Satu tahun lalu, dia menolong sahabatnya yang hampir diperkosa pria asing di sebuah Club malam. Dan sekarang dia bertemu kembali dengan pria itu sebagai Bosnya. Bagaimana takdir seperti ini bisa terjadi? Rasanya Leava ingin menghilang saja.
Menolong sahabatnya dari pria yang akan merenggut kesuciannya. Tapi sekarang, malah dia yang terjebak dengan pria itu. Bagaimana Leava akan melewati hari-harinya dengan pria casanova ini?
Sementara Devano adalah pria pemain wanita, yang sekarang dia sudah mencoba berhenti dengan kebiasaan buruknya ini. Sedang mencari cinta sejatinya, namun entah dia menemukannya atau tidak?
Mungkinkah cintanya adalah gadis yang menamparnya karena hampir memperkosa sahabatnya? Bisakah mereka bersatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jantungku Tidak Aman
Leava duduk di sofa dengan ponsel masih menempel di telinga. Mendengarkan cerita sahabatnya yang terdengar begitu bahagia.
"Jadi lo beneran suka sama tuh cowok?"
"Kayaknya iya deh, dia ganteng banget soalnya. Gak seperti yang gue bayangin. Padahal gue bayanginnya udah tua gitu, lo tahu 'kan umurnya 35 tahun. Ternyata dia malah kelihatan lebih muda dan ah, pokoknya ganteng banget deh"
Leava tersenyum mendengar cerita Kirana atas pertemuannya dengan pria yang akan di jodohkan dengannya. "Kalo lo cocok, ya lanjut aja. Oh ya, udah punya nomor ponselnya belum?"
"Udah dong, gue juga sering chat dia. Meski dia gak fast respon sih, tapi gue juga ngerti kalau dia pasti sibuk dengan pekerjaannya. Tapi, kok gue merasa kalau wajah dia itu gak asing. Kayak pernah ketemu gitu, tapi gue lupa dimana"
"Ah, mungkin lo cuma salah lihat. Bisa saja gak sengaja saling bersimpangan di Mal atau dimana gitu. Sekarang yang penting lo udah cocok sama dia, maka lo lanjutin aja"
"Iya Le, gue juga mikir buat akhiri masa jomblo sekarang. Biar nanti pas lulus bisa langsung menikah. Tapi, nih cowok emang terlalu cuek, sampe susah banget buat mulai duluan dalam percakapan di chat aja. Kalau di telepon juga gak pernah di angkat, mungkin sangat sibuk"
Leava hanya tersenyum mendengar cerita sahabatnya yang begitu antusias. Dia bisa merasakan jika Kirana memang begitu bahagia sekarang dan dia yang ingin sekali mendapatkan pria ini.
"Leava..."
Teriakan itu membuat dia terkejut, dia langsung menutup ponselnya dengan tangannya. Tapi percuma karena Kirana pasti sudah mendengarnya.
"Le, itu siapa? Kok kayak suara cowok, tapi bukan suara adek lo deh. Lo lagi dimana?" tanya Kirana.
"Em, nanti gue telepon lagi Ki. Gue lagi sibuk sekarang"
Leava langsung memtuskan sambungan telepon, menyimpan ponselnya di atas meja. Lalu, dia segera berlari ke ruang ganti. "Apaan si nih orang, gue 'kan udah siapin pakaian ganti. Masa gak bisa pakai sendiri"
Leava melihat Devan yang sudah berdiri di depan lemari pakaian. Sudah memakai pakaian ganti yang tadi Leava siapkan. Lea jadi bingung, apa yang diinginkan pria itu sekarang.
"Tuan, membutuhkan sesuatu?" tanya Leava.
"Kau bantu keringkan rambutku!"
Lagi-lagi, Leava dibuat bingung dengan ucapan Devan barusan. Suara dengan nada perintah yang tak ingin di bantah itu, sungguh membuat Leava kebingungan.
Tangan dia 'kan gak luka ya. Kenapa harus minta dikeringkan rambut sama orang lain?
"Cepat Kau tidak dengar ucapanku barusan!"
Leava langsung mengerjap pelan, dia melihat Devan yang sudah duduk di sofa dekat kaca besar disana dengan sebuah handuk kecil di tangannya. Leava hanya menghela nafas pelan dan dia berjalan ke arah Devan. Sekarang memang tidak mungkin dia membantah. Apalagi sudah perjanjian, dia akan merawat Devan sampai sembuh karena alergi.
Leava berdiri di depan Devan sekarang, sudah mengambil handuk kecil yang diberikan. Cukup bingung harus berada di posisi yang mana sekarang. Sofa tunggal yang diduduki Devan, berdekatan dengan dinding. Jadi tidak ada tempat untuk Leava berdiri di belakang Devan sekarang.
