah.
"Kau tau bukan jika aku kesini pasti ada hal penting yang harus kau perbuat!"
"Jadi tidak usah bertanya lagi!" Jawab Xingcho sedikit meninggikan suara.
DongFa ingin sekali mencekik leher anak ini. Sungguh anak yang sama sekali tidak sopan. Kalau bukan karena kakeknya, mungkin saja DongFa akan mematahkan tulang-tulang kecil itu dan diberikan kepada hewan peliharaannya.
"Katakan tuan muda, aku akan melakukan apa saja perintah dari tuan muda"
Walaupun pada umumnya tugas utama dirinya adalah menjadi orang kepercayaan atau tangan kanannya Bai Feng, akan tetapi dia juga merangkap menjadi guru atas bocah tersebut atas perintah dari Bai Feng sendiri.
Semenjak anak itu berusia 5 tahun, sampai sekarang berusia 8 tahun, DongFa lah yang menjadi guru bayangan bagi Xingcho. Dari ilmu dasar hingga jurus-jurus dasar bagi pemula, itu semua tidak lepas dari pengaruhnya.
Sifat buruk Xingcho sudah tidak asing lagi bagi DongFa sendiri. Berbagai perintah aneh dari anak kecil tersebut, yang mau tidak mau harus dilaksanakannya atau jika tidak, bocah kecil itu akan menjadi provokator antara dia dan juga Bai Feng dengan mengatakan hal-hal buruk tentang dirinya.
Lebih ke fitnah.
Pernah satu kali saat DongFa mengabaikan perintah dari Xingcho. Bocah kecil marah dan mengatakan kepada Bai Feng jika dirinya adalah orang yang telah membuat Xingcho terluka. Tidak main-main, anak itu sanggup melukai dirinya sendiri demi memuluskan sandiwaranya.
Pada akhirnya Bai Feng menjatuhi hukuman kepadanya dengan hukuman yang terbilang berat tanpa mencari tau kebenarannya terlebih dahulu.
Sejak saat itu, DongFa tidak pernah lagi membangkang apapun keinginan dari Xingcho walaupun hatinya selalu bertolakbelakang dengan itu semua.
"Awasi nenek tua mantan tetua kampung ini dan cari tau anak yang ikut dengannya tadi saat turnamen. Aku mau segera!!"
"Dan satu lagi, persulit hidup nenek tua sialan itu supaya dia sengsara!!" Xingcho memberi perintah.
"Cih, gaya bahasa bocah ini seperti orang dewasa saja." Batin DongFa jengkel dengan tingkah sok dari Xingcho.
Dia sedikit terkejut dengan perintah bocah itu karena membawa-bawa nama Nenek Ling.
DongFa melihat jelas bagaimana kejadian pada saat turnamen sudah usai tadi. Tapi dia lebih memilih pulang kerumah daripada melihat hal yang tidak penting seperti itu apalagi sampai berurusan dengan nenek Ling.
"Tapi tuan muda, Nenek Ling bukan orang yang mudah untuk ditindas." Berkata dengan nada serius.
"Aku tidak mau tau!!" bentak Xingcho sambil membelalakkan matanya.
"Mata itu ingin sekali aku cungkil tarik keluar!!!" batinnya menggeram.
"Pokoknya 2 hari, aku kasi waktu 2 hari supaya paman menyelesaikan tugas dariku. Kalau tidak...." Xingcho tersenyum penuh arti.
"Paman tau apa yang bisa aku perbuat" Sambung Xingcho sebelum meninggalkan rumah DongFa tanpa berpamitan.
"Sial!!"
"Bocah sialan!"
Hati DongFa menggeram sepenuh mati. Tangannya terkepal dan meninju tembok rumahnya sebagai pelampiasan. Seperti mau mengambil pedang dari dalam rumahnya dan segera mengejar anak itu untuk ditebas lehernya.
"Kasian sekali tetua Bai Feng mempunyai cucu seperti itu" Ucapnya menggelengkan kepalanya pelan dengan tangannya mengelus dada supaya tidak terpancing emosi dengan tingkah Xingcho.
Dirinya berfikir keras untuk melakukan tugas dari Xingcho. Padahal dia adalah guru dari anak itu walaupun memang hanya sebagai guru bayangan, namun tetap saja dia adalah gurunya. Tetapi dengan entengnya anak yang masih bau kencur itu menyuruh nyuruh dirinya. Tentu dan pasti DongFa merasa sangat kesal.
Terlalu malas jika harus berurusan dengan nenek Ling. DongFa cukup kenal dengan sosok itu.
Pertama kali dia berurusan dengan orang tua itu lebih kurang 2 tahun yang lalu saat Xingcho menyuruhnya memberikan pelajaran kepada nenek Ling karena berani menolaknya untuk dijadikan sebagai murid.
Dan bodohnya DongFa menyetujui tanpa memikirkan terlebih dahulu. Sampai saat ini dia berusaha melupakan kejadian itu yang membuatnya malu untuk menunjukkan diri dihadapan nenek Ling.