"Em, saya keringkan sambil berdiri saja disini ya Tuan" ucap Leava dengan posisi dia yang berdiri di depan sofa yang di duduki pria itu.
"Kau ingin wajahku ini menatap ke arah dadamu ya?"
Deg,, Leava langsung mundur satu langkah mendengar itu. Jadi tegang sendiri karena ucapan Devan barusan. "Ta-tapi saya harus dimana Tuan? Sofanya sangat sempit"
"Kau bisa duduk disini" ucap Devan yang menepuk pegangan sofa.
Leava langsung terdiam dengan ragu, sekarang dia jadi bingung harus menuruti ucapannya atau tidak. Duduk di pegangan sofa, itu artinya dia berada dalam jarak yang dekat sekali dengan Devan. Kalau saja dia bergeser sedikit saja, maka tubuhnya akan jatuh ke pangkuan pria itu.
"Kau menungguku demam! Gak lihat apa rambutku basah" tekan Devan yang melihat Leava diam saja.
"Em, i-iya Tuan"
Dengan perlahan Leava duduk di pegangan sofa. Berharap sekali jika posisi duduknya akan baik-baik saja, dan tidak bergeser. Jadi, dia tidak akan jatuh ke pangkuan Devan.
Ya Tuhan, apa seperti ini merawat orang yang terkena alergi? Padahal tidak ada hubungannya dengan mengeringkan rambut.
Leava perlahan mengeringkan rambut Devan saat ini. Melakukan dengan perlahan sekali, karena kegugupannya sekarang. Namun, tangan Devan menarik tangan Leava yang berada di atas kepalanya sampai tubuh Leava oleng dan terjatuh ke atas pangkuannya.
"Kau mengeringkan rambut terlalu lambat"
Leava terdiam dengan mata terbelalak, wajahnya sekarang berada di atas dada Devan. Dia ingin beranjak, tapi tiba-tiba tangan Devan malah memeluknya. Menahan dia agar tidak melepaskan diri.
"Tuan..?"
Leava jadi tidak bisa berkata-kata sekarang, dengan apa yang dilakukan Devan padanya. Namun, Devan yang tidak mengatakan apa-apa sekarang. Hanya ada keheningan, dan hanya detak jantung keduanya yang terdengar lebih cepat dari biasanya.
Ya Tuhan, kenapa jantungku terus berdebar? Apa aku jatuh cinta padanya? Ah, gak mungkin juga itu terjadi.
Leava hanya terdiam dalam pelukan Devan, benar-benar merasakan hangatnya pelukan pria itu sekarang. Bodohnya dia malah merasa nyaman dan tidak berusaha melepaskan diri sekarang. Seolah menikmati pelukan hangat dari pria itu.
"Kau berat juga ya"
Hah? Ucapan Devan itu memuat Leava tersadar, dia langsung bangun dari atas tubuh Devan. Langsung berdiri dengan tegang di depan Devan sekarang. Wajahnya menunduk dalam.
"Maafkan saya Tuan"
Devan berdiri, dia meraih dagu Leava dan mengangkat wajahnya agar menatap ke arahnya. "Kenapa harus minta maaf? Kau tidak salah apapun, selain membuat alergi ku kambuh. Kau tidak bersalah apapun padaku"
Leava terdiam, untuk pertama kalinya dia melihat senyuman yang begitu tampan di wajah Devan. Senyuman yang tidak disembunyikan lagi oleh laki-laki ini. Bahkan jantungnya kembali berdebar dengan kencang sekarang.
"Karena saya menindih tubuh anda" ucap Leava.
Devan tersenyum, dia mengelus pipi Leava dengan lembut. "Wajahmu memerah, apa kau sedang sakit?"
Leava mengerjap kaget, memang pipinya terasa panas sekarang. Tidak tahu jika sekarang pipinya sedang memerah. Leava ingin menundukan kembali wajahnya, namun tangan Devan yang masih berada di pipinya menahannya agar dia tidak menunduk lagi.
"Kau manis sekali dengan wajah memerahmu itu. Aku suka"
Deg,, jantung Leava semakin berdebar kencang sekarang. Apa maksud ucapan Devan barusan? Kenapa dia mengatakan dengan begitu serius? Tapi sadar Lea, jangan sampai terpesona dan terjebak ucapannya itu.
"Em, maaf Tuan, saya harus ke kamar mandi"
Leava melepaskan tangan Devan yang berada di pipinya, dan segera berlari ke kamar mandi. Menutup pintu kamar mandi dengan cukup kesar, lalu dia bersandar di pintu yang tertutup.
"Ya Tuhan, jantungku tidak aman"
Tangannya memegang dada yang berdebar kencang. Wajahnya masih terasa panas sampai sekarang.
Bersambung